Mengisi SG KU-4078, Prof. Rhenald Kasali Sampaikan Gagasan Perubahan di Era Dobel Disrupsi
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Perubahan yang tengah terjadi di era disrupsi bersifat seperti sekuens yang saling mempengaruhi antarsektor, misalnya pada sains dan gaya hidup masyarakat. Hal tersebut disampaikan Prof. Rhenald Kasali, Ph.D., Guru Besar Ilmu Manajemen FEB Universitas Indonesia, dalam kuliah umum Studium Generale KU-4078 pada Rabu (22/9/2021).
Melalui gelar wicara berjudul “Gelombang Perubahan di Era Dobel Disrupsi” itu, ia juga membagikan pandangannya mengenai pentingnya bersikap relevan dalam menanggapi perkembangan zaman.
Diselenggarakan melalui Zoom dan live Youtube, Prof. Rhenald menyampaikan bahwa lingkungan dan masyarakat global akan terus berubah, terutama pada aspek populasi dan teknologinya. Berubahnya kedua aspek tersebut menghasilkan apa yang sekarang dikenal dengan konsep World 0.0 hingga 4.0. Di masa depan, kenaikan populasi dunia yang pesat akan mendorong kecerdasan buatan dan teknologi artifisial untuk mendominasi banyak hal. Meskipun demikian, ia mengingatkan akan bahaya-bahaya yang ada di baliknya, seperti berkurangnya sumber daya manusia dan pemanasan global.
Disrupsi sendiri yaitu inovasi yang mengakibatkan kebiasaan-kebiasaan lama menjadi usang. “Padahal tugas kita sebagai manusia adalah untuk menjadikan hal tersebut relevan. Oleh karena itu diperlukan pembaruan kebiasaan sesuai kondisi zaman,” ujarnya.
Lebih lanjut, kondisi pandemi melahirkan sebuah istilah baru yang disebut “dobel disrupsi”. Kondisi tersebut dapat terjadi karena adanya keusangan teknologi digital, seperti pada aspek kecepatan dan efisiensi, yang secara tiba-tiba tidak dapat disangkal. Menurut Prof. Rhenald, kunci dari dobel disrupsi adalah adanya lebih banyak teknologi efisien untuk menjawab ekspektasi-ekspektasi baru yang dimiliki konsumen.
Kemunculan telemedicine, misalnya, merupakan solusi dari kebiasaan baru sosial distancing pada kondisi pandemi. Dokter-dokter Indonesia yang dahulu enggan memberikan resep tanpa bertatap muka pun terpaksa untuk beradaptasi dengan teknologi tersebut.
Meskipun demikian, seperti efek kartu domino, berlangsungnya era dobel disrupsi akan lambat laun menghasilkan tren yang baru. “Kita hidup dengan teknologi yang telah lebih berkembang tetapi masalahnya, sumber daya manusia juga akan berkurang,” terangnya. Terjadinya otomasi akan menyebabkan perubahan pada masa depan dunia kerja Indonesia. Berdasarkan riset, sebanyak 23 juta masyarakat Indonesia akan tergantikan oleh mesin. Salah satu contoh yang telah terjadi adalah adanya chat bot yang dapat melayani konsumen melalui obrolan digital.
Menanggapi masalah tersebut, Prof. Rhenald beranggapan bahwa masyarakat Indonesia tidak boleh menutup diri dengan perkembangan teknologi agar tidak terseret arus begitu saja. Menurutnya, inisiatif dan komitmen untuk meraih peluang juga berperan penting dalam menentukan terciptanya lapangan-lapangan pekerjaan baru di masa depan. Lulusan University of Illinois itu juga menyampaikan beberapa sektor yang akan bersinar di era dobel disrupsi ini, contohnya bioteknologi, cyber security, dan logistik.
Selain membahas era dobel disrupsi, Prof. Rhenaldi juga turut menyinggung gagasan Peter Diamandis mengenai era abundance. Gagasan tersebut mengacu pada ungkapan Gordon Moore yang mengatakan bahwa jumlah transistor pada Integrated Circuits (IC) akan berlipat ganda setiap tahun, sehingga menghasilkan kurva eksponensial.
Perkataan tersebut mengakibatkan pola pikir Peter bahwa teknologi akan memudahkan dan memurahkan kehidupan manusia sehingga menyebabkan adanya perubahan-perubahan tak terduga. Menurut pendapatnya, teknologi akan meningkatkan jumlah penduduk sekaligus menurunkan harga pangan dan energi. Akibatnya, 9 miliar penduduk global di masa depan tidak akan berkekurangan karena memiliki akses yang baik pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar mereka.
Prof. Rhenald menyampaikan bahwa era dobel disrupsi dan abundance membuktikan bahwa manusia merupakan makhluk yang adaptif dan resilien saat menghadapi keterbatasan. Teknologi yang terus berkembang merupakan contoh konkret adanya usaha untuk menyelesaikan sebuah kesulitan. Akan tetapi, ia juga mengingatkan akan adanya bahaya kerusakan ekosistem alam yang juga mungkin terjadi di masa depan akibat sikap eksploitatif manusia.
Menutup gelar wicara, Prof. Rhenald berpesan kepada generasi muda untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan di masa depan. Ia menyampaikan bahwa sekarang, mulai banyak orang berpendidikan tinggi yang belum tentu dapat bekerja. Supaya dapat bertahan, kita pun harus bisa memegang kendali dan menjadi seorang pemimpin, mulai dari diri sendiri. “Buatlah pilihan untuk menjadi seorang pemimpin, perkembangan teknologi itu berlangsung begitu pesat dan kalian harus bisa menggunakannya dengan aktif dan bijak,” pungkasnya.
Reporter: Sekar Dianwidi Bisowarno (Rekayasa hayati, 2019)