Pelajaran dari Gempa Mamuju dan Majene, Perlu Data Detail Risiko Kegempaan
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
*Lokasi reruntuhan gempa di Mamuju dan Majene. Foto: BNPB
BANDUNG, itb.ac.id—Gempa yang terjadi di Mamuju dan Majene, Provinsi Sulawesi Barat telah menyebabkan kerusakan dan jatuhnya korban jiwa. Berdasarkan informasi yang diperoleh sampai Kamis (21/1/2021), telah terjadi gempa susulan sebanyak 39 kali dengan gempa utama magnitude 6,2.
Menurut Ketua PUI Sains dan Teknologi Kegempaan ITB Dr. Irwan Meilano, S.T., M.Sc., potensi gempa yang ada di Mamuju dan Majene sebetulnya sudah diketahui sejak dulu. "Dari dulu kita sudah memperhatikan, ini ada daerah yang unik di Sulawesi Barat ke tengah, kenapa banyak terjadi gempa dengan mekanisme sesar naik di sana. Kita berkesimpulan ada sumber gempa dan sudah kita masukan ke dalam peta bahaya sumber gempa tahun 2019," ujarnya.
“Akan tetapi informasi yang telah diberikan kepada pemerintah belum terlalu detail. Sehingga pada saat terjadi gempa kita masih belum bisa menjelaskan dengan baik kemungkinan dua sumber gempa ini (mamuju thrust atau makasar strait thrust) itu yang mana, sekarang kita sudah memiliki kesimpulan dan sedang membuat paper terkait hal tersebut," tambahnya.
Menurutnya, gempa Majene dan Mamuju telah memberikan pelajaran penting bagi bangsa Indonesia bahwa pemahaman risiko bencana di Indonesia harus lebih baik dan detail. Pemahaman resiko ini dimulai dari sumber gempanya harus detail.
Untuk itu, Irwan Meilano berharap ada keberpihakan dari pemerintah terhadap penelitian sumber gempa untuk mendetailkan risikonya. Kenapa hal ini perlu dilakukan karena gempa-gempa yang terjadi di Lombok dan Palu beberapa waktu lalu telah menyebabkan rumah rusak, bangunan rusak, sekolah rusak, jembatan hancur, kantor gubernur rusak, dan kerusakan fasilitas lainnya. Padahal sebetulnya kita sudah ada aturan penting mengenai stadar kode bangunan.
Pelajaran penting kedua, menurutnya adalah perlu diperhatikan perencanaan pembangunan yang baik. Sehingga pembangunan itu bukan asal cepat dan asal banyak, tetapi dengan memahami risikonya. "Misalnya boleh dibangun tetapi apa syaratnya, atau jangan-jangan memang tidak boleh dibangun di situ," ungkapnya.
Pelajaran ketiga adalah pengawasan yang ketat. Dan pelajaran yang keempat adalah perlu adanya peran serta komunitas. Jadi dalam poin keempat ini masyarakat juga diajak untuk memahami risiko akibat kegempaan agar mereka pun paham.