Menghadapi Era Industri Metalurgi dan Material di Masa Mendatang

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

*Foto: Dok. Pribadi


BANDUNG, itb.ac.id – Industri metalurgi dan material memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia serta dalam ruang lingkup negara. Hal ini dipertegas oleh Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 tahun 2018 tentang kebijakan hilirisasi mineral yang mengharuskan negara Indonesia melakukan kegiatan pengolahan dana atau pemurnian mineral sebelum diekspor. 

Kebijakan tersebut berdampak pada multiplier effects seperti membuka industri, membuka lapangan kerja baru, dan menambah devisa negara. Atas dasar pemikiran tersebut, Ikatan Mahasiswa Teknik Metalurgi (IMMG) ITB bekerja sama dengan Program Studi Teknik Metalurgi ITB dan Perhimpunan Mahasiswa Metalurgi dan Material Indonesia (PM3I) menyelenggarakan serangkaian acara untuk mewadahi mahasiswa menghadapi industri metalurgi dan material di masa mendatang. Rangkaian acara ini bernama Metallurgy and Material Challenge (M2C) 2019 yang diselenggarakan pada Sabtu dan Minggu (16-17/11/19) di Multipurpose Hall CRCS ITB lantai 3.

M2C 2019 tahun ini mengangkat tema “Strong Industrial Project Based on Metallurgy and Material: Nickel and Application”. Rangkaian acara tersebut tersusun oleh tiga mata acara yaitu Roadshow (pengenalan keilmuan teknik metalurgi dan material ke SMA-SMA di Kota Bandung) yang telah dilakukan pada hari-hari sebelumnya, M-Expo (pameran karya serta diskusi publik) yang dilaksanakan pada tanggal 16 November 2019, dan The Challenge (lomba keilmuan metalurgi dan material untuk mahasiswa se-Indonesia) yang dilaksanakan pada tanggal 16-17 November 2019.

Kegiatan diskusi publik pada M2C 2019 ini dikonsep untuk mempertemukan tiga pihak (triple helix) yaitu industri, pemerintah, dan institusi pendidikan. Karena hal tersebut, acara ini mengundang empat pembicara yaitu Adhietya Saputra (Vice President Technical RnD Group Mining and Minerals Institute of Mining Industry Indonesia / MIND ID), Dr. Dedi Mulyadi (Direktur Pengembangan PT. Indonesia Morowali Industrial Park / PT. IMIP), Dr. Ir. Raden Sukhyar (Tenaga Ahli Menteri Perindustrian Khusus Hilirisasi Sumberdaya Alam), sert Prof. Dr. mont. M. Zaki Mubarok, S.T., M.T. (Guru Besar Teknik Metalurgi ITB). 

Dalam diskusi publik ini topik diskusi mengarah kepada pembangunan industri nikel. Raden Sukhyar menyatakan bahwa pemerintah bertekad untuk membangun industri berbasis nilai tambah dan salah satunya adalah nikel. “Nikel memiliki keunggulan komparatif tinggi. Selain itu, Indonesia salah satu pemilik bijih nikel terbanyak di dunia dan konsumsi nikel semakin meningkat maka ini menjadi peluang Indonesia untuk menambah pendapatan negara,” ungkapnya. 

Raden juga mengatakan bahwa amanat dari UU Minerba dan Permen ESDM Nomor 25 tahun 2018 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral maka Indonesia tengah membangun 14 kawasan industri dan salah satunya adalah PT. IMIP di Morowali, Sulawesi Tengah.

Sebagai perwakilan dari industri minerba, Adhietya Saputra menyatakan bahwa adanya tiga mandat perusahaannya dari pemerintah untuk mendukung kebijakan hilirisasi. Mandat-mandat tersebut adalah pengelolaan aset-aset strategis minerba (akuisisi aset), eksplorasi minerba, serta hilirisasi mineral. “Sebagai negara yang berpeluang untuk menguasai industri nikel di dunia, maka pemanfaatan nikel harus dilakukan karena mengantisipasi penggunaannya yang terus meningkat hingga tahun 2040,” ujarnya.

Sebagai Direktur Pengembangan PT. IMIP, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa adanya kebijakan hilirisasi mineral terutama nikel memiliki dampak yang signifikan terutama dalam hal kesejahteraan masyarakat. “Industri nikel di Morowali, Sulawesi Tengah ikut menggerakan perekonomian warga sekitar. Yang awalnya dulu jalanan sepi, sekarang sudah banyak dilalui mobil dan motor dan banyak lapangan pekerjaan baru. Selain itu, karena PT. IMIP merupakan hasil kerjasama RI dengan Tiongkok maka diharapkan adanya transfer teknologi sehingga suatu saat nanti pengolahan nikel di Indonesia dapat dilakukan oleh bangsa sendiri tanpa bantuan bangsa lain,” jelasnya.

Menutup diskusi publik, Prof. Dr. mont. M. Zaki Mubarok, S.T., M.T., memaparkan tentang kesiapan insinyur metalurgi dan material untuk turut serta membantu kebijakan hilirisasi. “Kompetensi mahasiswa sebagai calon insinyur harus disiapkan dari sekarang sebelum memasuki dunia kerja. Kompetensi tersebut meliputi knowledge, skill, dan attitude. Beberapa parameter dari International Engineering Aliance (IEA) Graduate Atribute yaitu kemampuan lulusan yang memiliki kemampuan dasar di bidang enjiniring, analisis dan pemecahan masalah, penguasaan teknologi, peduli lingkungan, beretika, dapat mengomunikasikan sesuatu, serta kemauan untuk terus belajar seumur hidup,” ungkapnya.

Reporter: Billy Akbar Prabowo (Teknik Metalurgi, 2016)