Orasi Ilmiah Prof. Siti Nurul Khotimah: Biofisika untuk Pengembangan Elektrofisiologis pada Manusia
Oleh Iko Sutrisko Prakasa Lay -
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id - Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (FMIPA ITB), Prof. Dr. Dra. Siti Nurul Khotimah, M.Sc., menyampaikan orasi ilmiah berjudul "Biofisika untuk Pengembangan Elektrofisiologis pada Manusia", di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha, Sabtu (22/6/2024). Orasi ilmiah ini menyoroti interaksi antara fisika dan biologi yang dimulai sejak abad ke-20 dan terus berkembang hingga kini, terutama dalam bidang biofisika.
Beliau menjelaskan sejarah biofisika sebagai cabang ilmu yang mengaplikasikan metode fisika untuk mempelajari proses-proses biologis. "Interaksi antara fisika dan biologi dimulai pada abad ke-20 dan bidang ini dinamakan biofisika. Penerapan fisika pada sistem biologi banyak dijumpai, salah satunya dalam elektrofisiologi," ungkapnya.
Penerapan metode fisika pada sistem biologi banyak dijumpai pada bidang elektrofisiologi. Elektrofisiologi merupakan studi tentang sifat listrik pada sel, jaringan, dan organ biologis, yang memungkinkan untuk memahami lebih dalam tentang aktivitas listrik dalam tubuh manusia melalui alat-alat seperti elektrokardiogram (EKG), elektroensefalogram (EEG), elektromiogram (EMG), dan elektrookulogram (EOG)
Prof. Siti menyoroti pentingnya teknologi noninvasif dalam bidang medis. Alat-alat elektrofisiologi, seperti EKG, EEG, EMG, dan EOG, memiliki sifat noninvasif, nonradiasi, efektif, efisien, dan realtime. Penggunaan teknologi ini memungkinkan deteksi dini dan pemantauan berkelanjutan terhadap kondisi kesehatan seseorang tanpa harus melakukan prosedur yang invasif.
Beliau pun menjelaskan proses sinyal elektrofisiologis dapat terbentuk dan diukur. Pergerakan ion dalam membran sel, yang dikendalikan oleh beda potensial dan permeabilitas membran, menghasilkan sinyal listrik yang dapat direkam. Sebagai contoh, sinyal elektrokardiogram (EKG) yang menggambarkan aktivitas listrik jantung, dapat diukur melalui elektroda yang ditempatkan di permukaan kulit. Sinyal ini dapat dianalisis untuk mendeteksi kelainan irama jantung, yang disebut aritmia.
Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa penyakit jantung iskemik dan hipertensi termasuk dalam sepuluh besar penyebab kematian di Indonesia sebelum pandemi Covid-19. Pemanfaatan alat pemantau seperti smartwatch yang dilengkapi dengan EKG dapat membantu melakukan deteksi dini terhadap ketidakteraturan irama jantung ini. Namun, beliau menekankan pentingnya validasi akurasi alat-alat ini terhadap standar klinis.
Selain EKG, beliau membahas penggunaan EEG untuk mendiagnosis gangguan otak seperti stroke dan epilepsi. EEG, yang merekam aktivitas listrik otak, dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola-pola yang tidak normal yang terkait dengan gangguan neurologis. Penelitian yang dilakukan Prof. Siti menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam pola gelombang otak antara individu sehat dan mereka yang menderita gangguan seperti skizofrenia dan bipolar.
Prof. Siti menekankan pentingnya kolaborasi lintas disiplin, seperti psikologi, biologi, teknik biomedika, desain komuni?asi visual, kedokteran, dan lain-lain, dalam penelitian biofisika dan elektrofisiologi. Hal ini terkait dengan penelitian EEG yang bersifat multidisiplin sehingga hasilnya dapat menjadi lebih komprehensif dan bermanfaat. Analisis lanjutan menggunakan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi diagnosis medis pun diperlukan, contohnya Brain-Computer Interface (BCI) yang mewakili teknologi transformatif yang memungkinkan komunikasi langsung antara otak dan perangkat eksternal, memfasilitasi kontrol dan komunikasi bagi individu dengan gangguan neuromuskular parah.
Reporter: Iko Sutrisko Prakasa Lay (Matematika 2021)