Dr. Ir. Tresna Dermawan Kunaefi: Pemberdayaan Masyarakat untuk Penerapan Infrastruktur Berkualitas

Oleh Akbar Syahid Rabbani

Editor Akbar Syahid Rabbani

BANDUNG, itb.ac.id - Dr. Ir. Tresna Dermawan Kunaefi, yang lahir di Cirebon, 18 Desember 1950 merupakan salah satu dosen Teknik Lingkungan ITB. Pria yang akrab disapa Iwan ini mengajar banyak mata kuliah yang berhubungan dengan infrastruktur dan pemberdayaan di Teknik Lingkungan ITB selama 30 tahun. Misalnya saja untuk program studi S1 beliau mengajar mata kuliah Infrastruktur dan Sanitasi serta Keselamatan Lingkungan Kerja. Selain menjadi ahli di bidang tersebut, Iwan pun tertarik pada pemberdayaan masyarakat. Menurutnya, (ilmu, red.) infrastruktur hanya sebagai jalan untuk menerapkan desain infrastruktur dalam kehidupan bermasyarakat.

Iwan yang mendapatkan gelar Docteur Ingenier (DR-ing) of Chime de la Pollution di Universite Paris VII, Prancis pada tahun 1988 dan Certificate d'Etudes Superieur (CES) of Genie de L' Environnement et Eco development Ecole Nationale des Travaux Public de l'Etat, Lyon, Prancis tahun 1983 mengungkapkan bahwa dalam melakukan perancangan, seorang engineer harus mampu menerapkan Teknologi Lingkungan Tepat Guna (TLTG) yang bertujuan agar suatu rancangan infrastruktur dapat digunakan sepanjang masa dan juga bisa digunakan oleh masyarakatnya. "Untuk masyarakat kelas atas, secanggih apa pun teknologi dalam pembangunan suatu infrastruktur tentunya tidak menjadi masalah. Lain halnya dengan masyarakat menengah kebawah, infrastruktur yang berteknologi canggih belum tentu bisa digunakan dengan tepat," kata Iwan yang sekarang menjabat sebagai tim Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam pendidikan berkarakter.

Iwan menambahkan bahwa kecanggihan teknologi belum bisa menjamin keberhasilan penerapan teknologi tersebut. Kegagalan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS) karena sosialisasi kepada masyarakat yang tidak berjalan lancar merupakan salah satu contoh ketidakberhasilan penerapan teknologi. Menurut Iwan, ketika kita mempelajari lingkungan, hal yang harus diingat adalah lingkungan itu tidak hanya fisik, tetapi juga termasuk di dalamnya adalah kebudayaan masyarakat yang harus dipahami oleh seorang engineer. Pemahaman kondisi kebudayaan masyarakat inilah yang jarang diajarkan dalam kuliah.

Profesi menjadi seorang dosen dijalani Iwan atas dasar dorongan ayahnya yang merupakan mantan Gubernur Jawa Barat, alm. Letjen (Purn.) H. Aang Kunaefi. Selain aktif sebagai Dosen Teknik Lingkungan ITB, Iwan juga pernah menjadi Koordinator Kopertis IV Wilayah Jawa Barat dan Banten serta Direktur Akademik, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pada tahun 2009, Iwan diangkat sebagai Indonesian Ambassador for UNESCO-Paris. Beliau sukses menjadikan angklung, batik, dan tari saman untuk mendapat pengakuan di dunia sebagai budaya warisan nenek moyang dari Indonesia.

Menurut Iwan untuk sukses dalam pekerjaan, ada tiga hal yang harus diterapkan, yaitu bangga akan pekerjaan yang dimiliki, mencintai pekerjaan, serta memberikan yang terbaik. Beliau berpesan kepada mahasiswa untuk aktif di kegiatan-kegiatan kampus, misalnya di himpunan dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) karena aktivitas tersebut akan mengajarkan para mahasiswa untuk bersosialisasi dan belajar hidup di lingkungan orang-orang yang memiliki kesamaan profesi maupun kesamaan minat. Oleh karena itu, seyogyanya ilmu yang kita miliki harus digunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat. "Membangun manusia itulah tujuan saya mengajar disini, bukan hanya mencerdaskan otak saja, tapi membentuk mahasiswa yang berkarakter baik," kata Iwan mengakhiri wawancara.

 

Sumber Berita: Majalah Enviro Himpunan 13th Edition Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) ITB, 2014

Sumber Foto: Dari berbagai sumber


scan for download