Diskusi Kebangsaan Asik: Mengkaji Masalah Pendidikan di Indonesia
Oleh Shinta Michiko Puteri
Editor Shinta Michiko Puteri
Tema ini dipilih mengingat urgensinya bagi mahasiswa terkait dengan Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU PT) yang kabar terakhirnya akan segera disahkan pada Bulan Januari mendatang. Pembicara yang diundang, yaitu (1) Perwakilan dari Majalah Ganesha - Kelompok Studi, Sejarah, Ekonomi, dan Politik (MG-KSSEP) ITB; (2) Ramadhani Pratama Guna (Teknik Industri 2009) selaku Menteri Koordinator Eksternal KM - ITB; dan (3) Dan Satriana perwakilan dari Lembaga Advokasi Pendidikan.
Â
Problematika Pendidikan di Indonesia dari Kacamata Pengamat Pendidikan
Menurut Dan Satriana, pendidikan seperti cangkang telur yang terdiri dari tiga kulit. Cangkangnya merupakan sarana dan prasarana. Kulit yang kedua merupakan akses pendidikan, sedangkan kulit yang paling dalam adalah kurikulum yang seharusnya dapat beradaptasi. Masalah pendidikan di Indonesia terjadi dari cangkang hingga kulit yang paling dalam.
"Liberalisasi pendidikan di Indonesia jauh melebihi negara-negara yang mengaku menganut sistem liberal sekalipun. Liberalisasi itu akan membuat Anda dicetak sebagai pekerja tanpa Anda peduli apa potensi Anda yang sebenarnya," tekan Dan yang berpendapat bahwa masalah yang paling penting adalah telah terjadinya liberalisasi pendidikan yang hebat di Indonesia.
Masalah yang serupa juga diungkapkan oleh Tizar Bijaksana (Perencanaan Wilayah dan Kota 2007). "Kalau di negara lain, saat SD, SMP, dan SMA, digunakan untuk membangun karakter untuk menjadi warga negara yang baik. Sedangkan di Indonesia tidak."
Â
Peran Mahasiswa dalam Mencerdaskan Bangsa
Berbeda sudut pandang dengan Dan Satriana, para mahasiswa yang tampil untuk mengemukakan pikirannya dalam diskusi kali ini lebih menyorot kepada kesalahan konstitusi, khususnya RUU PT. Menurut Ramadhani, RUU PT masih belum bisa menjamin akses yang mudah bagi rakyat Indonesia untuk dapat mengenyam bangku Perguruan tinggi.
"Kita masih punya waktu dua bulan lagi untuk mengusahakan dan merekayasa agar RUU PT itu bisa sesuai dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945, sehingga dapat meminimalisir dampak-dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari pengesahan RUU PT dan undang-undang yang lain," kata Ramadhani.
Dengan mengkaji dalam diskusi seperti ini, KM ITB berharap bahwa mahasiswa bisa memiliki peran lebih dalam berkontribusi merencanakan kebijakan-kebijakan pusat. "Harapan kami, khususnya dari Kementerian Kajian Strategis KM ITB, dengan mengadakan diskusi-diskusi seperti ini, mahasiswa dapat berpartisipisasi terhadap pembuatan kebijakan dan mengawal kebijakan-kebijakan tersebut sebelum akhirnya nanti disahkan."