Obituari: Prof. Ahmad Noe'man
Oleh Cintya Nursyifa
Editor Cintya Nursyifa
Totalitas dalam Mengembangkan Kapasitas
Prof. Ahmad Noe'an dilahirkan di Garut tahun 1924 dari lingkungan keluarga pendiri Muhammadiyah Garut yang turut andil dalam pembangunan sarana pendidikan seperti sekolah, asrama hingga masjid. Dari latar belakang tersebut, arsitektur menjadi hal yang tak asing lagi. Sejalan dengan cita-cita Noe'man menjadi Arsitek, tahun 1948 meneruskan pendidikan ke Universitas Indonesia di Bandung (kini ITB). Saat itu belum tersedia departemen keilmuan arsitektur yang diinginkan sehingga beliau memutuskan untuk melanjutkan studi di jurusan bangunan Fakultas Teknik Sipil. Kemudian Noe'man sempat mengundurkan diri dari jurusan sebelumnya ketika mengetahui bahwa Universitas Indonesia (ITB) membuka jurusan arsitektur. Passion (minat) yang kuat mendorong beliau untuk terus memaksimalkan bakatnya di bidang arsitektur tersebut.
Prof. Noe'man mendapat kesempatan untuk melanjutkan S2 di Kentucky, Amerika Serikat, namun keinginan untuk berbakti pada negeri melalui kapasitas yang dimiliki sebagai arsitektur, membuat Noe'man memilih mengembangkan keilmuan arsitektur di negaranya sendiri dengan mengajar sebagai dosen di ITB dan membuka Biro Arsitektur Achman Noe'man (Birano). Sebelum menjadi dosen, beliau sempat menjadi asisten dosen. Pada periode itu pula, Noe'man mencetuskan ide pembangunan masjid di kawasan kampus ITB. Alasannya sederhana, saat itu para mahasiswa harus berjalan sejauh 2,5 kilometer untuk menuju masjid.
Selain menjadi arsitek, Noe'man memiliki keinginan yang tinggi dalam mengembangkan kapasitasnya. Sejak bersekolah di Sekolah Menengah Atas Republik yaitu ketika Indonesia mulai memasuki zaman revolusi, Noe'man bergabung dengan Divisi Siliwangi dan hijrah ke Jakarta dan mengemban tugas. Beliau memiliki andil dalam perjuaangan kemerdekaan terutama pada masa penyerahan kekuasaan dari Belanda terhadap TNI. Pencapaian di bidang kemiliteran beliau adalah diperolehnya pangkat Letnan Dua dan aktif berkarir militer hingga tahun 1953.
Menebar Karya Hingga Pelosok Dunia
Dedikasi ilmu dan waktu dalam hidupnya dalam mendisain masjid di Indonesia dan mancanegara telah dirasakan banyak orang. Tak dapat dipungkiri bahwa Noe'man-lah yang mempelopori bangunan masjid tanpa kubah, salah satunya Masjid Salman ITB. Ia juga merupakan salah satu pendiri Ikatan Arsitek Indonesia. Selepas merancang Masjid Salman ITB, Noe'man mulai aktif merancang arsitek berbagai masjid di Indonesia lainnya, bahkan di dunia. Sejak saat itu, karya rancangan arsitektur masjid khas Noe'man tersebar di berbagai daerah seperti Aceh, Bontang, dan Ujung Pandang. Tercatat Masjid Raya Pati, Masjid Taman Ismail Marzuki Jakarta, Masjid Al-Ghifari IPB Bogor, Masjid PT Pupuk Kujang, Masjid Al-Furqan UPI Bandung, dan Masjid Komplek Perumahan Pramuka Cibubur Jakarta merupakan beberapa buah karya No'eman. Karya Noe'man lainnya adalah Masjid Attin yang dibangun untuk mengenang Tien Soeharto dan Masjid Al-Markaz al-Islami di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan.
Di luar negeri, Noe'man tercatat juga sebagai perancang mimbar Masjid Al Aqsa di Palestina pada 1993 hingga 1994. Dia juga perancang Masjid Syekh Yusuf di Cape Town, Afrika Selatan. Prestasinya yang sangat gemilang, mengantarkan Noe'man menjadi anggota Dewan Kurator ketika Bayt Alquran dan Museum Istiqlal TMII Jakarta didirikan. Tak hanya itu saja, beliau pun pernah menerima penghargaan sebagai penulis Khat Kufi dari Istanbul, Turki. Karya lainnya adalah Masjid Muhammad Suharto di Sarajevo Bosnia, karya monumental persembahan dari bangsa Indonesia yang cukup menjadi sorotan dunia kala itu (dilansir dari salmanitb.com). Berbagai pencapaian Noe'man adalah inspirasi yang sepatutnya menjadi teladan. Berkontribusi melalui kapasitas pribadi dengan dedikasi tinggi bagi Indonesia dan dunia.