Menggali Kepribadian untuk Persiapan Dunia Pasca Kampus

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—“Mengetahui siapa kita sesungguhnya akan membuat kita sebagai manusia lebih memiliki kebijaksanaan dalam melihat kehidupan,” itulah kalimat yang disampaikan oleh Dedi Priadi M.T., M.A., dalam acara Pembangunan Karakter Pembelajar, FMIPA ITB pada Sabtu (11/2/23). Kali ini, topik yang diusung adalah ‘Mengenali Tanggung Jawab di Kampus untuk Persiapan Dunia Pasca Kampus’, sebuah topik besar yang mengajak mahasiswa untuk mengenali dirinya sendiri lebih dalam.

Pada dasarnya, setiap orang berbeda sejak lahir pada aspek bagaimana mereka memiliki ambisi untuk mencapai sebuah tujuan. Dituturkannya bahwa secara garis besar, ada dua tipe kepribadian dalam mencapai sebuah tujuan, yaitu orang yang menetapkan standar tinggi dan harus mencapai seluruh targetnya tersebut, atau orang yang menetapkan standar biasa-biasa saja dan cenderung nrimo (menerima).

Menurut dia, ada tiga hal yang perlu menjadi acuan utama sebagai mahasiswa, “yang pertama adalah ambisi yang kuat untuk mencapai sebuah tujuan, kedisiplinan untuk mencapai waktu yang diharapkan, dan tanggung jawab; fokus untuk menyelesaikan apa yang telah kita mulai.”

Topik bahasan kedua yang dijelaskan oleh Dedi adalah mengenai leadership atau kepemimpinan. Lebih lanjut lagi, ia menjelaskan bahwa aspek ini sangat penting karena dapat menentukan di mana posisi seseorang nantinya dalam karier.

Orang dengan karakter leadership yang kuat adalah orang yang memiliki keyakinan bahwa mereka terlahir sebagai seorang pemimpin. Dengan keyakinan itu, orang tersebut memiliki karakteristik kompetitif, berani bersaing, dan mencoba untuk menunjukkan dirinya di komunitas. “Secara psikologi, leadership dicirikan oleh dua hal, yaitu inisiatif untuk menyelesaikan sebuah permasalahan dan ketegasan untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut.”

“Tiga karakteristik leadership yang ada sejak seseorang lahir di antaranya adalah tipe yang cenderung dominan atau autoritatif, transformatif, serta subtle leader.” Pengelompokan ini didasarkan oleh aspek need to control others atau keinginan seseorang untuk mengendalikan orang lain. “Namun perlu diingat, ketika kita cerdas dan memiliki intelektual yang tinggi, sadarilah bahwa sebenarnya kita juga memiliki potensi masalah kepribadian yang tinggi,” tuturnya.

Aspek penting selanjutnya dalam kepribadian yang dijelaskan Dedi pada paparan hari ini adalah mengenai temperamen, yaitu karakter dasar yang dimiliki oleh seseorang. Temperamen disebut sebagai karakter dasar karena melalui aspek inilah kita dapat bertahan hidup. “Jika kita tidak memiliki temperamen, maka akan ada kecenderungan kita punah dengan sendirinya.” Lebih lanjut lagi, dia menjelaskan bahwa emosi inilah yang menyebabkan manusia melawan keadaan dan berhasil survive atau bertahan.

Dalam aspek temperamen sendiri, ada tiga kategori yang dinaungi; kebutuhan akan perubahan, kemampuan untuk mengendalikan emosi, serta keinginan untuk menyerang ketika diserang atau tegas menghadapi konflik.

Dedi menekankan bahwa kelemahan sebagian besar mahasiswa ITB bukanlah pada aspek kecerdasan, leadership, ataupun emosi. Berdasarkan survei yang ia lakukan, titik lemah yang cenderung dominan pada mahasiswa ITB adalah pada social nature—bahwa mayoritas anak ITB adalah anak-anak yang terlambat berkembang secara sosial.

“Mereka memiliki kemampuan menyelesaikan masalah yang baik, akan tetapi mereka juga memiliki sifat independen yang terlalu tinggi—sehingga ketika mereka tidak berhasil dan stuck dalam menyelesaikan masalah, kecenderungan untuk depresinya lebih tinggi.”

Aspek selanjutnya adalah aspek aktivitas yang terdiri atas dua kelompok, yaitu aktivitas mental (pace) dan aktivitas fisik (vigorous type). “Mayoritas anak ITB adalah anak-anak dengan mental juara yang kuat, mereka memiliki pace yang tinggi,” akan tetapi, ia menambahkan bahwa aktivitas mental yang tinggi justru menyebabkan seseorang rentan akan stres.

Ia berharap dengan paparannya kali ini, mahasiswa ITB dapat memiliki insight dan keinginan untuk memperbaiki diri. “Berinvestasilah untuk pengembangan diri,” ujarnya sebagai penutup, “karena dengan begitu, kita akan mencari solusi atas permasalahan pada diri kita sendiri.”

Reporter: Athira Syifa PS (Teknologi Pascapanen, 2019)