Pagelaran Anak Minang Rantau, “Sumarak Rantau Junjuang Nagari”
Oleh Krisna Murti
Editor Krisna Murti
Suasana yang begitu meriah meramaikan Aula Barat pada hari Sabtu lalu, 13 Mei 2006. Aula Barat malam itu disesaki oleh para penonton demi sebuah pagelaran seni dan budaya Minangkabau berjudul “Sumarak Rantau Junjuang Nagari.” Pagelaran musik, tari dan drama khas budaya Minang ini diselenggarakan untuk memperingati Dies Natalis UKM (Unit Kebudayaan Minangkabau) ke-31. Dekorasi acara malam itu dipenuhi oleh warna khas UKM, kuning merah hitam dengan kilauan emas dimana-mana dan benar-benar semarak. Acara dimulai pukul 19.00 WIB sampai tengah malam. Tema pagelaran kali ini menunjukkan kebanggaan anak Minang yang merantau terhdap seni dan budayanya sendiri.
Acara dibuka dengan arak-arakan Talempong Pacik yang menandakan dimulainya pagelaran malam itu dan diikuti dengan Tari Galombang-Pasambahan. Tari Galombang-Pasambahan merupakan tari penyambutan dan penghormatan bagi para tamu yang datang pada suatu acara adat. Kemudian, acara dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an. Setelah itu ketua UKM, pembina UKM dan rektor ITB memberikan kata-kata sambutan.
Berikutnya, acara diteruskan dengan pemberian hadiah Science-Tech Event. UKM Science-Tech Event merupakan lomba kreativitas dalam menulis karya ilmiah yang diikuti oleh siswa-siswi SMA se-Sumatera Barat. Lomba ini telah berjalan sebelum pagelaran malam itu. Tujuan utama lomba tersebut ialah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemenang pertama lomba tersebut adalah siswa dari SMU 1 Lubuk Alung.
Acara berlanjut dengan kreasi musik ala UKM, alunan musik klasik ”La Cum Parsita” Alunan musik klasik itu dimainkan dengan Talempong, alat musik khas Minang. Sebuah permainan musik dilanjutkan dengan lagu ”Bapisah Bukannyo Bacarai.” Usai lagu, sebuah tarian baru ”Tapuak Tingkah” tampil. Tari ini merupakan hasil kreasi Sanggar Lansano yang menggambarkan semangat muda-mudi. Puncak acara, sama dengan pagelaran budaya yang lain, diisi sebuah drama berbahasa Minang. Drama malam itu berjudul ”Risau dek Panantian”. Drama tersebut bercerita tentang pemuda kampung bernama Burhan yang merantau ke kota demi mencari ayahandanya di kota. Tak disangka, majikan tempatnya bekerja sekaligus calon mertuanya merupakan ayah kandung yang dicari-carinya.
Acara malam itu berlangsung sangat meriah karena banyak penonton yang berdatangan. Walaupun tiap penonton dikenai tiket sebesar Rp 8.000, para mahasiswa asal Minang dari ITB dan luar ITB serta kalangan umum tetap memenuhi kursi-kursi yang tersedia. para penonton terlihat antusia dan merasa sangat terhibur dengan penampilan anggota-anggota UKM malam itu. Apalagi dialog-dialog jenaka yang ditampilkan dalam drama malam itu. Dialog jenaka ini meramaikan suasana malam itu sekaligus menjadi suguhan baru dalam pagelan UKM.
(Ima)