Rayakan World Space Week 2023, Astara Ganesha Adakan Seminar Potensi Astrowisata di Indonesia

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita


BANDUNG, itb.ac.id - Astara Ganesha (AstaGa) 2023 adakan seminar dalam bentuk talkshow dengan judul “Uncover the Treasures of the Sky, Astro-Tourism in Indonesia and its Future Potensial” untuk memperingati World Space Week 2023. Kegiatan ini dilaksanakan pada Sabtu (30/09/2023) di Ruang Seminar FSRD, ITB Kampus Ganesha.

AstaGa tersendiri merupakan program 2 tahunan dari Himpunan Mahasiswa Astronomi ITB (Himastron ITB). Tujuan seminar kali ini untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang astrowisata dan potensinya di Indonesia baik dari sudut pandang akademisi astronomi maupun dari pengusaha di bidang astrowisata.

Talkshow ini menghadirkan dua pembicara hebat, yaitu Dosen Astronomi ITB, Dr. Chatief Kunjaya, M.Sc., serta Alumni Astronomi ITB sekaligus Founder Imahnoong, Hendro Setyanto. Sementara itu, mahasiswa Astronomi ITB, Nadila Fitriyani ditunjuk sebagai moderator. Dalam acara ini hadir pula tamu undangan dari perwakilan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Rafliansyah.

Astrowisata merupakan kegiatan yang melibatkan benda langit sebagai objek keindahan, baik natural maupun buatan. Kegiatan astrowisata sebenarnya sudah ada sejak lama, namun dalam bentuk kunjungan atau public outreach. Inisiasi astrowisata di Indonesia didasari pada banyaknya turis asing yang berkunjung ke Indonesia untuk melihat gerhana. Oleh karenanya, pada tahun 2016, Dr. Kunjaya mulai berpikir untuk mengembangkan astrowisata.

Namun tentu saja banyak hal yang harus dipersiapkan, terutama pada infrastruktur serta regulasinya.

Indonesia merupakan daerah yang begitu luas, sehingga ada daerah yang berpotensi memiliki langit cerah, misalnya daerah Nusa Tenggara Timur. Dr. Kunjaya memaparkan salah satu tempat yang berpotensi tinggi mempunyai langit yang cerah, yaitu Pulau Sabu.

Pulau ini memiliki 75% hari cerah selama 1 tahun. Selain itu, pulau tersebut juga memiliki langit yang gelap sehingga kita bisa melihat Galaksi Bima Sakti dengan jelas. Namun, akses menuju pulau masih sulit dan hanya ada perahu sebagai alat transportasinya.

“Pulau Sabu ini punya potensi sebagai astrowisata dan observatorium”, ujarnya.

Pengembangan astrowisata di Indonesia tentu tak luput dari tantangan. Langit yang gelap perlu dilindungi dengan regulasi dan peraturan daerah agar tidak terjadi polusi cahaya. Begitu juga dengan akses menuju lokasi yang sulit, serta banyak daerah di Indonesia yang tinggi curah hujan dan tutupan awannya, misalnya di pegunungan Papua.

Maka dari itu, Hendro menambahkan bahwa dalam pengembangan astrowisata memerlukan dana yang tidak sedikit.

Dengan melihat potensi dan tantangan tersebut, terdapat berbagai hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan astrowisata. Sebut saja dengan menyadarkan potensi yang dimiliki daerah tersebut kepada masyarakat, regulasi, dan tentunya perencanaan yang baik.
Membangun persepsi yang sama dengan masyarakat bahwa daerahnya berpotensi itu tidak bisa cepat, namun bisa dilakukan secara bertahap. Masyarakat dapat diajak jika ada manfaat untuk mereka dan kita perlu memahami apa yang mereka butuhkan. Beberapa cara yang bisa dilakukan yaitu bekerja sama dengan masyarakat seperti membangun homestay tanpa pembangunan hotel. Sehingga strategi pengembangan astrowisata diharapkan berjalan baik, tidak menimbulkan polusi cahaya, dan bermanfaat untuk masyarakat.

Astrowisata juga memberikan dampak yang positif, karena kepariwisataan itu paling efektif untuk kesejahteraan masyarakat. Berbagai fasilitas pendukung wisata bisa berasal dari masyarakat itu sendiri, seperti penginapan, restoran, dan lain-lain. Oleh karenanya, perlu banyak kerja keras untuk memberikan pengetahuan terkait kepada masyarakat.

Terdapat ide kegiatan astrowisata yang menarik, yakni yang bermandikan cahaya bintang. Dr. Kunjaya memberikan inspirasi astrowisata, salah satunya berupa pengamatan langit malam di pantai.

Beliau menjelaskan bahwa orang-orang tidak tahu keindahan langit karena belum pernah melihat langit yang indah karena tertutup polusi cahaya terutama di kota-kota besar. "Namun, di Kupang kita bisa melihat banyak bintang dilangit bahkan bisa melihat Galaksi Bima Sakti yang membentang hingga setengah lingkaran," tutur Dr. Kunjaya.

Ide lainnya mengenai astrowisata, antara lain pengamatan Gerhana Matahari dan hari tanpa bayangan di setiap kota yang berbeda di Indonesia. Astrowista juga bisa dikembangakan di daerah tengah kota, seperti yang dilakukan oleh Hendro, yaitu Imahnoong yang berfokus pada astrowisata buatan. Hal lainnya dapat juga dengan memanfaatkan objek sejarah yang memiliki aspek astronomi seperti Candi Borobudur.

Tantangan ke depannya, jika suatu saat astronomi populer dan terjadi over tourism yaitu dampak pada lingkungannya. Dr. Kunjaya juga menyatakan bahwa astrowisata nantinya dapat dijadikan wisata ekslusif dengan pembatasan jumlah pengunjung.

Tak hanya itu, peran astrowisata juga dapat semakin dikembangkan dalam sisi pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Penelitian menjadi penting karena untuk pembuatan regulasi kita memerlukan naskah akademik. Dalam pendidikan misalnya terdapat Prodi Studi Astronomi, maupun mata kuliah yang dapat diambil mahasiswa jurusan lain, seperti Manajemen Institusi Astronomi dan Astronomi Lingkungan.

Reporter : Gishelawati (Astronomi, 2019)


scan for download