Nonton dan Diskusi Film Bersama LFM: Experimental...
Oleh asni jatiningasih
Editor asni jatiningasih
Bandung, itb.ac.id - Komentar tersebut disampaikan Handy (FSRD’07), salah seorang peserta acara nonton dan diskusi film bersama Liga Film Mahasiswa (LFM) ITB tanggal 17,18,19 Januari kemarin. Bertempat di ‘bioskop kampus’ ruang 9009, film-film yang ditampilkan mengangkat kisah anggota band populer seperti Pink ‘Pink Floyd’, Kurt Cobain ‘Nirvana’, dan Sid Vicious ‘The Sex Pistols’.
Hari pertama, The Wall, film karya sutradara Alan Parker mengisahkan tentang perjalanan hidup sang vokalis, Pink, yang menutup diri dari dunia luar setelah banyak kisah pahit menimpa dirinya. Film ini menggabungkan unsur relationship, drug abuse, sex, childhood, World War II dan fasisme yang diolah menjadi live action dan animasi lirik yang menarik.
Last Days, film yang ditulis dan disutradarai Gus Vant Sant, menjadi tontonan menarik di hari kedua. Film ini menceritakan tentang hari-hari terakhir Kurt Cobain yang diperankan tokoh fiksi Blake. Blake yang ketergantungan obat terhimpit oleh popularitas, tuntutan profesional, dan perasaan terisolasi. Banyak orang mencari Blake -teman, perusahaan rekaman, manager, detektif pribadi- tetapi ia tidak mau keberadaannya ditemukan. Ia lebih memilih menghabiskan hari-hari terakhirnya sendirian. Ia bahkan menghindari orang-orang yang tinggal satu rumah dengannya yang hanya mendatanginya jika mereka menginginkan sesuatu. Kendatipun dalam masa krisis, ia sempat memainkan sebuah lagu baru yang fantastis.
Usai pemutaran, penonton dilibatkan dalam sebuah diskusi membahas film-film tersebut. Film “The Real Sid and Nancy” menjadi film penutup rangkaian acara nonton dan diskusi bersama LFM ITB. Dibandingkan film-film sebelumnya, film yang terinspirasi Sid Vicious –bassist band punk The Sex Pistols- ini kurang mendapat respon positif dari penonton. Sebagian menganggap film ini terlalu menyorot aktivitas penggunaan drugs. Pendapat lainnya film ini seperti film Romeo dan Juliet versi punk.
Terkait masalah apresiasi film, Angga mengatakan bahwa untuk mengapresiasi sebuah karya film tidak perlu keahlian tertentu, cukup dengan memberi komentar. Ditambahkan pula bahwa untuk mengerti sebuah karya film dibutuhkan kombinasi dari semua aspek (musik, cara pengambilan gambar, ekspresi emosi, latar belakang, dll) tidak hanya dari tampilan visualnya saja.