Pakar ITB: Jembatan Kukar Ambruk, Jangan Main Simpulkan
Oleh Nofri Andis
Editor Nofri Andis
BANDUNG, itb.ac.id - Menanggapi runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara Sabtu (26/11) lalu, ITB segera membentuk tim untuk mempelajari peristiwa tersebut. Pengiriman tim ke lokasi kejadian dilakukan untuk mendapatkan data-data penyebab runtuhnya jembatan Kartanegara dan dipelajari secara ilmiah. Tim yang akan dibentuk tersebut akan melibatkan ahli-ahli dari multidisiplin ilmu seperti geoteknik, material, sipil, dan lain sebagainya.
Hal ini disampaikan oleh Koordinator Tim Pusat Mitigasi Bencana ITB Prof. Ismunandar saat konferensi pers ITB terkait runtuhnya jembatan Kartanegara, Selasa (29/11). Dia mengatakan, hasil yang diperoleh sangat berharga untuk mengetahui penyebab pasti runtuhnya jembatan sepanjang 270 meter tersebut. "Tim akan segera dibentuk," kata dia.
Pada konferensi yang sama, Guru Besar Rekayasa Struktur Prof. Bambang Budiono mengatakan ahli-ahli tersebut akan dikoordinasikan melalui pusat mitigasi bencana ITB. "Berapa lama di sana tergantung dari informasi yang didapatkan nanti, bisa satu minggu, dua minggu, atau satu tahun," kata Bambang.
Dia mengatakan ada empat hal utama yang dipelajari pada kejadian ini, geometri tanah, material properti, beban, dan keseimbangan. "Ini merupakan pengalaman berharga. Kegagalan seperti ini perlu didokumentasi dan dianalisis agar tidak terulang," kata Bambang.
Menurut dia, sebenarnya tidak ada masalah dengan jenis jembatan yang digunakan, yakni jembatan gantung. Malah, jembatan jenis ini masih lebih baik ketimbang jenis jembatan beton.
"Teknologi yang digunakan sudah proven," kata dia.
Lebih lanjut, Bambang mengatakan, jembatan bentang panjang seperti jembatan ini semestinya bisa bertahan dalam 75 tahun. Itu pun jika semua faktor mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan dilakukan sesuai prosedur standar.
"Monitoring harus dilakukan setidaknya satu bulan sekali," kata dia.
Dugaan Penyebab
Berdasarkan keterangan saksi dan foto-foto pasca ambruknya jembatan Kartanegara, Ketua Kelompok Keahlian Rekayasa Struktur ITB Prof. Iswandi Imran pada konferensi pers tersebut mengatakan ada dua dugaan penyebab ambruknya jembatan yang baru berusia 10 tahun tersbut.
"Diduga, terjadi kesalahan prosedur saat melakukan pengencangan kabel penggantung jembatan atau hilangnya kekuatan material penahan beban akibat cacat material," kata Iswandi.
Dia menjelaskan, pada saat pengerjaan pengencangan kabel hanger, ruas jalan jembatan tidak dikosongkan seluruhnya. Hal ini menyebabkan over stress atau kelebihan beban pada kabel hanger yang berakibat putusnya kabel.
Sementara itu, Bambang Budiono menambahkan salah satu dugaan yang menguat adalah gagal berfungsinya klem yang mencengkeram kabel vertikal penghubung dek jembatan dengan kabel suspensi.
"Sewaktu roboh, kabel vertikal tersebut ternyata utuh, padahal seharusnya putus. Berarti ada masalah pada klem kabel," kata Bambang.
Lebih lanjut, Bambang mengatkan, klem yang aus juga merupakan pelanggaran besar dalam ilmu sipil. Pasalnya, komponen penyambung haruslah terbuat dari bahan yang lebih kuat dari bahan yang disambung.
Meski begitu, Iswandi mengatakan saat ini masih terlalu dini untuk menarik simpulan. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan jawaban yang pasti.
Bambang pun menghimbau agar masyarakat tidak main simpulkan atas peristiwa naas ini. "Masalahnya tidak sederhana," kata Bambang.
Pada konferensi yang sama, Guru Besar Rekayasa Struktur Prof. Bambang Budiono mengatakan ahli-ahli tersebut akan dikoordinasikan melalui pusat mitigasi bencana ITB. "Berapa lama di sana tergantung dari informasi yang didapatkan nanti, bisa satu minggu, dua minggu, atau satu tahun," kata Bambang.
Dia mengatakan ada empat hal utama yang dipelajari pada kejadian ini, geometri tanah, material properti, beban, dan keseimbangan. "Ini merupakan pengalaman berharga. Kegagalan seperti ini perlu didokumentasi dan dianalisis agar tidak terulang," kata Bambang.
Menurut dia, sebenarnya tidak ada masalah dengan jenis jembatan yang digunakan, yakni jembatan gantung. Malah, jembatan jenis ini masih lebih baik ketimbang jenis jembatan beton.
"Teknologi yang digunakan sudah proven," kata dia.
Lebih lanjut, Bambang mengatakan, jembatan bentang panjang seperti jembatan ini semestinya bisa bertahan dalam 75 tahun. Itu pun jika semua faktor mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan dilakukan sesuai prosedur standar.
"Monitoring harus dilakukan setidaknya satu bulan sekali," kata dia.
Dugaan Penyebab
Berdasarkan keterangan saksi dan foto-foto pasca ambruknya jembatan Kartanegara, Ketua Kelompok Keahlian Rekayasa Struktur ITB Prof. Iswandi Imran pada konferensi pers tersebut mengatakan ada dua dugaan penyebab ambruknya jembatan yang baru berusia 10 tahun tersbut.
"Diduga, terjadi kesalahan prosedur saat melakukan pengencangan kabel penggantung jembatan atau hilangnya kekuatan material penahan beban akibat cacat material," kata Iswandi.
Dia menjelaskan, pada saat pengerjaan pengencangan kabel hanger, ruas jalan jembatan tidak dikosongkan seluruhnya. Hal ini menyebabkan over stress atau kelebihan beban pada kabel hanger yang berakibat putusnya kabel.
Sementara itu, Bambang Budiono menambahkan salah satu dugaan yang menguat adalah gagal berfungsinya klem yang mencengkeram kabel vertikal penghubung dek jembatan dengan kabel suspensi.
"Sewaktu roboh, kabel vertikal tersebut ternyata utuh, padahal seharusnya putus. Berarti ada masalah pada klem kabel," kata Bambang.
Lebih lanjut, Bambang mengatkan, klem yang aus juga merupakan pelanggaran besar dalam ilmu sipil. Pasalnya, komponen penyambung haruslah terbuat dari bahan yang lebih kuat dari bahan yang disambung.
Meski begitu, Iswandi mengatakan saat ini masih terlalu dini untuk menarik simpulan. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan jawaban yang pasti.
Bambang pun menghimbau agar masyarakat tidak main simpulkan atas peristiwa naas ini. "Masalahnya tidak sederhana," kata Bambang.