Roadshow Gerakan Indonesia Mengajar: Buka Mata dan Hati Mengenai Pendidikan

Oleh Amelia Rahma Faustina

Editor Amelia Rahma Faustina

BANDUNG, itb.ac.id - Roadshow Indonesia Mengajar pada Selasa (29/11/11) bertempat di Sabuga merupakan acara yang diselenggarakan oleh Gerakan Indonesia Mengajar, sebuah organisasi non-profit yang sangat peduli terhadap pendidikan anak-anak di Indonesia. Acara pada hari itu adalah sharing tentang pengalaman Pengajar Muda angkatan I yang baru saja kembali dari setahun bertugas sebagai guru di pedalaman Indonesia. Selain itu, ada pula penampilan dari KPA ITB dan komunitas pemusik jalanan asuhan Alm. Harry Roesli yang berkolaborasi dengan Pengajar Muda.

Acara dibuka dengan dari KPA ITB dan komunitas pemusik jalanan yang menghibur hadirin pada siang itu. Kemudian, acara dilanjutkan dengan pemutaran video-video dari komunitas-komunitas di Bandung, seperti Gerakan Bikin Pintar Anak Pesisir, ITB Mengajar, Young Changemakers Indonesia, Greneeration Indonesia, Sahabat Kota, Book for Mountain, dan Coin a Chance. Semuanya menampilkan pesan inspiratif yang menggambarkan kepedulian mereka terhadap pendidikan, lingkungan, dan anak-anak di Bandung.

Prihatin, Tapi Tidak Berdiam Diri

Anies Baswedan lalu memaparkan data dan fakta-fakta mengenai pendidikan yang masih sangat memprihatinkan. Distribusi guru yang ada saat ini tidak merata, terbukti dari data statistik yang menunjukkan 21% sekolah di perkotaan kekurangan guru. Kondisi yang sama juga terjadi bahkan semakin tinggi, yaitu mencapai 37% sekolah di pedesaan dan 64% sekolah di daerah terpencil. Pengajar Muda hadir sebagai usaha untuk mengisi kekosongan guru tersebut.

Pengajar Muda yang berbagi pengalaman saat itu adalah Aline (Biologi 2005), Adi (Teknik Elektro 2004), dan Aji yang merupakan lulusan Institut Pertanian Bogor. Mereka menceritakan pengalaman inspiratif yang begitu mempengaruhi diri mereka, saat ini dan untuk selamanya. Aline yang datang ke Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat berkata bahwa keadaan disana adalah wanita dinomorduakan karena budaya patriarki yang begitu kental dalam masyarakat. Kondisi daerah tempat para Pengajar Muda itu mengabdi ada yang tidak memiliki air bersih, dan sangat sulit untuk berhubunagn dengan anggota keluarga yang jauh karena susah sinyal. Namun Pengajar Muda yang datang ke daerah pelosok-pelosok tersebut tidak menganggap hal ini menjadi pengorbanan. "Kesempatan ini bukanlah pengorbanan, namun kehormatan", ujar Aji mengutip perkataan salah satu trainer pengajar saat pelatihan instensif sebelum berangkat.

Menginspirasi Mahasiswa

Hadirin pun tak kalah semangatnya dengan Anies Baswedan dan Pengajar muda yang menjadi pembicara. Misalnya saja Marsha (Teknik Lingkungan 2008) yang datang karena tertarik setelah salah satu Pengajar Muda angkatan I, Dika (Teknik Lingkungan 2004) berbagi pengalaman di Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL). Marsha yang sebelumnya memang sudah tergerak dengan bercita- cita mendirikan sekolah di masa depan berkata bahwa dengan ia menghadiri acara tersebut, ia jadi semakin yakin dan tahu harus berbuat seperti apa ke depannya. "Bahwa diluar diri dan lingkungan sekitar kita, masih banyak hal lain yang sangat perlu diperhatikan", ujarnya.

Lain lagi dengan Riza (Arsitektur 2008), ia datang karena ingin langsung mendengar cerita-cerita pengajar muda yang sebelumnya hanya bisa ia baca lewat dunia maya. Riza bertekad untuk mendaftar menjadi Pengajar Muda saat lulus kuliah. "Gerakan seperti ini bagi saya menjadi bukti bahwa masih banyak orang yang peduli dan optimis untuk negaranya", tuturnya. "Indonesia harus optimis!".

Pendaftaran untuk menjadi Pengajar Muda dibuka hingga tanggal 17 Desember  2011 dengan mengisi formulir secara online di www.indonesiamengajar.org.