Seminar Menembus Batas Dua Bulan Diberlakukannya Perjanjian C-AFTA: Suatu Jalan Penciptaan Solusi

Oleh Fathir Ramadhan

Editor Fathir Ramadhan

Aviliani dan Achmad SafariBANDUNG,itb.ac.id - China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA), perjanjian perdagangan bebas antara Cina dengan ASEAN, telah diberlakukan selama dua bulan terhitung sejak 1 Januari 2010. Perjanjian ini menghilangkan tarif bea masuk komoditas asing ke dalam negeri. Harga jual produk asing di pasar nasional dapat ditekan, sehingga mempermudah produk tersebut untuk bersaing dengan produk domestik. Bagaimana kesiapan dan strategi Indonesia menghadapi CAFTA?

Menjawab pertanyaan tersebut, seminar "Menembus Batas Dua Bulan Diberlakukannya Perjanjian C-AFTA: Suatu Jalan Penciptaan Solusi" diadakan atas kerja sama Kabinet Keluarga Mahasiswa (KM) ITB dengan Keluarga Mahasiswa Teknik Industri (MTI) ITB. Berlangsung pada Jumat (12/03/10) di Aula Timur ITB. Bertindak sebagai pembicara antara lain Dr. Syamsul Hadi, dosen politik ekonomi internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI); Aviliani, S.E., MSi, Komisaris Bank BRI dan Ekonom Indef (Institute for Development of Economics and Finance); serta Achmad Safari, Kepala Subdinas Perdagangan Luar Negeri Jawa Barat bertindak sebagai pembicara.

 

Daya Saing Rendah


Berdasarkan pemaparan Aviliani, secara umum, daya saing produk Indonesia dengan produk impor masih rendah. Hal ini disebabkan beberapa faktor. Faktor pertama adalah ketiadaan Undang-undang Tata Ruang yang menjamin kepastian lahan. Padahal, kepastian lahan merupakan hal yang diperlukan oleh investor.

Faktor selanjutnya adalah lemahnya infrastruktur. Infrastruktur yang baik seperti jalan, jembatan, dan sarana umum merupakan penarik investor agar datang ke daerah di luar pusat kota dan membangun lapangan usaha yang menggerakkan roda ekonomi.

Faktor ketiga yaitu, masih terdapat kebijakan Pemerintah Pusat yang bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Daerah. Sistem desentralisasi yang dianut Indonesia dapat melemahkan, jika tidak ada komunikasi dan kesatuan arah gerak antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

Syamsul Hadi menjelaskan bahwa selama ini Indonesia melakukan banyak sekali kesepakatan kerjasama ekonomi, baik multilateral (G-20, APEC, WTO, ASEAN-Eropa, dll) maupun bilateral (Indonesia-Jepang, Indonesia-Rusia, dll). Namun, masih banyak kelemahan pada perjanjian-perjanjian ini yang mengakibatkan Indonesia tidak siap menghadapi perjanjian perdagangan bebas yang lebih luas.

Kelemahan Indonesia adalah sebagai berikut. Pertama, pemerintah tidak menjelaskan secara detail kepada publik tentang kesepakatan ekonomi yang telah dilakukan, sehingga industri dan masyarakat tidak mendapat informasi mengenai strategi dan kebijakan pemerintah untuk sektor usaha. Kedua, Indonesia belum mempunyai posisi negosiasi yang jelas terhadap negara lain pada setiap kesepakatan. Ketiga, strategi kebijakan antara sektor perdagangan dan industri menjadi terpisah, sehingga menjadi tidak jelas komoditas apa saja yang diprioritaskan untuk diekspor.


Indonesia Hanya Pasok untuk Industri Maju Dunia


Syamsul HadiSaat ini, komoditas ekspor Indonesia yang lebih dominan adalah ekspor bahan mentah (produk pertambangan dan pertanian), bukan produk manufaktur yang telah mengalami pengolahan. Jika suatu kekayaan alam telah diolah, nilai tambah dan harga jualnya akan meningkat, sehingga jauh melebihi harga jual saat produk tersebut berupa bahan mentah. Akibatnya, kekayaan alam makin terkuras, sementara komoditas yang diekspor memiliki nilai tambah yang sangat kecil.


Tanpa penambahan nilai, kekayaan alam akan terkuras dengan harga jual yang rendah, kemudian kembali ke Indonesia dalam keadaan sudah terolah, dengan harga jual yang jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, kemajuan industri manufaktur sangat dituntut sehingga ekspor Indonesia dapat lebih didominasi oleh produk hasil olahan, dibandingkan bahan mentah. Tren saat ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Indonesia hanya menjadi negara penyedia kebutuhan bahan baku bagi industri maju di dunia. [Fathir Ramadhan]