Profil I Gede Wenten: Alumni Terbaik ITB ’82 adalah Penghargaan Terbesar Saya (2)
Oleh Krisna Murti
Editor Krisna Murti
(sambungan dari tulisan terdahulu)
Aplikasi membran untuk air minum
Aplikasi membran di bidang produksi air minum sudah sangat luas, dan teknologinya pun sudah berkembang pesat. Namun hingga kini produksi air minum kita (PDAM) masih menggunakan cara-cara konvensional yang menyebabkan kualitas air masih di bawah standar air minum sehingga tidak dapat langsung diminum. ”PDAM sudah seharusnya menggunakan membran”, ungkap beliau. ”tapi apakah PDAM mau mengadopsi teknologi ini atau tidak itu bukan urusan kita, tekankan ini dengan keras”, lanjutnya. ”Kita bersedia membantu tetapi saya tidak mau masuk dalam sistem mereka, birokrasi, yang akan menempatkan kita sesuai sistem mereka”, tutur beliau dengan tegas. Peneliti kita ini memang sosok yang ogah berurusan dengan masalah birokrasi pemerintahan. Namun beliau berani memberikan garansi bahwa penggunaan membran di sektor ini sangat kompetitif baik dari segi kualitas maupun segi keekonomisan.
“Level harga air minum kita saat ini masih terlalu tinggi sebenarnya. Jadi kalo akses air bersih itu mahal kita kurang setuju untuk itu. Kita sebenarnya sudah siap dengan teknologi portable drinking water yang mampu menghasilkan air kualitas tinggi. Bahkan rumah-rumah bisa memiliki instalasi air bersih sendiri dengan harga terjangkau”, itulah solusi yang ditawarkannya.
Posisi Industri Membran Indonesia
Indonesia memang terlambat start dalam teknologi membran. Negara-negara maju seperti USA, Jepang, telah mulai mengembangkan membran sejak 50 tahun yang lalu. Sementara kita jauh tertinggal dari mereka. Namun, saat ini kita sudah mulai bangkit dan mengejar ketertinggalan . ”Statemen kita di dunia membran keras dan saya rasa kita diakui diseluruh dunia”, kenang beliau saat memberikan plenary lecture pada Simposium membran ketiga beberapa waktu yang lalu. ”Membran kita lebih murah dari negara lain, khususnya di Asia. Bahkan lebih murah dari buatan Cina. Soal kualitas kita garansi”. Tanpa mengungkapkannya lebih jauh beliau lalu menceritakan sekilas tentang simposium membran yang diadakan di ITB beberapa waktu lalu (26-27/04/05). ”Afrika Selatan bahkan ngambil membran dari kita dan segala sektor sedang dijajaki untuk aplikasi membran dari kita”, lanjut beliau menjelaskan hasil dari simposium itu. Sebagai negara berkembang kita memang harus memiliki strategi jitu untuk mampu bersaing dengan negara-negara yang sudah maju.
Peran Pemerintah dalam Industri Membran
”Pemerintah nggak perlu ngrecoki, dan kita jangan terlalu berharap dengan peran pemerintah. Kalo mau regulasi juga silakan tetapi nantinya suka-suka mereka juga. Pemerintah ngatur pemerintahan dengan baik aja lah. Kalo pemerintah bisa akomodatif dan adaptif pasti kita dukung. Kalo pemerintah memang akomodatif seperti PDAM kan merupakan salah satu peran pemerintah, jadi ya itu terserah mereka”, tutur beliau.
Tentang Penelitian
Masalah klasik seperti keterbatasan dana, diakui oleh beliau memang masih ada. Namun karena sudah terbiasa dan memiliki strategi tertentu maka hal itu bisa dihadapi. sendiri. ”Kalo kita mengandalkan pihak lain kita nggak jalan-jalan’, ujarnya. Tentang aplikasi di industri Wenten memiliki rumus jitu. ”Penelitian mengikuti alur mekanisme pasar. Kalo penelitian kita berkualitas dan dibutuhkan oleh industri maka tidak ada alasan kenapa mereka (industri) tidak membiayai dan menggunakannya”. Tidak seperti di Eropa dan negara-negara maju, peneliti di Indonesia tidak dibiayai negara.”Peneliti kita disuruh cari makan sendiri. Sehingga kita mati-matian membuat karya yang lebih kreatif dan inovatif agar penelitiannya tetap bisa jalan”, kenang beliau.
Ditanya tentang kerjasama penelitian, beliau ternyata memiliki banyak kerjasama dengan dunia Industri. Bahkan di bidang kelapa sawit nilainya mencapai empat miliar rupiah. Namun tidak sama halnya dengan kerjasama dengan peneliti lain. ”Saya itu berat sekali kalo mengenai kerjasama antar peneliti, karena kita tidak mau direpotkan oleh persoalan rutinitas kampus persoalan antar peneliti yang seringnya hanya ’sama-sama’nya tapi kerjanya nggak jalan-jalan”, begitu penjelasan beliau.
Aplikasi Membran Skala Kecil
Aplikasi membran skala kecil banyak dirintis oleh beliau. Sebut saja alat portable drinking water, ’tebuku’ untuk petani tebu, Small Residential Ultra Purifier Package untuk rumah tangga, RO emergency kit, dan masih banyak yang lain. Bahkan tukang bakso pun diharapkan bisa memanfaatkan membran sehingga tidak perlu mencari air setiap saat. Alat-alat inipun telah digunakan dalam penanggulangan pasca Tsunami di Aceh, karena bentuknya yang kompak, ringan, dan mudah dibawa. Bahkan untuk RO emergency kit tidak membutuhkan pompa listrik hanya dioperasikan dengan pompa tangan.
”Kalo sekarang kemarau saya bisa jamin kalian tidak akan mengalami kekeringan. Air yang sudah dipake mandi ,cuci, dan sebagainya jangan dibuang. Ditampung ntar kita olah dan dipake lagi. Misalnya di atas dipake mandi, ntar dilewatkan membran berikutnya dipake apa gitu seterusnya”, papar beliau meyakinkan.
”Kalian harus bisa buktikan sendiri omongan saya. Kalo statemen kita keras seperti ini maka itu pasti sudah berdasar. Kalian harus bisa jadi penerus”, begitulah pesan beliau menutup pembicaraan.
(erwin)