Orasi Ilmiah Prof. Rahmana Emran Kartasasmita: Strategi Mengurangi Efek Samping dan Merugikan Obat Antiradang Bukan Steroid
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menyelenggarakan Orasi Ilmiah Guru Besar Sekolah Farmasi (SF) Prof. Dr. rer. Nat. apt. Rahmana Emran Kartasasmita, M.Si, Sabtu (29/11/2022). Acara diselenggarakan secara luring di Aula Barat ITB dan disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Institut Teknologi Bandung.
Prof. Rahmana berfokus di bidang Kimia Farmasi selama kurang lebih 30 tahun. Obat antiradang dia pilih sebagai topik pemaparannya. Pada orasinya, Prof. Rahmana mengangkat judul “Upaya Discovery Obat Antiradang Bukan Steroid (OABS) Yang Lebih Aman: Senyawa Hibrid No-OABS Sebagai Obat Antiradang Eksperimental Tipe Baru”.
Definisi Radang
Radang atau inflamasi adalah gejala yang hampir terjadi pada berbagai penyakit (patologis) yang membuat penderita tidak nyaman dan menurunnya kualitas hidup.
Gejala peradangan dibedakan menjadi lima yaitu Dolor (nyeri), Calor (kenaikan suhu), Rubor (pemerahan), Tumor (bengkak), dan Functio Laesa (berkurangnya fungsi).
Asal-usul OABS
Sejak dahulu manusia selalu berusaha untuk meredakan gejala-gejala radang. Hingga di tahun 1700-an ekstrak tanaman Spirea ulmaria L mulai digunakan untuk penurunan demam dan pereda nyeri dan terus berevolusi hingga tercipta nama dagang Obat Aspirin di tahun 1899 oleh Hoffman di Perusahaan Bayer.
Dilakukannya atau keberhasilan PT Bayer dalam menghasilkan aspirin ini tentu menginspirasi para peneliti lain untuk terus mengembangkan obat-obat OABS yang baru seperti Fenilbutazon, Indometasin, Ibuprofen. Sampai saat ini, Aspirin menjadi obat dengan produksi terbesar di seluruh dunia tidak kurang 5000 ton/ tahun atau setara dengan 100 miliar tablet sakit kepala. Namun, penggunaannya telah berubah yakni sebagai pengencer darah dengan dosis rendah (50-80 mg/hari).
Mekanisme Kerja OABS
Mekanisme kerja OABS yakni menghambat biosintesis prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan melalui penghambatan aktivitas katalitik enzim siklooksigenase (COX). Peranan prostaglandin di antaranya mediator penting pada timbulnya nyeri, demam, dan reaksi-reaksi peradangan; berperan pada proses-proses fisiologis normal dan pemeliharaan fungsi regulasi berbagai organ; dan efek protektif pada saluran cerna. Para peneliti terus berusaha untuk mengurangi efek samping dan merugikan OABS hingga tercipta dua strategi.
Pertama, enzim siklooksigenase (COX) terdapat dalam dua bentuk (isoform) yakni COX-1 (bersifat konstitutif) dan COX-2 (dapat diinduksi dan konstitutif). Lalu, penelitian lanjutan menjelaskan bahwa COX-2 merupakan enzim regulatoris yang berperan pada kondisi fisiologis maupun patofisiologis. Sehingga, berkembanglah strategi inhibitor COX-2 yang lebih selektif terhadap produksi prostaglandin dibandingkan OABS Klasik. Pada tahun 1999, obat mulai beredar dengan nama dagang Celebrex dan Vioxx. Namun, di tahun 2000 pada penggunaannya memiliki efek samping yang berat yakni gangguan kardiovaskular. Sehingga Food and Drug Administration di Amerika menarik obat ini dari peredarannya di seluruh dunia. Inovasi pun terus berlanjut.
Strategi kedua yakni dengan mensintesis senyawa hibrid OABS dengan donor NO (NO-OABS). Prof. Rahmana ikut terlibat dalam sintesis senyawa ini. NO merupakan radikal bebas yang secara endogen disintesis dari pengubahan asam amino L-arginin menjadi L-sitrulin yang dikatalisis oleh enzim NO sintase. NO berperan untuk meregulasi tekanan darah dan berbagai proses fisiologis maupun patofisiologis.
Prof. Rahmana menjelaskan bahwa senyawa nitrat ini juga memiliki toleransi. Hal ini berarti apabila pengguna sering mengonsumsi atau sedang diobati dengan NO, maka efektivitas dari NO akan semakin berkurang dari hari ke hari hingga mencapai ketidakefektifan lagi. Sehingga pengguna harus berhenti sejenak dari konsumsi nitrat lalu dapat diberi obat lagi beberapa hari. Hal ini karena terjadinya kejenuhan sistem reduksi endogen. Ide mengatasi hal ini dengan memasukan reduktor endogen tubuh yakni senyawa tiol yang digantikan oleh sistein sehingga mampu melepaskan NO dan bebas dari toleransi. Secara eksperimental pada hewan uji coba, kerja anti radang senyawa ini setara dengan OABS klasik, tetapi dengan toksisitas saluran cerna yang lebih ringan.
Pada lini masa drug discovery and development, saat ini senyawa hibrid NO-OABS masih dalam tahap pre-klinis. Senyawa hibrid NO-OABS berpotensi untuk terus dikembangkan menjadi obat antiradang dan antinyeri generasi baru yang lebih aman serta berpotensi untuk dikembangkan menjadi kelas baru obat anti kanker.
Reporter: Pravito Septadenova Dwi Ananta (Teknik Geologi, 2019)