Studium Generale: Catharina Widjaja Kupas Strategi Sukses Produk Lokal di Pasar Global Melalui Alun-Alun Indonesia

Oleh Indira Akmalia Hendri - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, 2021

Editor Anggun Nindita

BANDUNG, itb.ac.id - Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar Studium Generale pada Rabu (12/3/2025) di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha, dengan pembicara CEO Alun-Alun Indonesia, Catharina Widjaja, dengan tema "The Intersection of Art and Retail Design".

Catharina Widjaja membuka pemaparannya dengan membagikan perjalanan hidupnya. Berasal dari latar belakang teknik dan sains, beliau mengaku tidak pernah membayangkan akan terjun ke dunia bisnis dan desain ritel. Namun, baginya, hidup adalah tentang tantangan yang harus terus dihadapi.

"Life is about challenge. Kita harus selalu mau maju. Apa yang kita pelajari di bangku kuliah bukanlah batas akhir, tapi justru awal dari perjalanan yang bisa berkembang lebih jauh," ungkapnya.

Dengan prinsip tersebut, pada tahun 2007, Catharina Widjaja mendirikan Alun-Alun Indonesia, sebuah ritel modern dengan konsep one stop shopping experience yang mengangkat produk lokal dengan sentuhan seni dan budaya. Beliau menyampaikan bahwa Alun-Alun Indonesia bertujuan untuk meningkatkan apresiasi, kecintaan, dan kebanggaan terhadap produk terbaik karya anak bangsa.

Catharina Widjaja menekankan pentingnya memahami tren pasar sebagai langkah awal dalam membangun bisnis yang berkelanjutan. Menurutnya, strategi pemasaran yang efektif tidak hanya berfokus pada peningkatan penjualan, tetapi juga pada pemberdayaan ekosistem bisnis, terutama bagi para pengrajin lokal.


"Membaca tren pasar memungkinkan kita untuk terus relevan. Dengan strategi pemasaran yang tepat, produk lokal bisa lebih dikenal, memiliki daya saing, dan diterima oleh pasar yang lebih luas," jelasnya.

Sebagai ritel yang mengangkat produk lokal, Alun-Alun Indonesia tidak hanya berfokus pada aspek bisnis, tetapi juga keberlanjutan. Dukungan terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) menjadi salah satu nilai utama yang diterapkan, terutama dalam produksi yang ramah lingkungan dan bertanggung jawab.

“Untuk mendukung SDGS, para artisan kami berinovasi untuk menghasilkan karya yang ramah lingkungan, seperti kertas kado batik yang dibuat dari karung semen bekas, tas anyaman dari bungkus pasta gigi, serta gelas yang berasal dari kusen pintu bekas,” tuturnya.

Baginya, terdapat empat kunci sukses dan keberlanjutan bagi pengrajin lokal, yaitu inovasi, mengikuti tren pasar, teknologi digital, dan desain kreatif. Bergabung dengan komunitas kreatif, menjalin hubungan dengan sesama pelaku industri, serta menghadiri pameran dan bazaar menjadi beberapa cara yang dapat dilakukan untuk terus berkembang di industri kreatif.

Sebagai penutup, beliau berpesan kepada mahasiswa untuk tidak menutup diri terhadap produk luar. Menurutnya, produk luar negeri tidak perlu dianggap sebagai ancaman, melainkan bisa menjadi inspirasi dalam menciptakan inovasi baru.

“Enggak masalah kalau ada produk luar, kita bisa belajar dari mereka. Justru bagus kalau bisa mengombinasikan yang lokal dengan yang global, agar bisa bersaing di pasar yang lebih luas,” tutupnya.

Reporter: Indira Akmalia Hendri (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2021)

#studiumgenerale #alunalunindonesia #retail