Reminisensi Kisah Penjelajahan Gua Dr. Pindi Setiawan
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Kala itu, beberapa tokoh masyarakat dari Pemkab Blora, Jawa Tengah, mendatangi LPPM ITB untuk mendiskusikan isu ketersediaan air bersih di Todanan. Menurut mereka, air di permukaan lebih banyak menampung air hujan, sedangkan untuk yang di bawah permukaan belum dieksplorasi. Potensi air sesungguhnya terdapat pada aliran sungai dalam gua-gua karst yang dipercayai bernuansa mistis dan belum terpetakan.
Prof. Edy Soewono dan Drs. Budi Insidianto, M.Sn., pimpinan LPPM ITB pada masanya, pun langsung mengharapkan bantuan ilmuwan ITB yang keahliannya adalah menjelajah gua, Dr. Pindi Setiawan, M.Si. Dosen FSRD ITB segera menyanggupi panggilan di zona tiga program pengabdian tersebut. Dalam pelaksanaan penelitian yang dimulai tahun 2011, ia ditemani oleh Budi Brahmantyo (LPPM ITB), Sunu Wijarko Qoirunna’im (ASC), serta Johannes Yuda dan Yoga Sakyanto (KMPA Ganesha ITB). Hasil kerja mereka tertuang dalam buku LPPM ITB Bakti Kami di Pelosok Negeri yang diterbitkan ITB Press.
Kegiatan pengabdian difokuskan di Kecamatan Todanan yang menjadi sumber air bagi Kecamatan Kunduran dan daerah hutan jati Perhutani. Daerah penelitian berada pada Zona Rembang—Madura yang memiliki struktur perlipatan antiklinorium yang diproyeksikan berperan sebagai jebakan minyak bumi yang potensial. Tim juga mengungkapkan rekomendasi pengelolaan sendang di atas formasi batuan karst. “Hal ini penting karena struktur geologi perlu diperhatikan supaya tidak menurunkan debit air alaminya,” sebut mereka. Laporan juga mencakup potensi pariwisata karst dengan ditemukannya tiga kompleks gua, yaitu Gua Agung, Gua Terawang, dan Gua Kidang, serta gua-gua lainnya di kompleks Pancasona Pramuka.
Selain yang terkait dengan bahan galian batuan dan pasir, Dr. Pindi merekomendasikan perencanaan tata ruang kawasan karst Kabupaten Blora sebagai kawasan lindung nasional menurut UU no. 26 tahun 2007.
Berdasarkan hasil penelitian, Kecamatan Todanan terbukti sebagai kawasan yang mengatur keseimbangan air dan pemilik cadangan pangan Kabupaten Blora. Laporan juga menyatakan bahwa kawasan karst Todanan mengandung nilai pusaka prasejarah, nilai wisata, dan kekayaan hayati. Dengan demikian, wilayah tersebut dapat dikategorikan sebagai kawasan strategis nasional yang menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai UU no. 32 tahun 2004.
Selanjutnya, terkait dengan antisipasi pendirian pabrik gula yang dikhawatirkan memengaruhi ketersediaan air bersih, Dr. Pindi dan tim memberikan peringatan dini. Peringatan tersebut mengandung pengetahuan mengenai potensi dan aliran air dalam sistem karst di bawahnya.
Prof. Edy mengenang sulitnya memperoleh hasil penelitian yang terbit sebagai informasi-informasi berharga bagi Kabupaten Blora. “Hanya berbekal dana transportasi pengabdian kepada masyarakat LPPM, mereka blusukan gua-gua yang cukup angker sampai ke dalam untuk menemukan arah aliran sungai bawah tanah,” ujarnya.
Mengenang Kepakaran Dr. Pindi
Dr. Pindi tutup usia pada 9 September 2022, namun penjelajahannya di gua sudah bergaung berbelas tahun lamanya. Sebuah artikel di National Geographic, Tangan-tangan yang Menembus Waktu, yang terbit pada Desember 2005 menuliskan kisahnya bersama penjelajah gua Prancis Luc-Henri Fage, fotografer Carsten Peter, dan arkeolog Jean-Michel Chazine. Fage menuliskan nama peneliti gambar cadas di Indonesia, kajian yang amat langka di Tanah Air.
Penelitian Dr. Pindi di Indonesia sangat identik dengan temuan-temuan gambar tangan yang saat itu menjadi laporan gambar cadas (rock arc) tertua di dunia. Dalam risetnya bersama para ilmuwan dari Griffith University, Australia serta perguruan tinggi dan lembaga riset lain di kawasan karst Sangkulirang—Mangkalihat, ia menerbitkan sejumlah laporan pada jurnal ilmiah bereputasi tinggi. Kontribusinya mewarnai diskusi-diskusi internasional mengenai seni zaman purba.
Artikel pertamanya dipublikasikan dalam jurnal prestisius Nature pada Agustus 2018 dengan judul Paleolithic Cave Art in Borneo dan langsung menjadi pembahasan para ilmuwan dunia. Dalam artikel tersebut, Dr. Pindi melaporkan analisis seri-Uranium pada deposit kalsium karbonat pada lukisan oranye-kemerahan berusia 40 ribu tahun yang ditemukan dalam Lubang Jeriji Saleh. Riset Dr. Pindi terus berkembang, baik secara lokasi maupun secara topik, dengan diterbitkannya berbagai artikel baru di jurnal-jurnal berkelas Q1.
Sebelum menutup lembaran hidupnya, ia bersama tim riset gabungan kembali ke Sangkulirang—Mangkalihat dan mewariskan satu publikasi di jurnal Namre. Artikel itu melaporkan sisa tulang manusia muda yang menjalani amputasi di bagian bawah kaki kiri, setidaknya 31 ribu tahun yang lalu. Dikutip langsung dari tulisannya, Dr. Pindi menyebutkan, “Pasien yang menjalani operasi terus hidup hingga 6—9 tahun, sebelum meninggal dan dimakamkan di Gua Liang Tebo, Kalimantan Timur.”
Penghargaan bergengsi terakhir yang diterimanya adalah Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) 2022 untuk kategori khusus pada pertengahan Agustus lalu sebagai bagian dari Tim Riset Arkeologis Lukisan Gua Purba Indonesia. Rangkaian lukisan figuratif tertua di dunia yang Dr. Pindi temukan dinilai telah menggeser paradigma arkeologi Indonesia dan memperkaya pengetahuan evolusi kognitif global.
*Artikel ini telah dipublikasi di Media Indonesia rubrik Rekacipta ITB, tulisan selengkapnya dapat dibaca di laman https://pengabdian.lppm.itb.ac.id
Reporter: Sekar Dianwidi Bisowarno (Rekayasa Hayati, 2019)