Studium Generale: CEO Kapal Api Group Soroti Peran SDM sebagai Penggerak Inovasi

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita


BANDUNG, itb.ac.id — Kuliah KU4078 Studium Generale kembali digelar dari Aula Barat, ITB Kampus Ganesha pada Rabu (6/3/2024). Dalam kesempatan tersebut, CEO Kapal Api Group, Robin Setyono membawakan materi dengan topik “Human Capital Development in Building an Innovative Global Company”.

Mengawali pemaparannya, Robin menjelaskan bahwa Generasi Z sekarang memiliki pilihan karir yang lebih banyak daripada generasi-generasi sebelumnya. Mereka bisa memilih jalur karir sebagai wirausaha, bekerja di perusahaan start-up, maupun korporasi.

Masing-masing dari pilihan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri terkait fleksibilitas jam kerja, perkembangan karir, beban kerja, dan dampaknya bagi komunitas.

Selanjutnya, Robin juga menjelaskan lebih dalam tentang perbedaan antara sistem kerja start-up dengan sistem kerja korporasi. Menurutnya, start-up dirancang dengan urgensi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan sumber daya yang terbatas. Maka dari itu setiap penciptaan ataupun inovasi dari suatu produk dilakukan secara cepat dan iteratif untuk membawa perusahaan selangkah lebih dekat keuntungan dan target mereka.

Di sisi lain, korporasi dirancang untuk menciptakan konsistensi dan stabilitas sistem yang berdasarkan pada suatu standar dan prosedur. Hal ini menyebabkan proses inovasi yang dilakukan korporasi cenderung kurang fleksibel dan berjalan dalam rentang waktu yang relatif lama daripada start-up.

“Dalam konteks ini kita perlu mencari suatu balance di mana budaya start-up itu bisa dibawa ke corporate life. Jadi belakangan ini kita berusaha menerapkan innovation by rapid experimentation untuk mengurangi risiko dan mempercepat inovasi,” tuturnya.

Hal ini menurut Robin, dapat dilakukan melalui kolaborasi antar generasi. Masing-masing generasi memiliki karakter unik dari sisi positif dan negatifnya sehingga korporasi perlu menjembatani interaksi yang terjadi di antara mereka. Modal utama yang diperlukan dalam proses ini adalah mentalitas untuk terus belajar dan berkembang bersama demi tercapainya inovasi.

“Bagaimana kita menjembatani start-up mentality dengan corporate mentality kembali lagi mulai dari human capital development,” tambahnya.

Lebih lanjut, Robin juga menjelaskan bahwa model dan skema inovasi dalam setiap perusahaan tidak dapat disamaratakan karena harus memperhatikan jenis industri maupun jenis inovasi yang akan dilakukan. Tidak semua inovasi bisa dilakukan dengan cepat dan ekonomis, karena dampak yang ditimbulkan dari inovasi tersebut mungkin akan sangat signifikan bagi perusahaan maupun konsumen. Tetapi jika potensi kegagalan suatu inovasi masih dapat ditoleransi oleh konsumen, maka di sinilah rapid experimentation dapat diterapkan.

“Kalau industrinya tidak diregulasi dengan ketat, tidak butuh investasi besar, tidak mudah ditiru, dan kegagalannya tidak berisiko besar, kita harus mencoba inovasi dengan rapid experimentation. Frekuensi inovasinya kita tambah, skala percobaannya lebih kecil supaya biayanya lebih murah, tapi pembelajarannya dipercepat,” jelasnya.

Inovasi yang dilakukan berdasarkan rapid experimentation sejalan dengan perkembangan zaman yang menuntut inovasi cepat dan tanggap konsumen. Menurutnya inovasi yang dimaksud tidak hanya sebatas produk baru, tapi juga metode dan cara kerja, model bisnis, hingga pengalaman konsumen yang terus dikembangkan dari sebelumnya.

"Untuk melakukan hal ini, diperlukan sumber daya manusia unggul yang lebih kreatif, berani mencoba hal baru, dan mampu berkolaborasi," pungkasnya.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)


scan for download