Orasi Ilmiah Prof. Makertihartha: Minyak dan Lemak Nabati Penyokong Kedaulatan Energi Nasional

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita

BANDUNG, itb.ac.id — Forum Guru Besar ITB kembali menggelar Orasi Ilmiah Guru Besar di Aula Barat ITB, Sabtu (16/9/2023). Pada kesempatan tersebut, tiga guru besar ITB dari tiga fakultas berbeda menyampaikan orasi ilmiah di bidangnya masing-masing. Salah satunya, Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Ngurah Makertihartha dari KK Teknologi Reaksi Kimia dan Katalis FTI ITB yang membawakan orasi ilmiah berjudul “Bahan Bakar Nabati untuk Kedaulatan Energi Nasional”.

Lahir pada 15 Januari tahun 1964, Prof. Makertihartha memperoleh gelar sarjana di bidang Teknik Kimia pada tahun 1988. Beliau kemudian melanjutkan studi doktoral pada bidang yang sama di Universiteit Geint, Belgia, hingga akhirnya lulus dari Program Profesional Insinyur Teknik Kimia ITB pada tahun 2019. Pria yang menggemari jazz dan kopi ini aktif menjadi staf akademik Teknik Kimia ITB sejak tahun 1988 hingga sekarang. Bidang penelitian yang kerap beliau geluti adalah teknologi reaksi kimia dan teknologi proses produksi bahan bakar nabati. Dari kedua bidang tersebut, Prof. Makertihartha berhasil menerbitkan 2 buku, 69 makalah dalam bentuk jurnal/prosiding nasional hingga internasional, serta 4 paten nasional.

Mengawali orasinya, Prof. Makertihartha mengungkapkan bahwa bahan bakar fosil, khususnya minyak bumi dan turunannya hingga kini masih mendominasi penggunaan energi dunia. Tren ini diprediksi akan terus berlanjut setidaknya hingga 30 tahun ke depan. Pada tahun 2020, Energi Baru dan Terbarukan (EBT) hanya mampu menyumbang 10% dari total konsumsi energi dunia, dan diprediksi akan mencapai 50 persen pada tahun 2050. Merespons hal ini, Indonesia sebagai salah satu negara pengimpor bahan bakar fosil terbesar di dunia perlu menerapkan langkah-langkah progresif dalam pengembangan EBT untuk menjaga ketahanan dan kedaulatan energi nasional.

Target tersebut bukan merupakan hal yang mustahil mengingat Indonesia adalah produsen minyak nabati terbesar di dunia. Fakta ini dibuktikan dengan capaian produksi minyak sawit dan minyak inti sawit yang secara berturut-turut mencapai 51,3 juta ton dan 4,441 juta ton pada tahun 2022. Hal ini, menurut Prof. Makertihartha, menunjukkan potensi dan kapasitas Indonesia untuk melakukan substitusi bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang bersumber dari minyak dan lemak nabati.

“Memanfaatkan sumber daya minyak nabati akan memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional,” ujarnya.

Di ITB sendiri terdapat dua aspek pengembangan yang difokuskan dalam mengembangkan teknologi konversi bahan bakar nabati, yaitu pengembangan teknologi katalis dan pengembangan teknologi proses konversi. Dalam hal ini, Laboratorium Teknologi Reaksi Kimia dan Katalisis (Lab. TRKK) dan Pusat Rekayasa Katalisis (PRK) ITB telah menjalin kerja sama dengan berbagai institusi penelitian dan industri nasional untuk mengembangkan energi berbasis bahan nabati dari minyak sawit dan minyak inti sawit. Teknologi proses konversi minyak nabati menjadi bahan bakar nabati yang dikembangkan di ITB saat ini meliputi:

1. Pengembangan proses produksi biodiesel melalui proses trans-esterifikasi;

2. Proses produksi diesel biohidrokarbon dan avtur biohidrokarbon (bioavtur) melalui proses hidrodeoksigenasi maupun hidrodekarboksilasi;

3. Proses produksi campuran bahan bakar biohidrokarbon melalui proses hidrolisis, saponifikasi, dan dekarboksilasi;

4. Proses perengkahan minyak sawit menjadi bensin sawit.

Sementara itu, proses pengembangan katalis dimulai dari skala laboratorium sebelum akhirnya diproduksi dalam skala pilot maupun komersial. Sintesa katalis dimulai dari proses eksploratif di dalam laboratorium untuk mendapat katalis yang aktif berdasarkan uji karakteristik dan aktivitas. Jika hasil pengujian tidak sesuai dengan target, maka sintesa katalis akan diulang kembali dari proses formulasi ataupun perbaikan prosedur sintesa yang digunakan.

Pengembangan yang terus dilakukan hingga sekarang diharapkan mampu mendorong substitusi bahan bakar fosil menjadi bahan bakar nabati yang tidak hanya berasal dari kelapa sawit, namun juga berbagai jenis minyak dan lemak nabati. ITB sebagai pusat kepakaran dalam bidang IPTEK dan kerekayasaan dapat menjadi agen pengembangan di bidang energi baru dan terbarukan ini.

“Proses pengembangan yang telah dimulai dan sedang dilakukan ini pada gilirannya akan menjadi salah satu riak kecil dari gelombang besar perubahan global menuju pada bioekonomi yang berkelanjutan,” ujar Prof. Makertihartha di akhir orasinya.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota 2020)

Editor: M. Naufal Hafizh