Keindahan Arsitektur Terakota Alun-alun Desa Jatisura sebagai “Social Lab” Tim ITB

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id— ITB Membuat Desain Alun Alun Desa Jatisura yang berfungsi sebagai tempat untuk menunjukkan keragaman penggunaan material terakota dan menginspirasi hal serupa di tempat lainnya.

Selayaknya di laboratorium, disiplin arsitektur yang diterapkan dalam pengabdian masyarakat dapat dilihat sebagai penghubung ilmu yang dikembangkan di universitas dengan praktik keseharian untuk menyelesaikan masalah. Konsep social lab ini muncul ketika para arsitek mengandalkan pengetahuan untuk berpraktik dan berinteraksi dengan masyarakat.

Pada periode 2021-2022, tim ITB menerapkan konsep tersebut di Alun-alun Desa Jatisura, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat. Kala itu, mereka merespons Gerakan Kota Terakota yang diinisiasi komunitas seni Jatiwangi Art Factory (JAF) untuk mengembalikan harkat budaya tanah liat di kawasan ini.

Pada dasarnya, kegiatan pengabdian masyarakat berfokus pada pendorongan pembangunan sarana dan prasarana kota, terutama alun-alun, yang menggunakan keragaman produk terakota. Arsitektur tersebut dimaksudkan sebagai etalase produk yang harapannya mampu membantu produksi dan meningkatkan nilai jual usaha berbasis tanah liat.

Desain diawali dengan menerjemahkan ide Kota Terakota ke dalam bentuk arsitektural. Studi mengenai penggunaan material terakota oleh sejumlah arsitek kelas dunia juga dilakukan selayaknya proyek-proyek umum lainnya. Dari studi tersebut, tim menemukan tiga cara penggunaan, yakni sebagai elemen struktur tekan, pembentuk bidang, dan penutup dinding. Variasi bentuk rigid-plastis, opaque-transparent, dan tekstur halus-tekstur kasar juga dicetuskan dalam eksplorasi ini.

Pemilihan material dari beberapa studio menjadi langkah berikutnya. Setelah mengamati dan berdiskusi, tim menetapkan hollow-brick, tile 20x20, dan elemen paving dari limbah terakota sebagai material yang akan digunakan pada Arsitektur Terakota di Alun-alun Desa Jatisura. “Ketiganya dipilih karena pertimbangan konstruksi arsitektural dan potensi dampak ekonomi jika material tersebut dilihat dan diminati pengunjung,” jelas Dr. Agus S. Ekomadoyo, Gagas Firas Silmi, S.T., dan Agnas T. Maulana, S.T., yang tergabung dalam tim pengabdian masyarakat ini.

Tim juga meninjau karakter bangunan yang memiliki kekhasan morfologi. Alun-alun Desa Jatisura hanya memiliki satu sisi yang dapat diakses publik, yaitu sisi selatan yang menghadap balai desa. Sementara itu, ketiga sisi lainnya dikelilingi oleh sekolah dasar dan di bagian tengah alun-alun, terdapat pohon beringin. Pohon tersebut berperan sebagai tengaran yang juga menaungi bidang datar berbentuk panggung yang menghadap ke arah balai desa. Oleh karena itu, sebagai pusat kegiatan masyarakat, desain harus dibuat dengan semangat menciptakan sesuatu yang menonjol tanpa mengganggu fungsi utama alun-alun.

Penerjemahan hasil desain ke dalam konstruksi nyatanya merupakan proses yang rumit. Tim ITB kerap menghadapi kendala yang perlu disiasati secara strategis agar gagasan tetap bisa terwujud. Secara umum, ada tiga kendala yang muncul saat proses konstruksi Alun-alun Desa Jatisura. Kendala pertama berkaitan dengan kondisi internal, seperti keterbatasan biaya, tenaga, dan waktu.

Selanjutnya, pasokan material terakota juga menjadi kendala yang cukup berarti karena tidak dapat dilakukan pada waktu yang bersamaan. Terakhir, kendala yang dihadapi adalah kurangnya pengetahuan pekerja setempat, misalnya dalam membaca gambar dan membuat bangunan kreatif.

Meskipun kendala demi kendala terus dihadapi, proses konstruksi yang melibatkan pekerja lokal ternyata memberikan dampak pemberdayaan, baik kepada masyarakat maupun tim ITB. Setelah dianggap berpengalaman dan berpengetahuan, pekerja dapat direkomendasikan untuk turut serta dalam proyek-proyek konstruksi dalam skala yang lebih besar. Pada akhirnya, sebagai sebuah social lab, proyek ini sukses menjadi proses uji coba konstruktif. Dengan dilibatkannya banyak sudut pandang, kepentingan, serta preferensi, objek arsitektur yang dirancang dan dibangun menjadi bukti berharga akan rajut pembelajaran.

*Artikel ini telah dipublikasi di Media Indonesia rubrik Rekacipta ITB, tulisan selengkapnya dapat dibaca di laman https://pengabdian.lppm.itb.ac.id

Reporter: Sekar Dianwidi Bisowarno (Rekayasa Hayati, 2019)