Rektor ITB: Keberadaan Observatorium Bosscha Memberikan Sumbangsih Bagi Astronomi Modern

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Observatorium Bosscha yang diserahkan oleh NISV kepada Pemerintah Indonesia 1 abad lalu kini bukan hanya menjadi warisan budaya, namun juga menjadi salah satu ‘kendaraan’ sains dalam bidang astronomi modern.

Demikian disampaikan Rektor ITB, Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D., dalam acara Peringatan 100 Tahun Observatorium Bosscha di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Senin (30/1). Sebagai ilmu pengetahuan tradisional, ilmu perbintangan memang telah diandalkan berbagai suku bangsa dalam menjalankan hidup, mengenali waktu, musim, bercocok tanam, berlayar, dan menjalankan ritual keagamaan. Namun, menurutnya, astronomi modern yang diantar oleh Observatorium Bosscha ini adalah cabang sains sekaligus fasilitas sains baru.

“Pemikiran K. A. R. Bosscha memilih lokasi Observatorium Bosscha tidak jauh dari Technische Hoogeschool Bandung untuk menjamin penyiapan SDM sungguhlah visioner,” tutur Prof. Reini dalam sambutannya. Lebih lanjut lagi, ia menjelaskan bahwa observatorium modern merupakan manifestasi integrasi multidisipliner antara sains, desain, dan teknologi yang selalu ada dalam strategi pengembangan astronomi.

Astronomi, sebagai salah satu sains yang lingkup studinya universal, dapat maju dan berkembang dengan modus kolaborasi internasional yang intensif dan ekstensif. “Saya melihat ini pada kerja kolega-kolega astronom dan melihat bagaimana dalam sejarahnya yang panjang, Observatorium Bosscha berperan sebagai platform yang menumbuh-kembangkan spirit kolaborasi ini.”

Ditambahkan oleh Rektor, perayaan ini bukan saja untuk merayakan ulang tahun ke-100 Observatorium Bosscha, namun juga untuk mengapresiasi perjuangan dan karyanya, sekaligus mengapresiasi semua orang dan pihak yang berkontribusi pada tiap Langkah dalam sejarah yang panjang itu.

Astronomi memang cabang sains yang paling universal kontennya, dan orang mudah terinspirasi oleh keindahan semesta. Namun demikian, masih banyak orang sulit melihat relevansi astronomi dengan kepentingan segera dalam hidup keseharian. Oleh karena itu, Observatorium Bosscha dengan unit pendidikan yang mendampinginya (dalam perjalanan waktu disebut antara lain sebagai departemen, jurusan, program studi) patut mendapatkan apresiasi tertinggi karena tak jarang harus bertahan dan terus maju dengan dukungan yang tidak menentu.

“Observatorium Bosscha telah membantu ratusan guru dan dikunjungi ratusan ribu siswa,” dilanjutkannya. “Program Kelas Daring Astronomi telah mengunjungi sekolah-sekolah yang tersebar dari Papua hingga Sumatra. Selain itu, program Pengamatan Virtual Langit Malam telah menjadi program sains populer yang digemari oleh masyarakat semua umur di Indonesia.” Kegiatan yang diusung oleh para kolega astronom serta Observatorium Bosscha dilakukan untuk memastikan astronomi diajarkan dengan baik dan benar pada tingkat pendidikan dasar sekaligus menengah.

Lebih lanjut lagi, program pemberdayaan masyarakat melalui contoh praktis dalam perolehan sumber energi surya dan air bersih di pedalaman Timor, yang turut serta melibatkan ITB, telah mendapatkan apresiasi dari beberapa pihak. Di antaranya adalah Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia, Newton Fund, dan International Astronomical Union-Office of Astronomy for Development. “Pada peringatan United Nations ke-75, program Observatorium Bosscha ini dihadirkan sebagai contoh bagaimana memanfaatkan pengetahuan astronomi untuk menjawab tantangan kemanusiaan di bumi dewasa ini.”

Sebagai penutup, Prof. Reini menegaskan bahwa Observatorium Bosscha bukan ‘hanya’ warisan budaya dan ilmu pengetahuan yang dititipkan pada ITB untuk dijaga, “Observatorium Bosscha adalah kendaraan untuk maju yang perlu ITB jamin pemenuhan amanahnya dengan kapasitas ITB sebagai perguruan tinggi terdepan di Indonesia.”

Reporter: Athira Syifa PS (Teknologi Pascapanen, 2019)