Prof. Drs. Sutan Adjamsyah: Maknai Kesaktian Pancasila Dengan Menjaga Nilai-Nilai Indonesia
Oleh Bayu Rian Ardiyansyah
Editor Bayu Rian Ardiyansyah
Apa itu Kesaktian Pancasila?
Menurut Prof. Sutan, sebenarnya kesaktian Pancasila hanya ada satu, yaitu pada sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam sejarahnya ada begitu banyak masalah yang Indonesia hadapi mulai dari penjajahan fisik, penjajahan ekonomi, hingga penjajahan ideologi. Hebatnya, Indonesia bisa selalu lolos dalam penjajahan tersebut. Sila pertama menjadi rangkuman makna dari rangkaian keberhasilan tersebut dengan berlandaskan keyakinan bahwa semua itu berasal dari ketetapan Tuhan.
Masuknya era globalisasi kini menjadi tantangan tersendiri bagi Pancasila. Globalisasi yang identik dengan budaya barat dan liberalisasi seringkali membawa nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila. "Sebenarnya ini tergantung sikap kita dalam menyikapi perubahan yang masuk tersebut karena perubahan nilai memang tidak dapat dihindari, tapi juga bukan berarti semua itu jelek. Intinya ada pada proses akulturasi, yaitu bagaimana kita mendapatkan sesuatu yang baru tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar yang kita miliki. Pilihannya adalah antara nilai baru yang menyesuaikan diri dengan kita atau kita yang menyesuaikan diri dengan nilai baru yang masuk," jelas Prof. Sutan.
"Orang boleh saja berpakaian seperti apa saja tapi ada batasan sejauh mana dia boleh berpakaian apa saja itu. Ambil contoh di dalam berkomunikasi, kita tidak terbiasa dengan bahasa yang vulgar dalam menyampaikan sesuatu melainkan kita selalu terbiasa dengan menggunakan tutur sapa, perumpamaan, ataupun tanda-tanda tertentu. Begitu pula dengan penggunaan tangan kanan. Jangan sampai hilangnya kebiasaan bahwa yang kanan itu lebih sopan daripada yang kiri. Nah, itulah yang dinamakan akulturasi," tambahnya.
Tiga Jalur Menanamkan Nilai Pancasila
Prof. Sutan menuturkan bahwa ada tiga jalur yang bisa digunakan untuk menanamkan nilai Pancasila dalam masyarakat Indonesia. Pertama, jalur pendidikan melalui materi, kurikulum, dan silabus yang menjadikan mahasiswa sebagai subjek bukan objek. Sebagai subjek, peserta didik tidak hanya pasif menerima materi dari dosen, tapi harus lebih proaktif dengan merasa perlu akan suatu materi dan menanyakannya kepada dosen. Kedua, penanaman karakter dengan menjadikan pejabat-pejabat pemerintahan sebagai panutan yang baik bagi masyarakat. Ketiga, jalur pemuka adat/agama sebagai orang yang dipatuhi di dalam masyarakat yang diharapkan bisa memilah dengan cermat nilai-nilai yang tidak sesuai untuk diterapkan bangsa Indonesia.
"Bagi saya, pendidikan adalah yang paling utama. Orang yang terdidik adalah orang yang bisa bermasyarakat dengan baik. Oleh karena itu, pendidikan tidak bisa didapatkan di sekolah saja. Mahasiswa perlu melihat ke sekelilingnya karena masyarakat adalah ruang kelas pendidikan yang paling besar," pesan Prof. Sutan.
Prof. Sutan menjelaskan bahwa dengan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila secara baik, Indonesia bisa menjadi sebuah bangsa yang besar, setidaknya di Asia. Apalagi dengan sumber daya yang melimpah dan posisi geografis yang menguntungkan seharusnya bisa menjadikan Indonesia sebagai pusat dunia seperti yang pernah diungkapkan oleh Soekarno, Bapak Proklamator RI sekaligus salah satu perumus nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, peringatan Hari Kesaktian Pancasila tahun ini bisa menjadi momentum yang tepat bagi Indonesia untuk kembali menjaga nilai-nilai Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.
sumber foto: berbagai sumber