Menilik Perjuangan Inkubator Tim Jinjing dalam Pimnas 2017
Oleh Fauziah Maulani
Editor Fauziah Maulani
BANDUNG,itb.ac.id – Inkubator jinjing, sebuah inovasi karya mahasiswa ITB berupa inkubator untuk menggendong bayi dalam keadaan darurat atau bencana yang dilengkapi dengan penghangat dan penyaring udara dengan sumber energi dari parafin. Inovasi ini berhasil memperoleh medali perak dalam kategori Poster Terbaik Program Kreativitas Mahasiswa – Bidang Karya Cipta (PKM-KC 4) Pekan Ilmiah Nasional (Pimnas) yang diselenggarakan pada Rabu-Senin (23-28/08/17) di Universitas Muslim Indonesia, Makassar. Dalam meraih pencapaian tersebut, tentunya banyak pengalaman dan perjuangan yang telah dilewati.
Perjalanan Menuju Pimnas
Dari tahap awal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yaitu pengumpulan proposal, tim yang beranggotakan Amanda Putri (Teknik Fisika 2014), Amin Yahya (Teknik Fisika 2014), Ismail Faruqi (Teknik Fisika 2014), Isra Ramadhani (Teknik Kimia 2014), dan Dzatia Muti (Desain Produk 2014) menemui banyak dosen untuk menyampaikan gagasan yang dimiliki secara intens selama dua minggu. Kabar baiknya, ide yang mereka usulkan melalui PKM Karya Cipta (PKM-KC) tersebut lolos ke tahap selanjutnya yaitu monitoring evaluasi (monev). Meskipun saat monev internal tiba menghadapi hambatan, namun akhirnya produk selesai ketika monev eksternal.
Produk yang awalnya ditujukkan untuk rumah tangga ini kemudian diperuntukan untuk tim SAR mengingat tim SAR lebih membutuhkan dan sesuai. Kemudian, mereka juga meminta banyak masukan kepada dosen-dosen yang paham soal PKM dan kaka tingkat yang sudah lolos pimnas sebelumnya ketika mempresentasikan inkubator jinjing ini. Bahkan, mereka juga meminta testimoni kepada Gubernur dan mendapatkan respon positif. "Setelah monev terakhir, kami melakukan penyempurnaan produk yaitu dengan penambahan fiber agar desain lebih kokoh serta bisa menahan benturan dan juga terdapat material glow in the dark fluoresence dibagian luarnya sehingga ketika digunakan Tim SAR dalam kondisi gelap posisinya dapat dideliberasi," ungkap Amanda.
Kesulitan Bukanlah Penghalang
Kesulitan yang dihadapi tidaklah hanya dari satu sisi, melainkan begitu banyak kesulitan untuk membuat inovasi terwujud. Menurut Dzatia, karena targetnya berupa bayi, maka uji coba produk tidaklah mudah, kemudian dari segi ukuran bayi yang berbeda-beda sehingga penentuan ergonomi inkubator jinjing yang ideal bagi bayi sulit, ditambah lagi gerakan bayi yang sangat terbatas juga menjadi kesulitan tersendiri. Akhirnya, dipilihlah ukuran standar dan tentunya mengutamakan keamanan bayi. Tidak berhenti disitu, kesulitan lainnya ternyata bayi berusia 0-4 bulan harus digendong secara horizontal dan intinya berbeda untuk tiap rentang usia bayi. Warna bahan sendiri pada awalnya dipilih merah karena keadaan darurat, meskipun melihat stok di pasaran dominan warna lain. Warna biru tua dirasa akan menyulitkan evakuasi dimalam hari karena gelap. Warna orange dipilih karena sifatnya yang apabila terkena cahaya akan memberi nyala terang.
Kesulitan selanjutnya ialah dalam alat-alat yaitu mendapatkan pompa udara yang sesuai. Pompa yang diinginkan ialah pompa yang tidak terlalu berat, udara tidak kebanyakan dan juga tidak terlalu minim. Inkubator jinjing juga terdiri dari filter yang bisa menjaga bayi dari partikel, bakteri, dan bahkan virus tertentu. Karena alat dipasaran tidak ada yang sesuai, maka dirangkailah alat tersebut sendiri. Selain itu, karena pemanas yang digunakan ialah paraffin dan yang digunakan adalah rantai karbon C30-C33 dengan suhu titik leleh 43-47 derajat selsius sedangkan yang dibutuhkan pada suhu bayi yaitu 37 derajat selsius, namun dipasaran tidak ada sehingga harus dibuat sendiri pula. Dalam mencari vendor penjahit dan bahan pun sulit, karena rata-rata penjahit yang ditemui tidak memahami pola jahit inkubator jinjing yang diberikan.
Hal yang tersulit ialah ketika pengujian, karena pengujian inkubator jinjing harus dilakukan saat bencana alam sedangkan bencana alam tidak bisa dicari. Tepatnya, saat itu terjadi bencana di Garut, maka kami langsung melakukan pengujian disana. Datanglah lagi kesulitan lainnya, yaitu mengenai keamanan karena ketika resletting telah dipasang, ibu dari bayi masih khawatir akan keamanan bayinya. Namun, pada akhirnya mereka juga dapat membuktikan keamanan inkubator jinjing ini.
Kesulitan dalam pengerjaan juga dikarenakan semua anggota merupakan mahasiswa tingkat 3 dan harus melaksanakan Kerja Praktek (KP), maka sulit mengatur jadwal untuk menyelesaikan produk ditambah tempat KP yang berbeda kota. Setelah PKM selesai, bukan berarti pengembangan produk juga selesai. Sebagai tindak lanjutnya, akan dilakukan pengembangan dari Inkubator Jinjing dan sekarang dalam proses pengajuan hak paten melalui LPIK ITB dan menunggu sekitar 5 tahun. Hal terpenting bagi produk ini adalah dibutuhkannya standardisasi resmi dari Badan Kesehatan. Lalu, setelah itu akan diproduksi massal agar bisa disebar dan digunakan.
Berkarya dan Berkolaborasilah
Menurut Dzatia, karena ITB terdiri dari teknologi, seni, dan sains maka alangkah lebih baiknya jika semua elemen dapat berkolaborasi karena dengan itu produk yang dihasilkan akan lebih baik dan semangat berkarya harus terus ditingkatkan agar tidak tertinggal. Ketika berkolaborasi, ilmu yang dibutuhkan dibidangnya akan lebih dalam dan lebih terasa terutama dalam menyelesaikan permasalahan di Indonesia.
"Sejak ikut PKM, aku banyak belajar dan kerjasama timnya lebih kerasa walaupun chaos tapi berbeda antara chaos akademik dan chaos ngerjain PKM, bersyukur sih akhirnya bisa ikut PKM," ungkap Isra. Lain halnya yang dirasakan oleh Mail, menurutnya, "Ketika akselerasi usaha ditambah do'a dan mau usaha walaupun startnya dari bawah itu pasti bisa, apalagi ketika diberi kesempatan terus-menerus." Prestasi yang diperoleh dengan penuh perjuangan ini memberikan kesan tersendiri bagi tim Inkubator Jinjing. "Gak semua orang ada niat untuk membenahi hal remeh, bangun aja semangatnya dan tularkan semangat yang kita miliki," tutur Amanda sebagai penutup.
Sumber dokumentasi : Dzatia Muti