Studium Generale ITB: Peran Kejaksaan dalam Penegakan Hukum dan Pembangunan Nasional
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id — Dalam upaya mencapai stabilitas masyarakat, kejaksaan memiliki fungsi di bidang ketertiban dan ketenteraman umum; pencegahan, pengawasan, serta peningkatan kesadaran hukum. Selain itu, kejaksaan juga menjalankan fungsi di bidang perdata dan tata usaha negara. Fungsi ini membuat kejaksaan sebagai lembaga yang berperan penting dalam pembangunan nasional.
Demikian disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Prof. Dr. Asep N. Mulyana dalam KU-4078 Studium Generale ITB dengan tema “Peran dan Fungsi Kejaksaan dalam Pelaksanaan Penegakan Hukum” pada Rabu (31/8/2022).
Prof. Asep menjelaskan bahwa kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Di satu sisi, kejaksaan masuk ke ranah yudikatif yang melaksanakan penuntutan kepada terdakwa berdasarkan pelanggaran yang dilakukan. Namun di sisi lain, kejaksaan juga melaksanakan fungsi eksekutif yang mewakili pemerintah, institusi pemerintahan, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan peradilan tata usaha negara sebagai jaksa pengacara negara.
Lebih lanjut Prof. Asep menjelaskan, “Peran kejaksaan dalam konteks yudikatif adalah sebagai penuntut umum yang hadir di persidangan mewakili negara, mewakili korban dan masyarakat untuk menegakkan hak-haknya ketika terjadi pelanggaran. Namun kejaksaan juga melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain sesuai Undang-undang. Inilah (alasan) mengapa kejaksaan disebut berada pada dua rumpun kekuasaan negara.”
Prof. Asep mengatakan, pelayanan hukum dalam konteks Perdata dan Tata Usaha Negara (DATUN) dapat diberikan kepada orang-perorangan tapi sifatnya harus menyangkut peradilan tata usaha negara. Kemudian kejaksaan juga dapat memberikan bantuan hukum untuk instansi pemerintah, BUMN dan BUMD, lembaga negara, termasuk perguruan tinggi seperti halnya ITB. Bantuan hukum yang diberikan tersebut dapat berupa legal opinion, legal assistance, maupun legal audit.
Kewenangan kejaksaan di bidang yudikatif dibedakan menjadi empat tahap dari hulu ke hilir. Mulai tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai tahap eksekusi putusan badan peradilan. Dalam mendukung kewenangan tersebut, kejaksaan melakukan upaya-upaya berupa pembentukan Satgassus P3TPK, optimalisasi pengembalian kerugian keuangan negara, dan Adhyaksa Monitoring Center (AMC).
Meskipun demikian, tidak setiap perkara yang ditangani oleh kejaksaan akan berakhir di pengadilan. Jaksa memiliki wewenang untuk menimbang berkas perkara yang diajukan apakah layak atau tidak untuk diteruskan ke pengadilan. Hal ini merupakan salah satu upaya kejaksaan yang menurut Prof. Asep bertujuan untuk menciptakan hukum yang tajam ke atas dan humanis ke bawah.
“Restorative justice diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 yang berarti bahwa tidak semua perkara harus diajukan ke pengadilan. Kalau lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya maka kita hentikan di ranah penuntutan, kami damaikan dan mediasi mereka, ganti rugi kalau diminta, selesai perkara,” ujar Prof. Asep.
Di akhir pemaparannya, Prof. Asep berpesan bahwa tanggung jawab penegakan hukum di Indonesia tidak hanya dipegang oleh aparat penegak hukum. Seluruh elemen bangsa perlu menjadi tiang penegak hukum yang melindungi kepentingan umum sesuai undang-undang, termasuk mahasiswa sebagai golongan yang berilmu dan memiliki semangat kolaborasi.
Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)