Studium Generale ITB: Nation Branding melalui Kekuatan Desain
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Persepsi mengenai branding dikulik secara tuntas oleh Elwin Mok selaku Founder & Chairman Celsius Creative Lab pada pertemuan KU-4078 Studium Generale. Tajuk yang dibawakan pada Studium Generale Rabu (29/3/2023) lalu adalah ‘Nation Branding Through the Power of Design’.
“Sesuai dengan tema, yang paling mendasar yang perlu kita ketahui adalah mengenai apa itu branding,” tuturnya sebagai pembuka. Salah satu referensi yang ia gunakan adalah teori Marty Neumeier, yaitu branding bukan sekedar logo, identitas, atau produk. Sejatinya, esensi dari branding adalah gut feeling orang terhadap suatu produk, servis, atau organisasi.
Manusia adalah makhluk yang emosional, intuitif, serta personal, sehingga kita tidak dapat berasumsi bahwa suatu ruangan yang berisi manusia memiliki satu gut feeling yang sama. Gut feeling, menurutnya, hanya dapat ditentukan oleh masing-masing individu, bukan perusahaan, pasar, atau publik. “Yang disebut branding itu sebetulnya adalah kita mengolah rasa.”
“Nation branding itu sebenarnya adalah sesuatu yang multidimensi,” lanjutnya. Adapun dimensi yang melingkupi nation branding antara lain adalah dari sisi perdagangan, investasi, pariwisata, keterkenalan, dan talenta. Masing-masing dimensi ini memiliki target audiens yang berbeda. Sebagai contoh, sisi perdagangan menargetkan companies, investasi menargetkan investor, pariwisata menargetkan turis, keterkenalan menargetkan publik, dan talenta menargetkan tenaga kerja.
Ia memberikan contoh branding ASIAN Games 2018. Pada saat itu, logo yang pertama kali muncul ramai diperbincangkan. Lalu akhirnya dilakukan keputusan untuk mengubah logo. Dari 11 alternatif logo serta maskot yang diajukan, hingga akhirnya terpilih logo yang kini dikenal bersama dengan mascot Bhin Bhin, Atung, dan Kaka.
Selain dari logo dan maskot, upaya branding yang dilakukan juga beragam. Di antaranya adalah iklan ASIAN Games yang tayang di tahun 2017 (setahun sebelum acara), desain yang berwarna di tiang-tiang monorail Senayan, iklan series yang mengkombinasikan baju tradisional peserta ASIAN Games dengan destinasi wisata di Indonesia, animasi yang menghidupkan karakter maskot ASIAN Games, theme song, meluncurkan versi baru dari SKJ (senam kesehatan jasmani), serta desain venue.
“Tidak hanya itu, kami membagi warna-warna dari logo ASIAN Games untuk empat cabang olahraga.”
Studi kasus berikutnya mengenai nation branding yang ia bawakan adalah mengenai Dubai Expo 2020. “Expo ini pada dasarnya memang sebuah ajang untuk mengadu nation branding,” jelasnya. Pagelaran Indonesia di Dubai Expo 2020 terbagi menjadi empat area, yakni section Yesterday, Today, Tomorrow, serta Market.
“Pada section Yesterday, kami menampilkan sebuah dinding besar dengan rempah-rempah di sana. Total rempah yang dipamerkan adalah sekitar 5.000 rempah dengan berat total 5 ton,” ujarnya. Pada section Today, ditampilkan beberapa infrastuktur digital, ecotourism, maupun kuliner dalam fragmen-fragmen video berdurasi 5 detik. Sedangkan untuk section Tomorrow, digunakan immersive multimedia.
Ada suatu kutipan yang ia tampilkan dari John Adams. “I am revolutionary, so my son can be a farmer, so his son can be a poet.” Yang dapat diambil dari kutipan ini adalah bahwa desain, estetika, seni merupakan prioritas terakhir dari berbagai hal yang dipelajari. “Tetapi kalau kita melihat dari sisi lain, justru itulah tujuannya,” katanya.
Maksudnya, ketika seseorang berkembang menjadi semakin maju, ujungnya adalah ke bidang seni. Paradigma yang perlu dipahami, tutup Elwin, adalah bahwa bagaimana desain memiliki kekuatan yang intangible namun akhirnya orang-orang akan menuju ke arah sana.
Reporter: Athira Syifa PS (Teknologi Pascapanen, 2019)