Obituari: Prof. Dr. Oei Ban Liang, Sang Perintis Bioteknologi Indonesia

Oleh Christanto

Editor Christanto

BANDUNG, itb.ac.id - Iringan melodi duka bergema di seisi Aula Barat ITB pada Senin (22/11/10) mengiringi pelepasan jenazah salah satu putra terbaiknya yaitu Prof. Dr. Oei Ban Liang. Guru Besar Kimia ITB sekaligus perintis bioteknologi di Indonesia itu meninggal dunia pada Jumat (19/11/10) pada pukul 21.00 WIB di kediaman beliau di Jalan Sumur Bandung, nomor 6, Bandung.
Prof. Oei merintis pendidikan tingginya di Kimia ITB pada tahun 1957. Setelah lulus dari ITB, beliau melanjutkan pendidikannya di University of Kentucky, dan memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia organik pada tahun 1963. Beliau kemudian menjadi staf akademik di Kimia ITB dan memperoleh jabatan guru besar pada tahun 1972 di usianya yang ke-42. Pengabdiannya pada institusi ITB dan bangsa berlanjut hingga tahun 2000 hingga beliau memasuki masa pensiunnya.

Beliau adalah pemimpin akademik yang mempunyai pengetahuan, pemikiran dan pengaruh besar dalam memecahkan berbagai masalah yang beragam. Selama hidupnya, beliau telah menghasilkan lebih dari 40 orang doktor dalam bidang kimia, farmasi dan bioteknologi, dan lebih dari 100 sarjana dan magister di bawah bimbingannya. Salah satu prestasi akademiknya adalah perolehan 1 paten dari Amerika Serikat untuk obat anti inflamasi (Rheumacur) pada tahun 1992.

Sang Guru Humanis

Menurut Rektor ITB, Prof. Dr. Akhmaloka, semasa bertugas di ITB, almarhum Prof. Oei merupakan seorang dosen yang sangat berdedikasi dan bersemangat untuk belajar. Sosok beliau yang dikenal ramah, ceria, dan pandai bergaul ini membuat beliau dapat dengan mudah membina hubungan baik dengan sejawatnya. "Beliau sangat ramah dan baik. Kami merasakan bagaimana sifat kebapakan beliau pada saat beliau berinteraksi dengan kami," ungkapnya.

Prof. Dr. Djulia Onggo yang dulu pernah menjadi mahasiswa didik beliau juga memiliki pemikiran yang sepaham dengan Prof. Akhmaloka. "Pak Oei luar biasa sekali. Beliau pandai bergaul dan memberikan banyak inspirasi dan motivasi kepada kami, khususnya generasi muda," ungkapnya. "Ketika mengajar, beliau selalu menyampaikan intisari ilmunya dengan sangat baik. Beliau juga senang mengajak kami yang muda-muda untuk bekerja dalam tim," tambah Prof. Djulia.

Dalam benaknya, Prof. Djulia begitu terkesan ketika peristiwa yang terjadi pada tahun 1974 ketika Gedung Kimia ITB terbakar. "Ketika banyak orang merasa bersedih, justru Pak Oei memiliki pemikiran ke depan yang sangat maju dan luar biasa hingga mampu mengatasi peristiwa tersebut," kenangnya.

Pria kelahiran kota Blitar, 31 Agustus 1930 ini, meninggalkan istrinya, Dr. Ari Rudiretna beserta segenap sanak keluarga almarhum, pada usianya yang telah menginjak 80 tahun. Acara pelepasan diisi dengan pemberian ungkapan belasungkawa dari segenap kalangan pimpinan dan keluarga besar ITB kepada keluarga almarhum, untuk selanjutnya akan diberangkatkan untuk kremasi di Krematorium Cikadut.

"Segenap pimpinan institut dan keluarga besar ITB mengucapkan selamat jalan, Prof. Oei Ban Liang. Semangat dan cita-citamu tetap bersama kami, dan akan kami lanjutkan untuk memajukan institusi dan bangsa ini."