Orasi Ilmiah Prof. Agus Jatnika Effendi: Teknologi Remediasi untuk Pemulihan Kualitas Tanah

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id–Forum Guru Besar ITB kembali menyelenggarakan Orasi Ilmiah Guru Besar di Aula Barat ITB pada Sabtu (18/3/2023). Salah satu guru besar yang memaparkan hasil studinya adalah Prof. Ir. Agus Jatnika Effendi, Ph.D., dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL).

Dengan topik orasi ilmiah bertajuk “Teknologi Remediasi: Rekayasa Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup untuk Pencapaian Target Pembangunan yang Berkelanjutan”, Prof. Agus menjelaskan degradasi lingkungan global yang terjadi saat ini adalah akibat dari tingginya tekanan permintaan pangan dan sistem industri seiring dengan meningkatnya populasi penduduk dunia. FAO menyatakan sekitar 33% tanah terdegradasi, dan sumber utama pencemaran tanah ini dapat dijejak ke kegiatan industri, pertambangan, pengolahan limbah, pertanian, ekstraksi serta pengoalah dan pemanfaatan bahan bakar fosil.

Dijelaskan Prof. Agus, remediasi lingkungan adalah tindakan pengobatan kuratif untuk pemulihan lingkungan sehingga kualitas lingkungan membaik. Sesuai dengan amanat yang tercantum dalam UU Lingkungan Hidup Republik Indonesia 32/2009, upaya tersebut dapat mencapai beberapa SDGs seperti tidak ada kelaparan, persediaan air bersih dan sanitasi yang memadai, serta aksi konsumsi dan produksi yang bertanggungjawab. Pendekatan rekayasa ini dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu immobilisasi, ekstraksi, dan destruksi polutan dalam tanah atau air tanah.

Menurut Prof. Agus Jatnika, praktik remediasi lingkungan terbaik saat ini adalah dengan bioremediasi, di mana proses biologi dan aplikasi bioteknologi lingkungan dimanfaatkan untuk mengoptimisasi kontak antara mikroorganisme dengan pencemar sebagai sumber energi atau karbon mereka. Ada pun tiga faktor penting dalam proses bioremediasi yaitu ketersediaan substrat dan nutrien, pengiriman elektron akseptor yaitu oksigen, dan mikroorganisme yang terlibat.

Walaupun biaya operasinya lebih murah dibandingkan teknologi lain, bioremediasi memiliki keterbatasan dalam transfer masa, yaitu bagaimana oksigen disediakan. Untuk menanggulanginya, teknologi tersebut memiliki dua pendekatan dengan teknologi ex-situ (pencemar dan media dipindahkan) dan in-situ (pencemar dan media ditetapkan ditempat).

Keterbatasan berikutnya adalah bioavailabilitas atau ketersediaan secara biologi. Seiring waktu berjalan, jenis kontamin hadir di lingkungan semakin variatif dan persisten, dan akan lebih susah untuk mengolahnya. Faktor ini dapat diperbaiki dengan menambahkan substrat untuk mikroorganisme dan optimasi kemampuan mikroorganismenya sendiri.

Dalam upaya mengkaji kedua keterbatasan ini, Prof. Agus melakukan beberapa studi untuk mengurangi dampak kontaminan tanah, seperti pengaruh bioemulsifier dan katalis TiO2. Pendekatan teknologinya sendiri seperti penggunaan ultrasonik, ER (Elektrokinetic Remediation), soil washing, PTP (Pile Treatment Pad), ACEC (Air Cathode Electrokinetic Cell) juga dipelajari lebih lanjut untuk tidak hanay remediasi tetapi juga pemulihan lingkungan.

Menutup orasi ilmiahnya, Prof. Agus mengatakan bahwa tugas manusia sekarang adalah untuk mencari cara agar tanah menjadi baik agar ketahanan dan keamanan pangan terjamin meskipun manusia sendiri terus merusak lingkungan. “Sangat banyak lahan yang tercemar akibat berbagai pencemaran. Maka dari ini, ruang inovasi teknik remediasi masih sangat besar.”

Prof. Agus Jatnika adalah guru besar teknik lingkungan ITB. Dia melanjutkan studi di Cardiff University (Inggris) dan mendapatkan gelar S3 dari kampus tersebut. Selain menjabat sebagai Direktur Kampus ITB Jatinangor, saat ini ia juga aktif di berbagai riset mengenai perairan, menekuni aspek remediasi lingkungan, dan tergabung dalam Kelompok Keahlian Rekayasa Air dan Limbah Cair.

Reporter: Ruth Nathania (Teknik Lingkungan, 2019)