Pagelaran Sendratari Reog Ponorogo PSTK Hibur Penonton dengan Pertunjukan Istimewa
Oleh Diviezetha Astrella Thamrin
Editor Diviezetha Astrella Thamrin
BANDUNG, itb.ac.id - Dalam rangka memperingati Dies (Tanggap Warsa) ke-41, Perkumpulan Seni Tari dan Karawitan (PSTK) ITB kembali menggelar pagelaran sendratari. Bertempat di Teater Tertutup Dago Tea House, pagelaran yang diadakan pada Minggu (22/04/12) ini mampu memesona sekaligus mengocok perut para penonton dengan kisah legenda Reog Ponorogo yang dikemas secara menarik. Pada pagelaran tahun ini, PSTK juga berkolaborasi dengan Paguyuban Reog 'Dharmo Manggolo' Porseni Indocement dari Jawa Timur.
Menurut Arief Budi Sanjaya (Teknik Mesin 2010), Ketua Panitia Tanggap Warsa 41, PSTK mencoba mengangkat kisah legenda rakyat Jawa Timur untuk menegaskan keluhuran kesenian Reog Ponorogo kepada masyarakat kampus ITB dan masyarakat Bandung. "Kami berharap mampu mengubah stigma masyarakat yang masih menganggap bahwa PSTK adalah unit 'Jawa Tengah-an'," tutur Arief.
Legenda Reog Ponorogo berkisah mengenai persaingan Klana Swandana dan Singa Barong dalam memperebutkan Dewi Sanggalangit, seorang putri Kerajaan Kediri yang terkenal kecantikannya. Dewi Sanggalangit mengajukan sayembara bahwa ia akan menikah dengan orang yang mampu menyediakan 144 pasang kuda dengan prajurit penunggangnya, menemukan hewan berkepala dua, dan menampilkan sebuah seni pertunjukan yang belum pernah ditampilkan sebelumnya.
Di akhir pertempuran, Klana Swandana berhasil mengalahkan Singo Barong. Dengan cambuknya, Klana Swandana berhasil membuat Singo Barong bersatu dengan hewan merak piaraannya, dan memunculkan hewan berkepala dua. Hewan berkepala singa dan merak ini berhasil melengkapi persyaratan dari Dewi Sanggalangit, dan seni pertunjukan yang belum pernah ditampilkan sebelumnya dipercaya sebagai Reog Ponorogo.
Sardenianto (Teknik Kimia 2010) sebagai sutradara berhasil mengemas pagelaran sendratari ini dengan memesona. Selama pertunjukan berlangsung, alunan musik karawitan yang apik terus mengiringi pagelaran. Penonton juga tidak dibuat bosan karena di dalam cerita terselip adegan-adegan kocak yang mengundang tawa penonton, seperti tiga pejabat kerajaan yang menggunakan bahasa Inggris modern alih-alih bahasa Jawa, tingkah laku tokoh Patih Pujangganom yang jenaka, dan berbagai adegan lainnya. Para pemain juga mengajak penonton berinteraksi dengan seolah mengajak penonton mengobrol, bahkan sampai mengajak salah seorang penonton untuk naik ke atas panggung.
"Semoga acara ini dapat menjadi salah satu garda depan pelestari budaya nasional, serta menjadi ajang pendidikan budaya yang mampu menghasilkan agen-agen pelestari budaya Indonesia di masa depan," pesan Getbogi Hikmawan (Fisika 2009), Ketua Umum PSTK ITB 2011/2012.