Menilik Lebih Jauh Perilaku Pro Lingkungan dan Dukungan Media
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Peran media sangat penting bagi akademisi demi tersampaikannya informasi yang benar, tepat, dan akurat kepada masyarakat. Apalagi, banyak informasi yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, seperti informasi mengenai pengelolaan persampahan dan perilaku berkendara.
Pada Kamis (15/2/2021), Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah (KK PUL) Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (FTSL ITB) mengadakan webinar bertajuk “Perilaku Pro Lingkungan dan Dukungan Penyebaran oleh Media” dalam rangkaian acara “Webinar Series KK PUL dalam Upaya Meningkatkan Hubungan Pentahelix (ABCGM)”. Webinar Kamis sore ini diisi oleh tiga pembicara, yaitu Dr. Benno Rahardyan, S.T., M.T., Dr. Adyati Pradini Yudison S.T., M.T., dan Donny Iqbal, S.Sos, dipandu oleh moderator Emenda Sembiring S.T., M.T., M.Eng.Sc., Ph.D.
Perilaku dalam Pengelolaan Persampahan
Dosen Teknik Lingkungan Dr. Benno Rahardyan mengatakan, terdapat tiga syarat dalam mewujudkan sustainable solid waste management, yaitu ramah bagi lingkungan, feasible secara ekonomi, serta dapat diterima oleh masyarakat. Waste management di bidang pengelolaan sampah, menurutnya, kini bukan lagi masalah engineering, melainkan masalah sosial.
“Masyarakat erat kaitannya dalam pengelolaan persampahan sehingga pengelolaan tersebut idealnya melibatkan masyarakat,” ujarnya. Satu-satunya bentuk kesediaan yang tinggi adalah kesediaan masyarakat dalam membiayai pengelolaan persampahan. “Willingness to pay masyarakat masih bisa ditingkatkan,” ujar Benno.
Paparan pertama tersebut ditutup Benno dengan empat poin kesimpulan, yaitu (a) pentingnya evaluasi aspek sosial bagi pengelolaan persampahan, (b) perlunya pemahaman lebih dalam mengenai perilaku masyarakat, (c) perlunya mencari pendekatan rekayasa sosial yang tepat, dan (d) perlunya pengembangan jejaring kelembagaan penguatan perilaku masyarakat.
Pengaruh Perilaku Berkendara terhadap Emisi yang Dihasilkan
Adyati Pradini melanjutkan paparan dengan menjelaskan hasil penelitiannya mengenai emisi kendaraan bermotor. Terdapat dua jenis emisi: emisi hasil pembakaran sempurna dan emisi hasil pembakaran tidak sempurna. Semakin tidak sempurna pembakaran, semakin buruk dampak yang dihasilkan.
Dia menjelaskan, dampak emisi berpengaruh bagi lingkungan dan kesehatan. Untuk lingkungan, emisi dapat memicu pemanasan global dan SMOG fotokomia, serta menghasilkan debu yang menyebabkan jarak pandang terbatas. Sementara untuk kesehatan, emisi dapat menyebabkan iritasi dan ISPA karena zatnya yang bersifat karsinogenik. Karena populasi kendaran bermotor terus, dampak yang dihasilkan bisa terus memburuk. “Masyarakat perlu berperan untuk mengurangi emisi kendaraan melalui perlakuan pada kendaraan dan perilaku mengemudi,” ujar Adyati.
Perlakuan pada kendaraan di antaranya adalah perawatan berkala, pengangkutan beban yang tidak berlebihan, dan pemilihan bahan bakar yang tepat. Sementara itu, perilaku mengemudi yang diimbau salah satunya adalah berkendara dengan kecepatan maksimal yang mungkin di rute yang paling lancar.
Mengenalkan Konsep Jurnalisme Lambat
Apa itu jurnalisme lambat atau slow journalism? Narasumber wartawan lingkungan di Mongabay.com, Donny Iqbal mengenalkan konsep tersebut. Ia menyampaikan topik “Memetik Makna dari Jurnalisme Perlahan”.
Donny membuka paparannya dengan kutipan perkataan Pemimpin Redaksi Majalah National Geographic Susan Goldberg yang gusar karena cepatnya arus informasi menurunkan kualitas jurnalisme. Berangkat dari hal tersebut, muncullah slow journalism yang diimpikan sebagai masa depan jurnalisme.
Melalui slow journalism, terdapat harapan agar jurnalis, media, atau berita kembali memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi, bukannya berorientasi semata pada keuntungan. Jika hanya berbasis profit yang dibangun di atas sensasi, jurnalisme bukan lagi kiblat dan pelopor dalam memperbaiki bahasa Indonesia, melainkan menjadi bagian dari polusi bahasa di tengah disrupsi budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Padahal, atasan dan majikan para wartawan adalah publik. Jika tulisan yang disajikan salah, publik dalam bahaya. Wartawan dalam menggeluti jurnalisme juga mesti netral dan independen. “Dua hal tersebut adalah dua hal yang berbeda,” kata Donny.
Ia menegaskan, jika wartawan netral berarti tidak berpihak kepada siapapun, dan apabila dia independen berarti bebas dari kepentingan apapun kecuali kebenaran. Dengan sifat-sifat seperti itu, tentu jurnalisme dan media adalah penyambung yang paling tepat antara akademisi dan masyarakat demi mencapai salah satu tujuan bangsa, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Reporter: Zahra Annisa Fitri (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019)