Studium Generale ITB: Mahasiswa Berperan Penting dalam Mencegah Stunting
Oleh Adi Permana
Editor Vera Citra Utami
BANDUNG, itb.ac.id—Institut Teknologi Bandung (ITB) menyelenggarakan Studium Generale KU 4078 di Aula Barat Kampus ITB, Jalan Ganesha No. 10, Rabu (22/2/2023). Studium Generale kali ini menghadirkan pembicara Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S.Si., M.Eng. (Deputi Bidang Pengendalian Penduduk, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)) dengan topik "Peran Mahasiswa PENTING (Peduli Stunting) dalam Mengawal Indonesia Emas 2024”.
Peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup rakyat merupakan salah satu aspek penting dalam Pilar Pembangunan Indonesia 2045. Terdapat beberapa indikator kependudukan yang dapat menjadi sebuah gambaran keadaan Indonesia di masa mendatang, di antaranya adalah pendidikan, mortalitas, fertilitas, mobilitas, disabilitas, dan perumahan.
Berdasarkan grafik fertilitas masyarakat Indonesia, terutama ketika diukur menggunakan ASFR (age-specific fertility rate) atau banyak kelahiran pada kelompok umur tertentu, masih ditemukan angka yang tinggi pada kelompok umur 15-19 tahun.
“Pernikahan dan kelahiran pada usia dini tersebut dapat menyebabkan ancaman stunting. Meskipun angka stunting di Indonesia telah mengalami penurunan dan menyentuh angka 21%, angka ini belum memenuhi kriteria 0% angka stunting pada sustainable development goals (SDGs),” tegasnya.
Secara mudah, stunting dapat dicirikan berdasar tinggi badan. Jika pada usia 0-2 tahun tinggi seseorang tidak memenuhi kriteria normal grafik tumbuh kembang anak, maka dapat dikatakan bahwa bayi tersebut memiliki risiko stunting. “Meski dapat dicirikan dengan tinggi badan, stunting sebetulnya bukan masalah tinggi badan saja, namun juga kekurangan gizi kronis,” jelasnya.
Kekurangan gizi memang merupakan salah satu penyebab utama stunting. Akan tetapi, ditambahkan oleh Bonivasius, stunting dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Yang pertama, penyebab stunting adalah asupan gizi sejak ibu hamil hingga berusia 2 tahun tidak tercukupi. “Mengapa hingga usia 2 tahun? Menurut hasil penelitian dari Kemenkes, ketika anak telah mencapai umur 2 tahun, otak sudah tertutup sehingga sudah tidak dapat dikembangkan lagi.”
Faktor lainnya adalah kesalahan pada pola asuh, terbatasnya layanan kesehatan, kurangnya akses ke makanan bergizi, serta kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Terkait dengan akses ke air bersih, sanitasi, lingkungan, dan jamban sehat, ia mengatakan, “Walau asupan makannya bagus, penyakit yang mungkin timbul akibat sanitasi kurang baik dapat menyebabkan pertumbuhan tidak normal pada anak.”
Mahasiswa pun dapat berperan dalam mencegah stunting pada aspek intervensi sensitif. “Intervensi sensitif ini adalah intervensi yang dapat dilakukan oleh semua orang, termasuk mahasiswa,” imbuhnya. “Mahasiswa dapat berperan dalam menciptakan sesuatu dalam bidangnya masing-masing yang mencegah stunting.”
Ia menambahkan, bahwa mahasiswa dapat berperan melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), utamanya pada kegiatan Membangun Desa/KKN Tematik maupun Proyek Kemanusiaan. Kegiatan ini sangat relevan sebab mahasiswa dapat terjun langsung untuk mengimplementasikan ide dalam mencegah terjadinya stunting.
Dalam mengimbau mahasiswa mengambil peran dalam pencegahan stunting, BKKBN juga melakukan kegiatan pendampingan dalam mewujudkan MBKM terkait hal tersebut. “Peran mahasiswa di lapangan adalah sosialisasi stunting dan pendampingan DASHAT (Dapur Sehat Atasi Stunting) langsung kepada masyarakat.” Kegiatan sosialisasi ini mencakup edukasi, peningkatan penyadaran, serta advokasi.
Reporter: Athira Syifa PS (Teknologi Pascapanen, 2019)