ORCA: Inovasi yang Bawa Tim Atyasa Bramantya Juara 2 Nasional Technology Development (Airframe Innovation) KRTI 2023
Oleh Anggun Nindita
Editor Vera Citra Utami
BANDUNG, itb.ac.id – Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Aksantara Institut Teknologi Bandung (ITB) memboyong 6 gelar juara dan 1 penghargaan best strategy pada Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) 2023 di Lampung yang rampung pada 27 September 2023. Salah satu prestasi tersebut diraih Tim Atyasa Bramantya yang berkompetisi di kategori Technology Development (Airframe Innovation).
“Prinsip desain pesawat yang kami kembangkan terinspirasi dari Sikorsky S-64 Skycrane yang memiliki ruang kargo fleksibel, Boeing-Vertol MV-22 Osprey dengan fitur tiltrotor, dan Prandtlplane yang memiliki planform box wing. Kombinasi ketiganya menginspirasi kami untuk menggagas ORCA (Outreach Cargo Aircraft) yang bisa diandalkan di medan yang sulit, khususnya lokasi yang terdampak bencana. Disaster management bisa diatasi dengan satu jenis airframe, biaya operasionalnya pun lebih murah,” ujar ketua tim, Djoko Bayu Murtie (Teknik Dirgantara, 2021).
Pembuatannya dilatarbelakangi maraknya bencana alam di Indonesia dalam tiga tahun terakhir. Namun, ketersediaan dan kesiapan layanan gawat darurat dan penyelamatan di Indonesia masih sangat terbatas. Waktu yang tersedia (golden time) untuk penyelamatan adalah satu jam, waktu tersebut sangat krusial. Setelah melewati ambang waktu emas tersebut, angka kematian akan meningkat signifikan.
ORCA dilengkapi dengan sistem picatinny rail yang biasa didapati pada sistem senjata. Dengan sedikit penyesuaian, ORCA dapat digunakan untuk melakukan berbagai misi, termasuk pengangkutan muatan hingga 2 kg.
“Terdapat hardpoint carabiner yang berfungsi sebagai pengait dan mampu membawa muatan yang berukuran lebih besar daripada badan pesawat. ORCA juga memiliki winch/crane dan parachute-assisted delivery (PAD) untuk menjatuhkan bantuan medis dan pakaian,” ujar Oscha Luthfiano Aimar (Teknik Dirgantara, 2021).
Sayap ORCA berbentuk box wing yang mempunyai dua sayap, depan dan belakang, yang disambungkan dengan penyambung sayap pada masing-masing ujungnya. Djoko menyebutkan, luas area sayap berpengaruh terhadap gaya angkat. “Panjang rangka ORCA 1,7 m dan rentang sayapnya 1,5 m. Agar ideal dengan berat yang besar ini, dibutuhkan luas area sayap yang besar pula. Ukurannya juga menjadi lebih compact dengan dua sayap,” katanya pada reporter Humas ITB, Sabtu (07/10/2023).
Tim ini mengembangkan desain tiltrotor yang mesinnya bisa digerakkan, ke atas seperti helikopter maupun ke depan seperti sayap pada umumnya. Konsep ini mengawinkan kemampuan VTOL (Vertical Take Off and Landing) helikopter dengan kecepatan dan jangkauan pesawat konvensional. ORCA dibekali dengan Thrust Vector Control (TVC) sehingga memiliki kemampuan manuver dan kontrol yang lebih baik sekaligus memperketat radius belokannya. Alat ini mampu take-off atau landing dari ruang sempit berukuran 2 x 2,5 m persegi.
Keunggulan ORCA adalah gaya angkatnya lebih besar yang dapat mengurangi daya hambat dari pesawat karena desain pesawatnya. Materialnya tersusun dari komposit Carbon Fiber Reinforced Polymer Composites (CRFP), bahan yang digunakan Boeing 787 Dreamliner, dikombinasikan dengan bahan lain yang disusun dalam struktur yang berlapis dan terlaminasi.
Tak dapat dipungkiri pembuatan alat sekompleks ini memerlukan sinergi berbagai keilmuan. Tim ini diperkuat oleh 25 anggota dari jurusan Teknik Dirgantara, Teknik Elektro, Teknik Mesin, Teknik Kimia, dan Teknik Material. Mereka mempersiapkan kompetisi ini dengan bimbingan Dr. Yazdi Ibrahim Jenie, S.T., M.T.
Untuk memetik kemenangan ini tidaklah mudah karena waktu yang terbatas. Pada waktu seleksi wilayah terjadi buckling dan wahana mereka jatuh sehingga harus melakukan desain ulang dari segi struktur dan manufakturnya. Sistemnya pun ditingkatkan untuk memperbesar power dan mesin. Dalam waktu 3 minggu, mereka berhasil membuat satu airframe yang lebih kompleks dengan dimensi asli dan satu dummy scale untuk uji coba. Ketika berlaga pun mereka disulitkan dengan angin yang mencapai kecepatan 15 knot, ditandai dengan windsock yang berkibar dengan menyeluruh di sekitar area terbang.
Djoko mengaku senang melakoni semua rangkaian kompetisi ini. Meskipun sulit dan melelahkan, dia bisa mengimplementasikan ilmu yang didapat di kelas, bahkan tidak hanya dari jurusannya saja.
Di akhir wawancara, Oscha mengutarakan pesannya. “Kita kerja tim, harus bisa bekerja dengan baik dan menurunkan ego. Perlu semangat juang yang tinggi untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Semoga kesalahan yang ada di tahun ini tidak diulangi lagi dan tahun depan bisa juara 1,” tuturnya.
Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)
Editor: M. Naufal Hafizh