Penguatan Batas Perairan untuk Mendukung Pembangunan Indonesia Berkelanjutan

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

Prof. Dr. Ir. Eka Djunarsjah, M.T. dari FITB ITB menyampaikan orasi berjudul "Penetapan Batas Wilayah Perairan untuk Pembangunan Indonesia Berkelanjutan".

BANDUNG, itb.ac.id - Forum Guru Besar (FGB) Institut Teknologi Bandung (ITB) menyelenggarakan Orasi Ilmiah Guru Besar, di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha, Sabtu (18/5/2024). Salah seorang orator pada kegiatan tersebut adalah Guru Besar dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB), Prof. Dr. Ir. Eka Djunarsjah, M.T. dengan judul orasi “Penetapan Batas Wilayah Perairan Internasional untuk Pembangunan Indonesia Berkelanjutan”.

Satu di antara syarat berdirinya suatu negara yakni aspek kewilayahan, meliputi wilayah darat, laut, dan udara. Penetapan batas wilayah perairan memiliki sejarah yang panjang. Mulai dari Ordonansi 1839, Deklarasi Djuanda 1957, hingga Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2023 tentang Batas Landas Kontinen yang telah mengacu pada UNCLOS 1982.

Prof. Eka menjelaskan, “Penetapan batas laut dimulai dari penarikan garis air rendah sepanjang pantai, yakni kedudukan muka laut saat surut dengan topografi pantai membentuk garis pangkal normal. Batas-batas laut ditentukan dari garis pangkal normal ke arah laut, serta garis pangkal yang lain seperti garis pangkal lurus, garis pangkal sungai, garis pangkal pelabuhan, dan secara istimewa, garis pangkal kepulauan,” katanya.

Penetapan batas perairan Indonesia dilaksanakan melalui survei basepoint sejak 1989 oleh Pusat Hidrografi-Oseanografi Angkatan Laut untuk penentuan titik-titik dasar. Titik-titik dasar tersebut akan digunakan untuk menetapkan garis-garis pangkal yang selanjutnya digunakan untuk penarikan batas laut. Survei basepoint ini menghasilkan produk lembar lukis teliti skala 1:5000 yang selanjutnya digunakan untuk pembuatan Peta Garis Pangkal skala 1:200.000, Peta ZEE skala 1:1.000.000, serta Peta Alur Laut Kepulauan Indonesia skala 1:100.000 dan 1:300.000. Indonesia memiliki 195 titik dasar, 160 Garis Pangkal (Lurus), Kepulauan, dan 32 Garis Pangkal (Biasa) Normal. Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia tersebut telah didepositkan kepada Sekjen PBB pada 11 Maret 2009.

Indonesia sebagai negara kepulauan, penerapan garis pangkal dilakukan baik batas unilateral, bilateral, maupun trilateral. Penetapan batas perairan bilateral dapat dilakukan dengan prinsip sama jarak maupun prinsip sama adil. Saat ini, 18 segmen batas laut bilateral Indonesia telah diselesaikan, sementara sisanya masih dirundingkan. Penetapan batas wilayah perairan Indonesia ini akan meningkatkan kedaulatan negara.

Kedaulatan negara maupun hak-hak berdaulat di laut harus ditegaskan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Prof. Eka menegaskan, “Perbatasan negara yang jelas dan pasti akan memudahkan negara Indonesia dalam mengoptimalkan sumber daya alam laut melalui kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, mendukung keamanan dan keselamatan terselenggaranya semua aktivitas di laut serta pencegahan pelanggaran dan penegakkan hukum. Hal ini akan memberikan kontribusi nyata untuk pembangunan Indonesia berkelanjutan demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.”

   

Prof. Eka memberikan saran terkait faktor pendukung terwujudnya pembangunan Indonesia berkelanjutan, di antaranya:

1. Integrasi batas laut negara dan daerah;
2. Batas laut kadaster;
3. Pengaruh perubahan iklim terhadap batas laut;
4. Penggunaan algoritma Convex Hull dan Concave Hull;
5. Penggunaan LAT sebagai datum vertikal batas laut;
6. Batas laut dalam pengelolaan ruang laut dan perlindungan laut;
7. Batas laut dalam konteks pertahanan dan keamanan negara.

Prof. Eka secara khusus menyebutkan pentingnya integrasi antara batas laut negara dan batas laut daerah, sinkronisasi hak, kewajiban, dan batasan yang berlaku pada suatu wilayah perairan berdasarkan UNCLOS 1982, pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut sebagai syarat mutlak yang harus dipertimbangkan menuju pembangunan Indonesia berkelanjutan, serta persiapan infrastruktur pertahanan dan keamanan untuk menjamin batas laut aman terjaga.

Selain sebagai dosen, Prof. Eka pernah menjabat sebagai Kepala Prodi Teknik Geodesi dan Geomatika 2009-2011. Atas dedikasi Prof. Eka khususnya di bidang kadaster laut, Prof. Eka mendapat berbagai penghargaan baik dari ITB maupun dari Pemerintahan Indonesia, di antaranya Satyalaksana Karya Staya 10 tahun Presiden RI 2008, Penghargaan 25 tahun ITB 2024.

Reporter: Putri Nur Azizah (Teknik Geodesi dan Geomatika, 2021)