Soroti Pembangunan Kawasan yang Inklusif dan Berkelanjutan, FSRD ITB-DILANS Gelar Kuliah Umum

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita


BANDUNG, itb.ac.id - Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB berkolaborasi dengan Perhimpunan Pergerakan Disabilitas Lanjut Usia (DILANS) menyelenggarakan Kuliah Umum dengan tema "Peran Arsitek dalam Perancangan Bangunan dan Kawasan Berkelanjutan dan Inklusif" pada Selasa (14/11/2023).

Kuliah umum tersebut mengundang Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jawa Barat, Adrianto Santoso, sebagai narasumber yang mengangkat topik “Urban Design Strategies: Towards a Liveable and Inclusive Enviroment”. Bertempat di Gedung Center for Arts, Design and Language (CADL) di Kampus Ganesha ITB, acara ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan "Road to International Disability Day 2023: Disability, Social Inclusion, and Climate Crisis."

Dalam paparannya, Adrianto menyoroti pembangunan kota yang belum sepenuhnya inklusif. Beliau menekankan pentingnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah, praktisi, dan akademisi, untuk mencapai pembangunan yang lebih baik.

Pada konteks ini, Adrianto membahas beberapa isu krusial, salah satunya adalah bagaimana mengatasi konflik antara kebutuhan mobilitas orang dengan kebutuhan khusus. Ia menjelaskan upaya untuk menciptakan solusi berdasarkan kajian dan analisis spasial. Dengan merancang ulang ruang kota dan transportasi publik, Adrianto dan timnya berhasil membuktikan bahwa perubahan paradigma dalam perencanaan dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan nyaman bagi semua.

Selain itu, Adrianto juga memaparkan tentang kegiatan tahunan "Architecture without Walls" yang digagas oleh IAI Jawa Barat. Ia menjelaskan bahwa kegiatan ini tidak hanya membuka wawasan arsitektur kepada masyarakat umum tetapi juga menjadi wadah kolaborasi multidisiplin.

Sebagai contoh, ia membahas workshop IDEATHON yang telah dilaksanakan. “Workshop tersebut bertujuan untuk menciptakan prototipe inklusif sebagai wujud adaptasi terhadap perubahan kota, ekonomi, budaya, dan aspek sosial lainnya,” ujarnya.

Dalam workshop tersebut, peserta dari berbagai latar belakang, termasuk mahasiswa arsitektur, desain interior, transportasi, dan praktisi lainnya, bekerja sama dalam menciptakan solusi untuk ruang kota yang inklusif. Hasil dari workshop ini kemudian dipamerkan dalam Bandung Design Biennale sebagai bentuk upaya menyampaikan wacana inklusivitas kepada masyarakat luas.

Pada akhir kuliah umum, Adrianto menekankan pentingnya peran arsitek dalam melihat arsitektur bukan hanya sebagai pelayan kepada klien, tetapi juga sebagai pelayan masyarakat. Ia mengajak civitas academica untuk terus membangun kesadaran bersama akan ruang kota yang setara dan inklusif.

Dengan demikian, diharapkan pembangunan di masa mendatang dapat lebih memperhatikan aspek kemanusiaan, terutama dalam menciptakan kota yang ramah bagi semua.

Kuliah umum ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan semua pihak dalam menciptakan bangunan dan kawasan yang lebih ramah dan inklusif bagi semua lapisan masyarakat.

Reporter: Iko Sutrisko Prakasa Lay (Matematika 2021)