Peneliti Kebijakan Iklim DIW Berlin dalam Simposium PPI ITB: Menggali Pembelajaran Kemitraan Energi Berkeadilan dari Afrika Selatan

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

BANDUNG, itb.ac.id - Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung (PPI ITB) menggelar Simposium Pusat Perubahan Iklim bertema “Pasca COP28 UNFCCC: Refleksi Tata Kelola Iklim dalam Transisi Energi yang Berkeadilan di Indonesia”, di Conference Hall, Gedung CRCS, ITB Kampus Ganesha, Kamis (14/12/2023).

Simposium tersebut dihadiri sejumlah pembicara ahli, termasuk Heiner Von Leupke, Ph.D., seorang peneliti dari Departemen Kebijakan Iklim DIW Berlin. Beliau membahas tantangan dan pembelajaran dari kemitraan energi yang adil di Afrika Selatan serta mencari keterkaitannya dengan proses serupa di Indonesia.

Materi yang disampaikannya terkait perbedaan pandangan antara kelompok pelaku internasional yang terhubung dengan pendanaan iklim internasional dan kelompok pelaku lokal. Menurutnya, funders internasional cenderung fokus pada mitigasi iklim. Adapun pelaku lokal memiliki pandangan yang beragam terkait transisi yang adil, termasuk aspek keadilan sosial.

Beliau menjelaskan hasil studi kasus mengenai Just Energy Transition Partnership (JETP) di sektor energi Afrika Selatan. “Proyek ini didukung oleh dana multinasional sebesar 8,5 miliar dolar AS dan diumumkan selama COP26 di Glasgow,” tuturnya. Dari hasil wawancara dengan kelompok internasional dan lokal disimpulkan bahwa kerja sama antar keduanya memerlukan peningkatan kepercayaan.

Salah satu temuan utama adalah adanya dua tingkatan utama dalam kerja sama ini. Pertama, kesepakatan internasional antara Presiden Afrika Selatan dan donor internasional. Kedua, tingkat transisi domestik yang melibatkan berbagai kelompok dengan pandangan berbeda terkait arah transisi energi.

   

Heiner juga menyoroti pentingnya kejelasan terkait kepemilikan proyek. Dalam situasi ketika kelompok memiliki pandangan berbeda, pertanyaan mengenai siapa yang sebenarnya memiliki kepemilikan menjadi krusial. “Oleh karena itu, membangun kepercayaan antara kelompok internasional dan lokal menjadi kunci dalam mendukung transisi yang adil,” tuturnya.

Beliau menyatakan bahwa untuk mencapai kerja sama yang efektif, diperlukan pemahaman mendalam antara kedua kelompok. “Kerja sama internasional dalam proses kebijakan domestik memerlukan komunikasi terbuka, keterbukaan untuk membahas tantangan, dan komitmen untuk memahami pandangan dan strategi masing-masing pihak,” tuturnya.

Reporter: Hafsah Restu Nurul Annafi (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019)

Editor: M. Naufal Hafizh