Prof. Priyono Soetikno: Indonesia Mempunyai Potensi Energi Baru dan Terbarukan yang Melimpah
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Guru Besar Institut Teknologi Bandung, Prof.Dr.Ing.Ir.Priyono Soetikno DEA., memberikan Orasi Ilmiah dengan tema “Mendorong Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia” di Aula Barat ITB, Jalan Ganesha no 10 Bandung, Sabtu (29/9/2018). Dalam orasinya, Prof. Priyono menyampaikan bahwa di masa mendatang penggunaan energi akan terus meningkat, sehingga diperlukan energi baru dan terbarukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Dijelaskan Prof. Priyono, energi alternatif dibagi menjadi dua kategori yaitu pengganti bahan bakar minyak bumi seperti biomassa, batubara, etanol, biodiesel, biobutanol, dan lain-lain. Kategori selanjutnya adalah energi terbarukan yang berupa energi angin, fotovoltaik matahari, panas matahari, dan gasifikasi.
Energi terbarukan dianggap sebagai energi hijau atau energi bersih karena menghasilkan sedikit zat buang atau bahkan tidak menghasilkan zat buang. Energi baru dan terbarukan tersebut memiliki tantangan tersendiri dalam pengembangannya, yaitu dalam aspek skala dan jangka waktu.
“Saat ini energi terbarukan sebagai energi alternatif berhasil ditunjukkan pada skala kecil dan waktu tertentu atau intermittent. Seperti contohnya matahari dan angin sangat dipengaruhi oleh waktu. Matahari akan memancarkan sinarnya saat siang hari dan angin terjadi hanya sesekali waktu. Maka dari itu, solusinya adalah membuat penyimpan energi yang dapat memungkinkan energi tersimpan dan dapat digunakan di waktu lain,” kata Guru Besar dari Kelompok Keahlian Konversi Energi, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara itu.
Tantangan yang lain adalah komersialisasi dan persyaratan material. Priyono menjelaskan bahwa dalam komersialisasi terdapat pertanyaan besar mengenai seberapa jauh sumber energi terbarukan dapat sepenuhnya beroperasi dan komersial. Berdasarkan penelitian, waktu yang diperlukan untuk komersialisasi energi terbarukan dalam skala besar memerlukan waktu hingga 25 tahun.
“Dalam pemanfaatan energi terbarukan juga terkendala oleh teknologi canggih yang menggunakan material dan mineral langka. Contohnya sel bahan bakar (fuels cell) membutuhkan platinum, palladium, dan mineral langka lainnya. Contoh lain adalah lampu LED membutuhkan indium dan gallium. Keberadaan mineral tersebut tidak banyak sehingga memerlukan cost (biaya) yang tinggi,” tambahnya.
Pembangunan Energi Terbarukan di Indonesia
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan mengenai Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menjadi dasar untuk menyusun Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Dalam hal tersebut menjelaskan bahwa salah satu sasaran dari pembangunan berkelanjutan adalah sektor energi domestik yang meliputi ketahanan energi, nilai tambah ekonomi, kelestarian lingkungan hidup, serta kemandirian dalam pengelolaan energi. “Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau yang tersebar sehingga masing-masing daerah pasti memiliki potensi energi terbarukan,” kata Prof. Priyono.
Ia menambahkan bahwa terdapat beberapa potensi energi terbarukan yang dapat memenuhi pasokan energi sehari-sehari, seperti energi surya, angin, biomassa, biofuels, hidro, mikrohidro, dan panas bumi. “Jika ditelisik satu persatu, energi surya memiliki potensi besar di daerah timur Indonesia dan menghasilkan 207,9 GW perbulan. Panas matahari tersebut dipanen dengan photovoltaic, solar concentrate, dan collector. Selanjutnya adalah energi angin yang berkembang di daerah Sulawesi serta telah menunjang kebutuhan listrik di Sulawesi Selatan. Salah satunya adalah hasil dari Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap,” paparnya.
Tak kalah penting, Prof. Priyono juga menjelaskan tentang peran bakteri sebagai salah satu jawaban atas perkembangan energi baru dan terbarukan. Contohnya adalah bioenergi yang didapatkan dari proses biogas dengan bantuan bakteri penghasil gas. Selain itu terdapat biofuels yang memanfaatkan kelapa sawit sebagai campuran diesel atau bahan bakar lainnya.
“Sedangkan untuk tenaga air memiliki peran yang penting karena dapat menghasilkan listrik skala besar maupun kecil. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang memiliki skala kecil ternyata dapat menghasilkan sebanyak 115 MW pada 2018. Potensi yang terakhir adalah panas bumi. Indonesia diuntungkan karena memiliki potensi panas bumi sebanyak 40% di seluruh dunia. Namun potensi ini baru dapat menghasilkan listrik sebanyak 1774,5 MW pada tahun 2018. Hal ini karena dalam pengelolaan panas bumi perlu teknologi yang canggih serta biaya investasi yang tinggi pula,” ungkapnya.
Keberlanjutan Sistem Energi Terbarukan di Indonesia
Setelah mengetahui potensi energi terbarukan, maka yang perlu dilakukan adalah melakukan optimasi untuk mencapai ketahanan energi. Menurut Prof. Priyono, salah satu yang sangat berpotensi di Indonesia dan relatif murah adalah PLTH / PLTMH. Hal ini karena air dapat memenuhi kebutuhan energi serta mudah diaplikasikan oleh masyarakat. Terdapat beberapa strategi dalam pemberdayaan energi air yaitu menjaga daerah tangkapan air di hulu, pemanfaatan listrik untuk kerja produktif dan dapat meningkatkan pendapatan penduduk lokal serta merangsang pertumbuhan ekonomi.
“Terdapat pula pengelolaan sistem pembangkit yaitu melakukan perawatan alat secara berkala supaya bisa sustainable. Masyarakat juga harus terlibat sebagai pelaku ekonomi. Yang terakhir adalah sistem pendanaan yang dapat melibatkan pihak swasta dan pihak pemerintah serta penjaminan payung hukum oleh pemerintah untuk mengatur kegiatan masyarakat dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan energi,” pungkasnya.
Reporter: Billy Prabowo