SIBE 2022: Pentingnya Pengelolaan Air Bersih untuk Mencegah Penyakit Akibat Schistosoma

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id–FTSL ITB kembali menyelenggarakan SIBE 2022. Pada acara ini, salah satu tema webinar yang diselenggarakan adalah tentang “Sustainable Water and Sanitation Infrastructure for Public Health” oleh Prof. Michael Templeton, profesor rekayasa kesehatan masyarakat dari Imperial College London pada 8 Maret lalu.

Prof. Michael menjelaskan seputar Schistosoma, cacing yang tinggal di perairan tropis dan subtropis. Hewan ini termasuk parasit yang menyebabkan penyakit bersifat akut maupun kronis karena dapat menyerang berbagai organ tubuh.

Untuk mencegah infeksi dan transmisi dalam masyarakat, WHO telah merancang sejumlah strategi preventif dalam menangani setiap fase Schistosoma di siklus hidupnya. Contohnya, masyarakat diberi obat untuk membunuh Schistosoma dewasa yang kemungkinan hidup di dalam tubuh mereka, sedangkan sanitasi dapat ditingkatkan di daerah tertentu agar telur Schistosoma tidak dapat memasuki perairan. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah membunuh siput yang membawa cacing tersebut dengan bahan kimia dan mengelola air secara intensif untuk membunuh semua cacing dalam air.

Dari semua cara yang disebut, pengelolaan air dianggap lebih efektif karena kontak terhadap air langsung berdampak terhadap tingakt infeksi dan transmisi. Kebersihan air mempunyai peran penting dalam rencana jangka panjang menuju pengurangan infeksi Schistosoma, tetapi perlu diingat bahwa secara jangka pendek air yang telah dikelola harus tetap aman untuk dipakai. Oleh karena itu, program “WASH for schisto” berfokus pada pengurangan kontak ke air yang terkontaminasi untuk mencegah penyakit schistosomiasis.

Prof. Michael lalu menyarankan beberapa opsi dalam meminimalisir kontak terhadap air terkontaminasi. Pertama adalah mencari dan mendirikan fasilitas yang mengumpulkan air hujan secara terlindung untuk memenuhi semua kebutuhan air. Opsi berikutnya adalah mengelola air yang terkontaminasi menjadi lebih aman.
Opsi kedua lebih kompleks dan berbahaya yaitu penanganan, maka diperlukan sarung tangan atau sepatu bot untuk mengurangi paparan saat penanganan. Pemeliharaan fasilitas pengelolaan air dan kampanye masyarakat juga merupakan bagian dari upaya untuk mengurangi kontak air.

Salah satu proyek studi yang sudah dilakukan untuk mecari korelasi antara air dan Schistosoma, serta cara-cara untuk menilai pencemaran air dan mendeteksi cacing di perairan adalah WISER (Water Infrastructure for Schistosomiasis-Endemic Regions). Proyek multi-disiplin besar ini yang dibiayai oleh pemerintah UK bekerja sama dengan institusi Tanzania dan Ethiopia mengumpulkan para insiyur, ahli parasitologi, ahli biologi sintesis dan antropolog untuk mencari solusi terbaik dalam permasalahan ini. Saat ini para peneliti telah bereksperimen dengan klorin dan filtrasi pasir untuk mengurangi populasi Schistosoma.

Walaupun rancangan WASH untuk mencegah Schistosomiasis sudah cukup baik, Prof. Michael mengingatkan bahwa ada sejumlah batasan di dalamnya. Menurutnya, “WASH” hanya efektif jika keterlibatan masyarakat aktif. Jika banyak orang mempunyai akses air bersih tetapi tetap memakai air yang terkontaminasi akibat alasan sosial atau budaya, rancangan WASH dan akses ke air bersihnya tidak berguna. Karena ini, proyek WISER mendorong kemitraan dan edukasi ke masyarakat dalam bentuk kampanye.

“Kita perlu hati-hati mempertimbangkan siklus hidup organisme dan jalur penularan penyakit dalam memilih tipe infrastruktur air dan sanitasi paling relevan di lokasi,” ujarnya. “Selain itu, cakupan dan penggunaan infrastruktur ini serta intervensi pelengkap penting bagi keberlanjutan dan efektivitas rencana untuk mencapai Kesehatan masyarakat.”

Reporter: Ruth Nathania (Teknik Lingkungan, 2019)