Pengamatan Hilal di Observatorium Bosscha ITB Gunakan Teknik Olah Citra Digital
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Awal bulan menjadi momentum bagi umat muslim yakni menjadi penanda datangnya bulan Ramadan. Institut Teknologi Bandung selain dikenal dengan inovasi dan teknologinya juga dikenal dengan penelitiannya salah satunya di bidang astronomi. Oleh sebab itu, Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung rutin melaksanakan pengamatan bulan sabit muda pada hampir setiap bulan.
Setiap tahunnya, Observatorium Bosscha menjadi salah satu rujukan untuk penetapan awal Ramadan dan Syawal bagi Kementerian Agama Republik Indonesia dan masyarakat umum.
Peneliti di Observatorium Bosscha Muhammad Yusuf mengatakan, Observatorium Bosscha bertugas menyampaikan hasil perhitungan, pengamatan, dan penelitian tentang hilal kepada unit pemerintah yang berwenang jika diperlukan sebagai masukan untuk sidang isbat di Indonesia. Pihak yang berwenang menentukan awal Ramadan dan Syawal adalah pemerintah Republik Indonesia melalui proses sidang isbat.
Dalam praktiknya, tim peneliti Observatorium Bosscha ITB melakukan pengamatan dengan teknik olah citra digital. Berawal dari foton yang datang dari matahari kemudian dipantulkan oleh bulan dan tertangkap oleh teleskop kemudian terekam oleh kamera dan diubah menjadi elektron lalu ditumpuk. Citra yang ditangkap oleh kamera kemudian diproses menggunakan perangkat pengolahan citra untuk meningkatkan kontras tampilan sabit bulan.
Instrumen yang digunakan oleh Yusuf dan Tim berupa
1. Teleskop teleskop fokus 530 mm dan diameter 106 mm berjenis refraktor yang dilengkapi detektor kamera berbasis CCD
2. Kamera video astronomi dengan kecepatan 80 fps. kombinasi teleskop dan kamera 0,6 derajat x 0,34 derajat
3. Filter (penapis cahaya) merah gelap 750 nm dan pengamatan multi panjang gelombang dengan filter biru.
4. Sistem penggerak dengan akurasi dan presisi tinggi (orde ketelitian 1 detik busur)
5. Baffle untuk mengeliminasi cahaya selain dari bulan (p = 2m)
“Kita harus bersyukur hidup di bumi karena kita memiliki benda langit yang bisa digunakan untuk menera waktu,” kata Kepala Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung, Dr. Premana Wardayanti Premadi, Ph.D.
Kegiatan pengamatan bulan sabit oleh Observatorium Bosscha ditujukan untuk meneliti ambang visibilitas (kenampakan) bulan sebagai fungsi dari elongasi dan ketebalan sabit bulan, dan juga dalam rangka rukyatul hilal bulan Ramadan 1443 H. Rukyatul hilal dilakukan pada sore hari dan deteksi sabit bulan dilakukan setelah Matahari terbenam. Sabit yang tampak setelah Matahari terbenam ini disebut sebagai hilal.
Beberapa parameter dalam pengamatan bulan sabit di antaranya waktu konjungsi, matahari terbenam, bulan terbenam, umur bulan, jeda terbenam, ketinggian bulan, elongasi bulan, dan iluminasi bulan.
Yusuf juga menyampaikan beberapa tantangan yang dihadapi oleh tim peneliti Bosscha saat mengamati hilal. Tantangan itu di antaranya, pertama kondisi bulan sabit yang sangat tipis sehingga sulit dideteksi. Tebal bulan sabit menjadi faktor utama pendeteksiannya karena semakin tebal bulan sabit maka semakin banyak cahaya yang dipantulkan ke mata dan semakin mudah dideteksi begitu juga sebaliknya.
Kedua, kontras yang rendah akibat refraksi atmosfer ketika kondisi benda langit berada di sekitar ufuk. Ketiga, cuaca (uap air karena kita di negara tropis) terutama di daerah Jawa Barat di mana waktu yang tepat mengamati hilal dan seharusnya di pagi-siang hari, akan tetapi terkendala kondisi hujan. Keempat, geometri matahari-bumi-bulan karena setiap bulan tidak menunjukan konfigurasi yang sama.
Reporter: Pravito Septadenova Dwi Ananta (Teknik Geologi, 2019)