Short Course on Cleaner Production (1)

Oleh Krisna Murti

Editor Krisna Murti

Masih dalam kerangka 3rd Regional Symposium on Membrane Science and Technology 2005, Departemen Teknik Kimia mengadakan pula kursus singkat dengan Prof. Chris Buckley sebagai pemberi kuliah. Kursus singkat yang bertajuk Cleaner Production Application in Industries: Opportunities and Challenges ini diselenggarakan dua hari, 28-29 April 2005. Chris, begitu pinta Prof. Chris Buckley namanya disebut, memulai kursus ini dengan eksklamasi yang menantang, "I don't believe in effluent treatment." Segera, peserta kursus yang terbatas 20 orang itu menggumamkan protes. Tapi, seiring dengan perjalanan kuliah Chris, eksklamasi kontroversial itu terbukti. Dalam kuliahnya, Chris mengoreksi terminologi Cleaner Production menjadi Sustainable Consumption and Production. Terminologi baru ini lebih tepat dan lebih sesuai dengan dasar tujuan Cleaner Production (CP). Pada awalnya, esensi CP dalam dunia industri adalah mengurangi beban lingkungan sekaligus mencapai keuntungan yang lebih besar. Bisa juga dikatakan, menurunkan pemanfaatan sumber daya (resources) tapi kualitas produk tetap, atau bahkan meningkat. Namun, cita-cita ini tidak akan terwujud bila hanya dipengaruhi oleh satu pihak, "production" saja. "Consumption is the other side of the coin," seru Chris. Jadi, dalam usaha mengurangi beban lingkungan, baik produsen maupun konsumen perlu paham mengenai arti kehidupan yang berkelanjutan (sustainable live) dan bagaimana mewujudkannya. Sebenarnya, Chris tidak langsung masuk pada materi SCP, namun dalam dua sesi pertama kuliahnya, Chris memberikan wawasan mengenai bumi yang sekarat. Beban yang diberikan manusia dan peradabannya menyiksa bumi. Chris memberikan banyak fakta bahwa faktor lingkungan harus dipertimbangkan. Dalam kesempatan ini, ia memberikan konsep mengenai "ecological footprint", suatu konsep yang dapat mengindikasikan tingkat 'overconsuming' manusia atau suatu negara. Chris memberikan perhitungan-perhitungan ilmiah, walaupun merupakan perkiraan kasar, yang membuat peserta paham dan percaya bahwa manusia menyiksa bumi dengan menguras sumber daya bumi dengan berlebihan. Padahal, sebenarnya manusia masih dapat hidup dengan taraf hidup yang sama apabila manusia hanya menggunakan 25% sumber daya yang dikurasnya. Pendekatan yang diberikan oleh Chris tepat. Dalam mengangkat masalah lingkungan yang sering dipertentangkan dengan pembangunan ekonomi, Chris justru menyadarkan bahwa lingkungan justru akan dapat mendukung pembangunan ekonomi; dan para ekonomist dunia telah banyak sadar mengenai fakta ini. Salah satu pemaparannya yang menarik mengenai hubungan lingkungan dan ekonomi adalah Enviromental Kuznets Curve. Kurva ini menggambarkaan bahwa kesadaran lingkungan itu berkembang sesuai dengan kesejahteraan ekonomi (negara/pribadi). Jadi, lingkungan dianggap sebuah luxurious needs. Kurva ini menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi vs. degradasi lingkungan. Degradasi lingkungan meningkat pada masa pra-industri dan agak stabil pada masa industri. Baru setelah masa pasca-industri degradasi lingkungan menurun. "Apakah kita perlu melewati tahap-tahap ini?" tanya Chris, kemudian. Ia memberikan contoh negara-negara Eropa yang perlu mengalami bencana lingkungan dulu baru mulai sadar mengenai pentingnya lingkungan. "Kita perlu memotong kurva ini. Tanpa perlu bencana lingkungan terlebih dahulu." Ini adalah alasan penting untuk mulai memperhatikan lingkungan. Tidak perlu menunggu resources habis terlebih dahulu, baru berpikir mengenai keberlanjutan. Itu akan terlambat. Dalam peradaban manusia, 'zaman batu' berakhir dan berlanjut menjadi 'zaman perunggu' bukan karena sumber daya batu habis. Tapi, karena manusia menemukan bahan baru yang lebih baik. Hal inilah yang perlu diusahakan manusia, terutama di negara-negara berkembang yang laju kerusakan lingkungannya tinggi. Menurutnya, pertanyaan 'Developing countries, can you afford to do this?' harus diubah menjadi 'Developing countries, can you afford NOT to do this?' Konsep SCP memang tidak mudah diwujudkan. Namun, Chris mengajak agar manusia membuat ekonomi yang meniru alam. "In nature, all wastes is food," tandasnya. Jadi, perlu dibentuk 'zero waste economy'. Contoh bentuknya, limbah suatu industri digunakan untuk bahan baku industri lain. Atau, melakukan inovasi dengan tidak 'menjual molekul' tapi 'menjual servis'. Chris mengajak berdiskusi mengenai Xerox dan Google. Xerox tidak menyebut dirinya 'pabrik mesin fotokopi' tapi 'document management system'. Kepada para pelanggannya, Xerox meminjamkan mesin fotokopinya, dan pelanggannya membayar tiap lembar yang difotokopinya. Saat ada mesin yang rusak, Xerox akan dengan mudah membongkar pasang mesin itu dengan suku cadang atau bagian dari mesin Xerox yang sudah rusak terlebih dahulu karena mesin Xerox didesain untuk modular dan mudah dirakit. Google juga tidak menjual molekul. Search engine ini menghasilkan milyaran dollar hanya dengan menyediakan servis. Melalui diskusi ini, Chris menekankan bagaimana perusahaan menurunkan beban lingkungan dengan justru meraih profit lebih banyak dengan 'menjual servis'; jadi yang diutamakan bukan 'produknya' tapi 'utilitas' produk itu. Dalam hal ini, Chris juga menekankan pentingnya mendesain sehingga mudah dirakit. (bersambung)