Sekilas Profil Hanindyo Kuncarayakti, Astronom Indonesia di Cile

Oleh Abdiel Jeremi W

Editor Abdiel Jeremi W

BANDUNG, itb.ac.id - Penelitian adalah salah satu tridarma Perguruan Tinggi yang ditanamkan kepada seluruh civitas akademik, baik mahasiswa, dosen, alumni, maupun setiap karyawan kampus. Profesi sebagai peneliti sering dipandang sebelah mata oleh generasi dewasa ini. Dengan alokasi dana APBN sebesar kurang dari 1%, meneliti dengan maksimal bukanlah hal yang mudah bagi para peneliti Indonesia. Namun, itu bukan menjadi kendala bagi Hanindyo Kuncarayakti. Alumnus S1 Astronomi ITB 2005 ini tidak menyerah dalam merealisasikan cita-citanya menjadi seorang peneliti di bidang Astronomi. Astronom kelahiran Surabaya tersebut sedang bekerja sebagai peneliti post-doctoral di Universitas Chili, Santiago, menggunakan fasilitas berbagai institusi, di antaranya ESO (European Southern Observatory).

Hanin, begitu ia biasa dipanggil, menempuh pendidikan Sarjana (lulus tahun 2005) dan Magister (lulus tahun 2008) di Program Studi Astronomi, FMIPA, ITB. Dalam tugas akhir sarjananya Hanin mempelajari gugus bintang, yaitu sekelompok bintang yang lahir dari awan bintang (nebula) yang sama dengan usia yang hampir sama. Jumlah anggota sebuah gugus bintang bervariasi, ada yang berisi ratusan bintang (gugus terbuka) dan ada yang mengandung hingga jutaan bintang (gugus bola). Ia tertarik pada gugus bintang dengan alasan "Gugus-gugus bintang ini sangat bermanfaat, bisa digunakan untuk menentukan banyak parameter fisis seperti usia, kelimpahan logam, serta jarak dan pemerahan, dibanding dengan kalau meneliti bintangnya satu persatu," terangnya. Dalam studi magisternya Hanin juga meneliti gugus bintang, namun dengan metode yang agak berbeda karena menggunakan data dari instrumen baru yang dikembangkan di Universitas Tokyo. Setelah itu Hanin melanjutkan ke pendidikan doktoral di Department of Astronomy, Graduate School of Science, University of Tokyo hingga selesai pada tahun 2013. Topik penelitiannya di Jepang berganti menjadi supernova, walaupun masih berkaitan dengan gugus bintang juga karena yang diteliti adalah populasi bintang di lokasi ledakan supernova.


Astronomi dan Penelitian di Indonesia 

Hanin yang terkadang mengikuti berita tentang Astronomi di Indonesia melalui berita dan web di internet memberi beberapa masukan agar Astronomi dapat berkembang. "Saya rasa penting sekali mengaktifkan pusat-pusat kegiatan Astronomi di berbagai kota dan daerah. Mungkin paling baik jika dalam bentuk pendidikan formal karena selama ini yang ada hanya di ITB. Tetapi tentu dapat juga dimulai dari skala yang lebih kecil seperti klub amatir atau ekstrakurikuler. Untuk hal ini mungkin sekedar kegiatan hobi saja tidak cukup, tetapi harus dilandasi dengan basis ilmiah (astrofisika) juga. Hal lain yang cukup penting adalah kegiatan meneliti yang sebaiknya berujung pada keluaran yang jelas, misalnya publikasi. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak hanya oleh profesional atau dalam lingkup pendidikan, tetapi juga oleh lingkup amatir seperti komunitas regional dan ekstrakurikuler di sekolah. Sekarang sudah banyak yang menyediakan data secara online, jadi penelitiannya tidak harus selalu menggunakan data yang diambil sendiri. Jika ingin mengambil data sendiri pun, bisa dilakukan dengan peralatan yang tersedia dan saya duga saat ini sudah ada beberapa tempat dengan fasilitas seperti teleskop atau kamera yang terbuka untuk digunakan dari jarak jauh," ujar Hanin.


Mengenai profesinya sebagai seorang peneliti, Hanin menjawab, "Meneliti sesuatu itu idealnya dilakukan dengan senang dan asyik, karena bersumber dari rasa keingintahuan dan penasaran. Jadi, saya sangat menganjurkan rekan-rekan muda (tidak hanya calon peneliti) untuk mendalami hal apapun yang menarik baginya. Penelitian sebagai suatu profesi agak sedikit berbeda, karena ada banyak hal yang harus dipertimbangkan antara lain publikasi, fasilitas, jangka waktu, kolaborasi, ekonomi, lokasi, dan lain lain. Walaupun tetap mengandung unsur asyik, sebaiknya pikirkan baik-baik dan pertimbangkan faktor-faktor yang ada sebelum mengambil keputusan untuk menjadikan meneliti sebagai profesi. Tapi tentu saya juga sangat mendorong rekan-rekan untuk berani bercita-cita menjadi peneliti,". "Di bidang-bidang tertentu mungkin Indonesia adalah tempat terbaik untuk melakukan penelitian karena kaya akan keanekaragaman hayati, menarik secara kultural atau antropologis, dan lain sebagainya. Di lain pihak, pastinya ada juga bidang yang penelitiannya tidak mungkin dilakukan di Indonesia, baik sebab objek penelitian tidak ada di Indonesia, maupun sarana penelitian yang kurang lengkap. Mungkin yang kedua ini yang sering dianggap sebagai kendala penelitian di Indonesia. Contoh gampangnya, tidak ada teleskop besar untuk studi high-redshift galaxies atau particle accelerator untuk studi partikel subatomik, jadi seringkali orang yang tertarik meneliti di bidang-bidang seperti itu harus melakukan penelitian di luar negeri. Selain itu, kendala lain mungkin adalah masyarakat yang belum terlalu akrab dengan dunia penelitian," tutup Hanin mengenai kondisi penelitian di Indonesia.

Disadur dari duniaastronomi.com
Sumber dokumentasi: dokumen pribadi


scan for download