Prof Ismunandar : Cita-cita Guru SMA, Kini Guru Besar di ITB
Oleh kristiono
Editor kristiono
BANDUNG, itb.ac.id - “Bagi seorang dosen, menurut saya, diamanahi jadi GB tentu suatu kebanggaan. Tentang di usia mudanya, hanya saat ini saja. Kalah dengan zaman awal-awal ITB. Zaman profesor-profesor senior kita, generasi pertama dosen asli Indonesia, 30 tahunan sudah jadi Profesor. Dan saya yakin sebentar lagi banyak yang lebih muda lagi. Biar kursi panas ini lekas beralih dari saya,...”. Demikian komentar Prof Ismunandar (38) soal status dirinya sebagai Guru Besar termuda ITB. Pria penikmat sastra klasik ini, awal mei lalu dikukuhkan sebagai GB di Prodi Kimia FMIPA ITB.
Lahir di Purwodadi, Jawa Tengah, Ismunandar merupakan anak kesepuluh dari sebelas bersaudara. Sewaktu duduk di bangku sekolah dasar, Prof. Ismunadar mengaku senang mengajarkan ke teman-teman sekelas. Seringkali, ketika gurunya berhalangan, Ismunandar kerap diminta menggantikan gurunya di kelas. Penyuka makanan tradisional ini berkisah, dahulu bapaknya, seorang petani, menyarankan anak-anaknya untuk ambil sekolah guru. “Cita-cita waktu SMA ingin jadi guru SMA, setelah di ITB pingin jadi dosen ITB. ..jadi kebanyakan kakak-kakak saya adalah guru SD dan SMP”, katanya.
Dr. Ismunandar kini menjabat sebagai Ketua KK Kimia Anorganik dan Fisik dan Manajer Riset di FMIPA ITB. Peraih penghargaan mahasiswa berprestasi ITB (1992) ini menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 1992 dari Departemen Kimia ITB. Beliau kemudian melanjutkan studi doktoral di University of Sydney, Australia, lulus tahun 1998. Di antara penghargaan yang pernah diterimanya adalah Gold Award Australian Institute of Nuclear Science and Engineering for research excellence, 1999; Indonesia Toray Science Foundation Award, 2000; Fellowship dari Minister of Science, Technology, Culture and Sport Japan, 2002; Hitachi Foundation; Research Fellowships to do research in Japan, 2003; Satya Lencana 10 tahun, 2006; Endeavour Australia Cheung Kong Awards, 2006.
Dr. Ismunandar merupakan salah satu pengajar yang cukup produktif, berbagai karya tulis ilmiahnya banyak dipublikasikan dalam jurnal lokal maupun internasional. Adapun buku yang pernah beliau tulis diantaranya “Padatan Oksida Logam” (2006), dan “Kimia Populer” (2007), keduanya diterbitkan oleh Penerbit ITB. Selain itu ia juga menerjemahkan berbagai buku Kimia populer dan buku online.
Disinggung peran GB dalam mewujudkan misi ITB sebagai universitas kelas dunia, Dr Ismunandar berpendapat, dengan kondisi infrastruktur dan dukungan pemerintah saat ini, sangat berat mewujudkan misi mulia itu. ”Terlebih bagi yang bekerja di bidang sains eksperimental seperti kami. Jadi saya ya, sederhana saja, mudah-mudahan walau setitik bisa ikut berkontribusi dalam memulai langkah menuju cita-cita mulia itu. Itu saja..”, ujarnya menambahkan.
Mahasiswa ITB Harus Lebih Berani
Bertutur soal mahasiswa, Prof Ismunandar punya tiga pendapat. Pertama mahasiswa ITB masa kini tergolong hebat-hebat, kritis dan lebih berani bicara dengan dosennya. Hanya saja, mahasiswa ITB harus lebih berani menunjukkan kehebatannya dengan muncul dan menunjukkan prestasinya di ajang nasional, regional dan internasional lebih banyak lagi. “Jangan hebat di dalam saja” katanya. Kedua, Secara keseluruhan kini mahasiswa ITB dilengkapi dengan beberapa fasilitas yang lebih baik, tetapi banyak juga berbagai ‘godaan’ yang juga kadang lebih menarik. Sehingga banyak mahasiswa lupa tujuan utamanya. Terakhir, ada kecenderungan mahasiswa ITB semakin serba ingin instant. ”..beberapa mahasiswa inginnya kayak buku-buku murah itu ”menguasai Fisika, Kimia dan Kalkulus sistem 16 jam (semalam sebelum ujian ..)!”, candanya.
Dalam mendukung cita-citanya sebagai universitas kelas dunia, ITB saat ini sedang giat berupaya meningkatkan jumlah Guru Besarnya. Dalam waktu dekat, beberapa nama yang sudah dicalonkan untuk menjadi guru besar di ITB diantaranya, Dr. Arwin Sabar (FTSL), Dr. Miftah Faridl (FSRD), Dr. Alibasyah Siregar (FTI) dan Dr. Ubuh Buchara (FTI).