Pakar ITB Soroti Kebijakan Penggunaan QRIS untuk Atasi Parkir Liar Kota Bandung
Oleh Mely Anggrini - Mahasiswa Meteorologi, 2022
Editor Anggun Nindita
Ilustrasi juru parkir di Bandung (Dok. Unsplash)
BANDUNG, itb.ac.id – Pemerintah Kota Bandung terus berupaya mencari solusi untuk mengatasi masalah parkir liar yang semakin meresahkan. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan menerapkan sistem pembayaran parkir berbasis Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di beberapa ruas jalan, seperti Jalan Banceuy, Jalan Pecinan, dan Jalan ABC. Kebijakan ini diharapkan mampu menekan praktik pungutan liar yang kerap terjadi di area parkir kota.
Menurut Guru Besar dari Kelompok Keahlian (KK) Perencanaan dan Perancangan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB), Prof. Ir. Ridwan Sutriadi, S.T., M.T., Ph.D., parkir merupakan bagian dari perencanaan kota dan tidak dapat dipisahkan dari aspek-asek yang lebih luas, seperti pertumbuhan ekonomi, pengangguran, serta ketimpangan sosial.
Prof. Ridwan menekankan bahwa parkir adalah kebijakan yang harus dikelola secara menyeluruh, baik dari segi perencanaan kota maupun pengaturan pajak dan retribusi.
“Kebijakan parkir adalah bagian dari perencanaan kota yang harus dilihat dari konteks yang lebih luas,” ujar Prof. Ridwan belum lama ini.
Oleh karena itu, inovasi seperti penerapan sistem QRIS dalam pembayaran parkir adalah langkah yang patut diapresiasi, meskipun perlu diikuti dengan sosialisasi yang masif.
Teknologi QRIS juga diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan mengurangi potensi kebocoran pendapatan daerah akibat pungutan liar yang sering terjadi di lapangan.
Guru Besar SAPPK ITB Prof. Ir. Ridwan Sutriadi, S.T., M.T., Ph.D. (Dok. Humas ITB/Anggun Nindita)
“Sistem parkir memiliki tingkat kedetailan dan perlu investasi dari pemerintah. Maka dari itu karena ada investasi, ditekankan pula pentingnya memilih teknologi yang diterapkan dan dilihat kedepannya apakah teknologi itu akan sustain atau tidak. Kalau pun bergeser atau tidak sustain, teknologi tersebut harus diupdate kembali,” jelasnya.
Selain itu, Prof. Ridwan juga menyoroti pentingnya edukasi dan penyadaran kepada masyarakat mengenai penggunaan QRIS. Tidak semua pengguna parkir familiar dengan teknologi ini, sehingga dibutuhkan upaya untuk meyakinkan masyarakat bahwa sistem ini dapat memberikan manfaat yang lebih luas, terutama dalam hal transparansi biaya parkir.
Meski demikian, ada tantangan lain yang perlu diatasi. Parkir liar sering kali disebabkan oleh sistem parkir alternatif yang sudah berakar di masyarakat. Pengelolaan parkir di jalanan umum (on-street) seringkali lebih sulit dibandingkan dengan di gedung-gedung, yang dikelola secara lebih profesional oleh perusahaan-perusahaan parkir.
“Di ITB, jajaran pimpinan telah menyusun penyelesaian Jalan Ganesa yang tidak mudah dan dibantu oleh Pemerintah Provinsi serta Pemkot Bandung untuk menghilangkan parkir liar,” ucap Prof. Ridwan.
Penerapan QRIS di beberapa pusat kota Bandung diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju pengelolaan parkir yang lebih baik dan mengurangi pungutan liar. Selain itu, masyarakat Bandung yang dikenal kreatif dan inovatif diharapkan dapat berperan aktif dalam melaporkan kebocoran yang terjadi, sehingga pemerintah dapat terus memperbaiki kebijakan ini.
“QRIS di beberapa pusat kota merupakan tempat yang strategis untuk parkir dan dapat menjadi social learning bahwa layanan parkir bisa menggunakan cashless,” ungkapnya.
Beliau juga mengingatkan bahwa kemajuan teknologi harus disertai dengan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan kota. Makin banyak masyarakat yang ikut berpartisipasi, makin besar pula peluang kesuksesan kebijakan tersebut.
Reporter : Mely Anggrini (Meteorologi, 2022)