Prof. Dr. H. Boediono, M.Ec.: Prinsip Superposisi dan Faktor the Unknown-Unknown

Oleh Muhammad Arief Ardiansyah

Editor Muhammad Arief Ardiansyah

commencement speech

BANDUNG, itb.ac.id – Wisuda Ketiga Institut Teknologi Bandung tahun ajaran 2016/2017 yang diselenggarakan akhir pekan lalu bukan hanya terasa spesial karena adanya wisudawan yang lulus dengan IPK hampir menyentuh angka 4,00. Akan tetapi wisuda Juli tersebut terasa spesial karena kehadiran Wakil Presiden Indonesia ke-11, Prof. Dr. H. Boediono, M.Ec. sebagai tamu kehormatan dalam acara tersebut. Pada kesempatan tersebut, beliau menyampaikan pesan dengan menganalogikan prinsip superposisi dan faktor the Unknown-Unknown dalam kehidupan pasca-kampus yang akan dijalani oleh para wisudawan kelak.

Prinsip Superposisi dari Kacamata Seorang Guru Besar

“Konon di dunia sub-atomik suatu partikel bisa berada dimanapun dan baru memilih posisinya setelah diobservasi,” tutur Prof. Boediono membuka diskusi. Menurut beliau, kehidupan kita barangkali memiliki kemiripan dengan gejala yang bernama prinsip superposisi ini. “Setiap saat dalam kehidupan kita, berbagai pemikiran terbuka. Tetapi baru akan kita ketahui hasilnya setelah dan hanya apabila kita meresponnya,” ungkap Guru Besar Fakultas Ekonomi UGM itu. “Selama kita tidak merespon, maka selama itu pula kita berada pada posisi tidak pasti layaknya prinsip superposisi itu,” jelas Prof. Boediono kepada seluruh hadirin yang menyaksikan.

Menurut Prof. Boediono, superposisi dalam hidup tak hanya terjadi satu-dua kali, tetapi bahkan berkali-kali sepanjang hidup. Beliau menjelaskan, “Begitu kita merespons, kita menjadi tahu dimana kita berada. Dari posisi itu, kemudian terbukalah kemungkinan-kemungkinan baru, superposisi yang baru, agar kita kembali merespon kondisi superposisi tersebut. Demikian seterusnya sehingga hidup bisa dikatakan sebagai rangkaian dari kondisi superposisi yang terus berganti.” Oleh karena itu beliau berpesan agar para wisudawan mampu menerima segala ketidakpastian yang ada didepan mata sebagai bagian yang tak terelakkan dan tak terpisahkan dari hidup manusia. “Ia harus dihadapi dan direspons, bukan untuk dihindari,” ujar Prof. Boediono kepada para wisudawan.

Faktor the Unknown-Unknown

“Adik-adik saya para wisudawan. Kalau Anda bertanya kepada saya berapa kira-kira probabilitas capaian karier kita yang sesuai dengan rencana dengan yang tidak sesuai dengan rencana, maka saya akan mulai dengan angka 50:50,” tutur Prof. Boediono memasuki bagian kedua dalam pidatonya. Angka tersebut, menurut Prof. Boediono, bisa bergeser menjadi 60:40 apabila para wisudawan merupakan seorang perencana yang unggul dan tidak mudah kehilangan perspektif masa depan ditengah gangguan dan halangan yang terus melintang dari waktu ke waktu. “(Bahkan) kalau Anda seorang yang super istimewa (jenius), barangkali timbangannya bisa naik sedikit ke angka 70:30,” jelas beliau.

Peningkatan terhadap nilai tersebut memang diakui oleh Prof. Boediono dapat dilakukan dengan kerja kerja keras dan kerja cerdas serta diiringi dengan banyak belajar dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Akan tetapi selalu ada ruang untuk hal-hal yang tidak pasti (the uncertainty) dan tidak dapat kita kontrol meskipun kita mengetahuinya (the Irreversible Uncertainties). Pemanfaatan teknik analisis data tercanggih sekalipun masih menyisakan ruang untuk faktor yang bernama the Unknown-Unknown ini yang mengindikasikan bahwa setiap usaha manusia selalu ada batasannya.

“Apa artinya (hal tersebut)? Bagi kita, orang Indonesia pada umumnya, the Irreversible Uncertainties ini kita anggap masuk kedalam ranah hak prerogatif Sang Pencipta,” ungkap sosok yang biasa dijuluki sebagai The Man to Get the Job Done ini. Maka menurut Prof. Boediono, mendekat kepada Sang Pencipta menjadi suatu faktor yang cukup penting dalam menghadapi masa depan. Mendekat dalam artian bukan sekedar memohon dengan kata-kata, tetapi juga memohon dengan tindakan dan perilaku kita sehari-hari. “Dan menurut saya, dalam konteks pengambilan keputusan seperti itu, setelah melakukan hal-hal yang tadi sudah saya sebutkan, bisa diterima sebagai strategi yang optimal dalam mengambil keputusan pada ranah the Unknown-Unknown ini,” tutup Prof. Boediono di akhir diskursusnya.