Pagelaran Lustrum VII UKM ITB: Mengobat Tangis, Meneguhkan Hati
Oleh Nofri Andis
Editor Nofri Andis
BANDUNG, itb.ac.id - Hanya dalam tiga hari sejak diedarkan, lebih dari 700 tiket pagelaran lustrum VII Unit Kesenian Minangkabau (UKM) ITB habis terjual. Sebuah waktu penjualan yang fantastis memang. Tak heran, karena acara yang digelar di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) pada Sabtu (01/05/10) malam tersebut sudah sangat dinantikan oleh sebagian khalayak.
Decak kagum, gelak-tawa, teriakan histeris, dan tepuk tangan penuh semangat senantiasa menghadiahi segenap penampilan malam itu. Emosi penonton diaduk secara ulet sehingga mereka tak kuasa mengedipkan mata ataupun beranjak dari tempat duduk, takut kehilangan momen berharga.
"Saya sengaja mematikan Handphone biar ga keganggu pas lagi nonton, acara ini hebat sekali!" ujar Afuar, salah seorang penonton pagelaran.
Pada pagelaran kali ini, UKM mengusung tema "Maubek Tangih Managuahan Hati". Dalam bahasa Indonesia tema tersebut berbunyi, "Mengobat Tangis Meneguhkan Hati". Tema ini dipilih terkait dengan bencana gempa bumi yang melanda Sumatera Barat beberapa waktu lalu.
"Saat ini, Alhamdulillah, kegiatan ekonomi, pendidikan, dan pemerintahan telah mulai membaik dan berjalan normal. Namun, masih banyak yang perlu kita benahi bersama-sama," ujar Rizal Afgani pada sambutan mewakili ketua UKM ITB dan ketua Lustrum VII UKM ITB.
Selanjutnya ia juga berpesan agar masyarakat Minang tidak lagi bersedih hati karena yang sebaiknya dilakukan adalah membangkitkan kembali semangat membangun negeri. Pagelaran Lustrum VII UKM ITB merupakan salah satu cara membangkitkan kembali semangat tersebut.
Tari, Silek, Randai, dan Drama dirangkai secara cantik mengikuti acara. Tak ketinggalan penampilan apik tim musik secara live sehingga mampu mengemas atmosfer Sabuga malam itu. Semuanya berpadu dalam sebuah keharmonisan.
Pembuka acara malam itu adalah Tari Galombang dan Pasambahan (Galpas). Galpas merupakan tarian sakral Minangkabau yang biasa dimainkan sebagai pembuka acara-acara penting. Begitu Galpas selesai, drama pun mengambil alih panggung.
Drama dan Randai
Drama pagelaran ini berlatar di Nagari (negeri-red) Tiku Pariaman tahun 1920. Saat itu, kehidupan masyarakat masih sangat hedon. Masyarakat Tiku gemar berjudi dan melakukan perbuatan maksiat. Hingga sebuah gempa berkekuatan besar meluluhlantakkan nagari Tiku.
Randai kemudian digelar, menambah gambaran nagari Tiku kala itu. Randai sendiri merupakan gabungan antara seni bela diri, tari, dendang, dan drama. Randai memiliki kisah untuk diceritakan.
Pasca gempa, Ambuang Baro, seorang pemuda perantau, kembali ke negerinya untuk memastikan keadaan kedua orang tuanya. Namun, yang bisa ditemui Baro hanyalah makam kedua orang tuanya. Ia sangat sedih hingga Inyiak (Kakek)-nya menasehati agar tidak larut dalam kesedihan. Ia pun kembali bersemangat dan berniat membangun kembali negerinya yang telah luluh lantak tersebut.
Sayangnya, tidak semua warga Tiku menyukai niat baik Baro. Mangkuto Alam ingin membangun kembali tempat berjudi di nagari Tiku. Baro tentu saja tidak setuju. Ia kemudian difitnah oleh Mangkuto Alam.
Tapi, kebenaran tidak akan pernah kalah. Perbuatan keji Mangkuto Alam terbongkar. Ia pun diadili di negerinya sendiri.
Tari
Sebanyak 6 tari ditampilkan pada malam pagelaran mengikuti aliran drama. Ketika keceriaan ditampilkan, tari Lenggang Bagurau dimainkan sehingga penonton makin merasakan keceriaan di atas panggung. Atau ketika suasana tegang dan mencekam, tari Garak Kambang yang bernuansa sama digelar. Penonton pun memasang wajah serius. Musik bernada serius pun menggema membuat suasana semakin tegang.
Tari lain yang ditampilkan adalah tari Galuak, tari Tunggak Titian, dan tari Piring. Tari Tunggak Titian merupakan tari baru UKM yang diciptakan oleh anggota UKM sendiri.
Silek
Silek merupakan seni bela diri khas Minangkabau. Pada malam pagelaran lustrum VII UKM ITB, penampilan silek dari dua orang pandeka (pendekar) UKM ikut meramaikan suasana. Gerakannya tajam dan kuat. Beberapa kali penonton tampak menahan nafas dan memekik tertahan ketika pandeka mulai melakukan gerakan berbahaya.
Musik kreasi
Sebagai penambah nuansa, pemusik UKM secara khusus menampilkan musik kreasi mereka. Tim musik mengaransemen ulang beberapa musik klasik dan populer. Hasilnya, lahirlah alunan baru bernuansa Minang ala UKM.
Belum puas dengan sejumlah pertunjukkan di atas, UKM memainkan satu lagi kesenian tradisional Minangkabau, Saluang. Telinga penonton kembali bernostalgia dengan alunan sendu dari Saluang. Pesan untuk membangun negeri kembali dinyanyikan dalam lirik Saluang tersebut.
Dengan berakhirnya alunan Saluang, acara kemudian diakhiri. Penonton pun 'terpaksa' meninggalkan bangku mereka. Namun, segaris senyum lebar terukir di wajah mereka.
Pemenang Scientech
Satu lagi hal yang ditunggu sebagian penonton dari malam pagelaran lustrum VII UKM ITB adalah pengumuman pemenang Scientech 2010. Berikut rinciannya:
Kategori Science:
Kategori Inovasi Teknologi:
"Saya sengaja mematikan Handphone biar ga keganggu pas lagi nonton, acara ini hebat sekali!" ujar Afuar, salah seorang penonton pagelaran.
Pada pagelaran kali ini, UKM mengusung tema "Maubek Tangih Managuahan Hati". Dalam bahasa Indonesia tema tersebut berbunyi, "Mengobat Tangis Meneguhkan Hati". Tema ini dipilih terkait dengan bencana gempa bumi yang melanda Sumatera Barat beberapa waktu lalu.
"Saat ini, Alhamdulillah, kegiatan ekonomi, pendidikan, dan pemerintahan telah mulai membaik dan berjalan normal. Namun, masih banyak yang perlu kita benahi bersama-sama," ujar Rizal Afgani pada sambutan mewakili ketua UKM ITB dan ketua Lustrum VII UKM ITB.
Selanjutnya ia juga berpesan agar masyarakat Minang tidak lagi bersedih hati karena yang sebaiknya dilakukan adalah membangkitkan kembali semangat membangun negeri. Pagelaran Lustrum VII UKM ITB merupakan salah satu cara membangkitkan kembali semangat tersebut.
Tari, Silek, Randai, dan Drama dirangkai secara cantik mengikuti acara. Tak ketinggalan penampilan apik tim musik secara live sehingga mampu mengemas atmosfer Sabuga malam itu. Semuanya berpadu dalam sebuah keharmonisan.
Pembuka acara malam itu adalah Tari Galombang dan Pasambahan (Galpas). Galpas merupakan tarian sakral Minangkabau yang biasa dimainkan sebagai pembuka acara-acara penting. Begitu Galpas selesai, drama pun mengambil alih panggung.
Drama dan Randai
Drama pagelaran ini berlatar di Nagari (negeri-red) Tiku Pariaman tahun 1920. Saat itu, kehidupan masyarakat masih sangat hedon. Masyarakat Tiku gemar berjudi dan melakukan perbuatan maksiat. Hingga sebuah gempa berkekuatan besar meluluhlantakkan nagari Tiku.
Randai kemudian digelar, menambah gambaran nagari Tiku kala itu. Randai sendiri merupakan gabungan antara seni bela diri, tari, dendang, dan drama. Randai memiliki kisah untuk diceritakan.
Pasca gempa, Ambuang Baro, seorang pemuda perantau, kembali ke negerinya untuk memastikan keadaan kedua orang tuanya. Namun, yang bisa ditemui Baro hanyalah makam kedua orang tuanya. Ia sangat sedih hingga Inyiak (Kakek)-nya menasehati agar tidak larut dalam kesedihan. Ia pun kembali bersemangat dan berniat membangun kembali negerinya yang telah luluh lantak tersebut.
Sayangnya, tidak semua warga Tiku menyukai niat baik Baro. Mangkuto Alam ingin membangun kembali tempat berjudi di nagari Tiku. Baro tentu saja tidak setuju. Ia kemudian difitnah oleh Mangkuto Alam.
Tapi, kebenaran tidak akan pernah kalah. Perbuatan keji Mangkuto Alam terbongkar. Ia pun diadili di negerinya sendiri.
Tari
Sebanyak 6 tari ditampilkan pada malam pagelaran mengikuti aliran drama. Ketika keceriaan ditampilkan, tari Lenggang Bagurau dimainkan sehingga penonton makin merasakan keceriaan di atas panggung. Atau ketika suasana tegang dan mencekam, tari Garak Kambang yang bernuansa sama digelar. Penonton pun memasang wajah serius. Musik bernada serius pun menggema membuat suasana semakin tegang.
Tari lain yang ditampilkan adalah tari Galuak, tari Tunggak Titian, dan tari Piring. Tari Tunggak Titian merupakan tari baru UKM yang diciptakan oleh anggota UKM sendiri.
Silek
Silek merupakan seni bela diri khas Minangkabau. Pada malam pagelaran lustrum VII UKM ITB, penampilan silek dari dua orang pandeka (pendekar) UKM ikut meramaikan suasana. Gerakannya tajam dan kuat. Beberapa kali penonton tampak menahan nafas dan memekik tertahan ketika pandeka mulai melakukan gerakan berbahaya.
Musik kreasi
Sebagai penambah nuansa, pemusik UKM secara khusus menampilkan musik kreasi mereka. Tim musik mengaransemen ulang beberapa musik klasik dan populer. Hasilnya, lahirlah alunan baru bernuansa Minang ala UKM.
Belum puas dengan sejumlah pertunjukkan di atas, UKM memainkan satu lagi kesenian tradisional Minangkabau, Saluang. Telinga penonton kembali bernostalgia dengan alunan sendu dari Saluang. Pesan untuk membangun negeri kembali dinyanyikan dalam lirik Saluang tersebut.
Dengan berakhirnya alunan Saluang, acara kemudian diakhiri. Penonton pun 'terpaksa' meninggalkan bangku mereka. Namun, segaris senyum lebar terukir di wajah mereka.
Pemenang Scientech
Satu lagi hal yang ditunggu sebagian penonton dari malam pagelaran lustrum VII UKM ITB adalah pengumuman pemenang Scientech 2010. Berikut rinciannya:
Kategori Science:
- Youanitha De Vatma dari SMA N 1 Padang dengan penelitiannya "Bunga Subang-Subang, Sebuah Mahkota Emas yang Terbuang"
- Yoli Agnesia SMA N 1 Ampekangkek dengan karya berjudul "Akar rimbang untuk Mengobati Penyakit Chikungunya"
- Fauziah Muchlis dari SMA N 1 Padangpanjang dengan karya "Teh Pinang (Areca Catechu L.) untuk Obat Batuk Berdahak"
Kategori Inovasi Teknologi:
- Trias Fouren dari SMA N 2 Padang dengan judul penelitian "Gel Anti-Acnes dari Getah Kulit Buah Muda Manggis"
- Rahmah Yulam Sari dari SMA N 1 Padangpanjang dengan penelitian "Alarm Sederhana Pendeteksi Kebocoran Gas pada Tabung LPG dalam Upaya Mengurangi Kebakaran di Pemukiman Penduduk",
- Rama Ohara dari SMA N 2 Payakumbuh dengan karyanya "Pembuatan Biodigester Eceng Gondok Sederhana"