Sosialisasi Studi Kelayakan PLTSa Bandung

Oleh

Editor

BANDUNG, itb.ac.id - Tim studi kelayakan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) kota Bandung dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITB, Jumat (1/1) kemarin di LPPM, CCAR ITB lt.5, mensosialisasikan hasil studi kelayakan PLTSa tersebut kepada civitas dosen ITB. Dalam sosialisasi yang berlangsung singkat tersebut, Tim studi kelayakan ('feasibility study'/FS) diwakili oleh Dr. Ari Darmawan Pasek dalam membawakan presentasi tentang hasil studi kelayakan tersebut. Ide untuk membangun PLTSa di kota Bandung datang dari pemerintah kota Bandung yang dihadapkan pada permasalahan berupa tidak tersedianya lagi ruang di kota Bandung untuk membuang sampah sebagai tempat pembuangan akhir (TPA). Untuk itu salah satu solusi yang dapat diambil adalah dengan mereduksi volume sampah yang dihasilkan oleh penduduk Bandung setiap harinya, yang jumlahnya mencapai 2785m3 per hari. Reduksi itu dapat dilakukan dengan cara mengubah sampah tersebut menjadi abu dengan membakarnya. Pada dasarnya konsep PLTSa Bandung sendiri setali tiga uang dengan 'waste-to-energy' (WTE) di kota-kota di negara maju dunia. Dalam konsep WTE, energi bukanlah 'outcome' utama yang diharapkan, melainkan pereduksian volume sampah itu sendiri. Hal ini dikemukakan Tim FS dalam definisinya mengenai PLTSa: pemusnah sampah ('incinerator') modern yang dilengkapi dengan peralatan kendali pembakaran dan sistem monitor emisi gas buang yang kontinu, dan menghasilkan energi listrik. Untuk melihat apakah PLTSa layak dibangun di wilayah Bandung sebagai bentuk solusi terhadap permasalahan sampah kota Bandung, dijalankan sebuah studi kelayakan. Berdasarkan hasil studi kelayakan (FS) tersebut, dari sekitar 2785 m3 sampah yang dihasilkan penduduk Bandung setiap harinya, sekitar 25,22% adalah sampah yang masih bisa didaur ulang, sedangkan 74,78% sisanya adalah sampah yang dapat digunakan sebagai sumber energi, karena sebagian besar komposisi sampah di Bandung adalah sampah organik (42% berat, atau 58% volume). Juga diperlihatkan bahwa sebagian besar sampah di kota Bandung, kandungan utamanya adalah 'volatile matter', yang akan menguap ketika volume sampah direduksi dengan cara dibakar. Mengenai berbagai kekhawatiran tentang masalah kesehatan masyarakat dan keamanan yang sempat timbul dari masyarakat Bandung, utamanya daerah Gedebage, lokasi di mana PLTSa tersebut akan dibangun, Tim FS memperlihatkan hasil studi bandingnya ke beberapa negara, di antaranya Singapura dan Cina, dimana WTE yang telah dibangun di sana, dan telah beroperasi selama beberapa tahun, hanya berjarak beberapa ratus meter saja dari pemukiman penduduk. Tim FS juga menjelaskan mengenai skema operasi PLTSa tersebut dan menjawab pertanyaan mengenai kemungkinan bocornya racun dioksin yang merupakan hasil samping pembakaran yang tidak sempurna, ke lingkungan sekitar PLTSa. Tim FS mengaku telah berbicara kepada investor PLTSa, dimana mereka setuju untuk memasang alat pengukur kadar dioksin yang dapat mengukur kadar dioksin tersebut secara 'real-time' saat proses insinerasi sedang dilakukan. Seyogyanya tim FS hanya melakukan studi kelayakan PLTSa tersebut. Pembangunan PLTSa tersebut sendiri didanai oleh PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL) dengan dukungan dari Pemkot Bandung.