Prodi Fisika ITB Selenggarakan Webinar tentang Metoda Elektromagnetik untuk Kebencanaan
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Kelompok Keahlian Fisika Bumi dan Sistem Kompleks, Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB (FMIPA ITB) menyelenggarakan webinar Tentang Metoda Elektromagnetik untuk Kebencanaan, Senin (21/02/2022). Materi pada webinar ini dipaparkan oleh Dosen Fisika ITB, Dr. Nurhasan, S.Si., M.Si.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam cukup tinggi. Jenis bencana alam yang kerap terjadi di Indonesia adalah gempa bumi dan letusan gunung api. “Hal ini dikarenakan posisi negara kita yang terletak pada pertemuan lempeng-lempeng dunia yang terus bergerak sehingga dapat menyebabkan gempa bumi dan juga munculnya banyak gunung api,” terang Dr. Nurhasan.
Metoda elektromagnetik atau yang bisa disebut magnetotelurik merupakan salah satu metode dari ilmu Fisika Bumi yang dapat banyak berperan dalam kebencanaan melalui penelitian struktur bawah permukaan. “Magnetotelurik bekerja dengan cara melakukan pengukuran medan listrik dan medan magnet di permukaan,” jelas Dr. Nurhasan. Sebaran resistivitas dari bagian bawah permukaan bumi dapat diperoleh melalui pemodelan komputasi baik 1D, 2D maupun 3D.
Resistivitas sebagai parameter fisis dalam metoda elektromagnetik memiliki peran yang sangat penting dalam menganalisa atau menginterpretasi struktur bawah permukaan. Resistivitas memiliki kaitan dengan fenomena fisis melalui pemodelan dan simulasi komputasi. Resistivitas ini sensitif dengan keberadaan fluida, sehingga cocok untuk diterapkan di daerah gunung api dan sumber panas bumi.
Pada seminar ini juga disampaikan hasil penelitian analisa struktur bawah permukaan bumi berdasarkan pemodelan elektromagnetik yang terkait dengan kegempaan dan proses aktivitas gunung api. Salah satu contoh gunung api yang diterapkan metode magnetotelurik adalah gunung api Kusatsu Shirane di Jepang. “Metode yang dipakai selain metode MT adalah metode Audio MT, dengan range frekuensi 1 - 10 KHz, 0,3 - 320 Hz, dan pengukuran dilakukan pada 91 titik,” jelas Dr. Nurhasan.
Dr. Nurhasan juga menjelaskan, dalam melakukan penelitian terkait kebumian dan kebencanaan, metode yang digunakan tidak hanya satu, melainkan menggunakan gabungan dari beberapa metode untuk mencapai hasil yang optimum.
Bukan hanya di Jepang, gunung di Indonesia juga turut diteliti terkait potensi kebencanaannya. Gunung Tangkuban Perahu menjadi gunung yang diteliti oleh Pusat Survei Geologi dan FMIPA ITB. Penelitian ini merupakan bagian dari kerja sama dengan Pusat Survei Geologi dan FMIPA ITB dengan Kementerian ESDM Indonesia yang disahkan pada tanggal 23 April 2021. Metode yang digunakan dalam penelitian Gunung Tangkuban Parahu ini adalah metode CSAMT + Gravity pada tahun 2018, lalu metode MT pada tahun 2012 dan 2021, serta metode Gravity + Magnetik pada tahun 2021.
Reporter: Yoel Enrico Meiliano (Teknik Pangan, 2020)