Sentuhan Teknologi untuk Membangun Keunggulan Bangsa

Oleh kristiono

Editor kristiono

BANDUNG, itb.ac.id - Nusantara kaya dengan lautan, hutan tropis dan sumberdaya mineral. Ketiganya merupakan potensi yang jika diberdayakan dengan sentuhan sains dan teknologi yang tepat dapat menjadi sumber keunggulan Bangsa Indonesia. Namun, pembangunan hingga kini belum mampu mengoptimalkan potensi tersebut untuk kesejahteraan masyarakat. Ini karena paradigma pembangunan berorientasi jangka pendek dan kurang selaras dengan alam. Demikian salah satu poin yang disampaikan oleh Cendekiawan Lingkungan Indonesia Prof. Emil Salim dalam pidatonya yang berjudul "Technology for Sustainable Development : The Case of Indonesia", di Auditorium Campus Centre ITB, Jumat (19/06/09).
Prof Emil Salim merupakan pembicara kunci dalam penutupan Seminar Internasional Dies Emas ITB bidang Manajemen Lingkungan, Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah yang digagas oleh Pusat Penelitian Pengelolaan Lingkungan, Pembangunan Wilayah dan Infrastruktur ITB.

Prof Emil Salim, pernah menjabat Menteri Lingkungan Hidup di era Presiden Soeharto, dengan lancar menyebut manfaat lintah, minyak ikan hiu, kepompong kupu-kupu, lidah buaya, kembang sepatu, alang-alang, belimbing manis, mengkudu, dan pinus bagi industri masa depan. Istimewanya, karena hewan dan tanaman tersebut merupakan khas kawasan tropis, menjadi sulit ditiru bangsa lain. Berbagai jenis obat tradisional, kata Emil, telah dikenal masyarakat Indonesia sebagai kearifan lokal yang diwariskan turun temurun. Namun, ketiadaan sentuhan sains dan teknologi menyebabkan berbagai potensi ini sulit berkembang ke kancah internasional. Justru, keunggulan berbagai fauna dan flora Indonesia malah ditemukan dan dikembangkan pihak asing.

Oleh sebab itu, tegas Emil, masyarakat Indonesia khususnya kalangan terdidik harus kreatif dalam mengembangkan dan menginternasionalkan potensi lokal yang sebetulnya telah melekat dalam tradisi bangsa. "Satu hektar tanah di Riau, boleh jadi jauh lebih kaya dibanding ratusan hektar tanah di kawasan sub-tropis, jadi dalam membangun kita harus ekstra hati-hati", ujar Emil sembari menyebut bioteknologi, biologi laut, mikrobiologi serta biomedicine sebagai bidang-bidang yang menjanjikan di masa depan.

Emil Salim berharap ITB berperan menghasilkan sumberdaya manusia terdidik yang berwawasan jangka panjang dalam membangun Indonesia, bukan justru turut merusaknya. "Insinyur bukan tukang, jadi harus kreatif dan berpandangan luas", katanya.

Sehari sebelumnya, Guru Besar FEUI Bambang PS Brodjonegoro membuka seminar lingkungan ini dengan menyampaikan pidato berjudul "Towards Developed Country That Benefited Every Citizen" di Aula Barat. Dalam pidatonya, salah satu perumus visi Indonesia 2030 ini optimis, dengan inovasi teknologi bangsa Indonesia mampu melakukan transformasi struktural menjadi negara maju yang disegani. Syaratnya, proses pembangunan harus bisa bersama-sama menggerakkan tiga matra modal yakni (1) modal sosial melalui sinergi antara swasta, birokrasi dan profesional yang berdaya saing global, (2) modal alam dan fisik dengan memanfaatkan kekayaan alam secara optimal dan berkelanjutan, serta (3) modal manusia yang berkualitas.

Dalam mewujudkan cita-cita tersebut, lanjut Bambang, ITB dapat peran mengembangkan teknologi untuk mengolah sumber daya alam nasional sehingga memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Industri bernilai tambah tinggi akan meningkatkan kemandirian ekonomi sehingga pada saatnya, Indonesia dapat menjadi pemain dunia yang disegani.

Selain berperan dalam inovasi teknologi, menurut Bambang, ITB harus mendorong alumninya bertumbuh menjadi wirasusahawan tangguh yang dapat mengkreasi banyak lapangan pekerjaan dan bersaing di kancah internasional.