Teknologi Penyediaan Air Bersih untuk Suku Laut dan Pulau-Pulau Terpencil

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id–Menghadirkan inisiator dari berbagai bidang, Gelar Wicara bulanan bertajuk Karsa Loka adalah aksi ITB yang menggemakan konsep, pengalaman, dan peran dalam membantu persoalan masyarakat lewat inovasi sains, seni dan teknologi.

Seri webinar ini merupakan hasil kerja sama LPPM ITB dengan Design Etnography Lab FSRD ITB dan didukung oleh Media Indonesia sebagai media partner.
Karsa Loka ke-18 ini bertema “Teknologi Penyediaan Air Bersih untuk Suku Laut dan Pulau-Pulau Terpencil” yang menceritakan studi kasus Kelompok Keahlian Oseanografi FITB ITB terhadap persediaan air kepada masyarakat di Kepulauan Riau.

“Air merupakan permasalahan yang serius karena tidak semua air layak digunakan,” Dr. Ir. Yuli Setyo Indartono, Ketua LPPM ITB, menyatakan pada Jumat (10/6/2022). Oleh karena itu, menurutnya, perlu teknologi dan pemberdayaan masyarakat di daerah-daerah terpencil untuk memenuhi keperluan air.

Sebagai anggota peneliti di KK Oseanografi dan ketua tim studi kasus ini, Dr. Susanna Nurdjaman menjelaskan bahwa air bersih adalah kebutuhan primer manusia dan pada saat yang sama menjadi isu utama di pulau-pulau kecil. Contohnya adalah Kepulauan Riau yang terdiri dari beberapa pulau.

Kepulauan Riau tidak bisa terlepas dari para penghuninya yaitu suku laut yang memiliki akar tradisi bahari yang sangat kuat. “Orang-orang ini sama dengan manusia perahu,” Dr. Susanna menggambarkan budaya masyarakat di sana. “Karena mereka rata-rata hidup di perahu, kami kepikiran bahwa akan susah bagi mereka untuk mendapatkan air bersih.” Hukum adat suku-suku tersebut yang menginduk pada kebudayaan maritim memberi tim studi ide untuk menyuplai air layak minum di perahu-perahu. Tetapi, para masyarakat sana sekarang sudah dirumahkan sesuai dengan program pemerintah yang diedarkan.

Pulau-pulau kecil di Riau berjumlah banyak sehingga masih ada beberapa yang belum dinamakan maupun dihuni. Kawasan yang tak berpenghuni diakibatkan oleh susahnya untuk mendapatkan air bersih di sana. Para penduduk setempat bisa melakukan aktivitas sehari-hari mereka di pulau-pulau tersebut, tetapi air yang digunakan biasanya diperoleh dari pulau-pulau lain yang cenderung lebih besar dan tentu menyediakan air tawar. Selain itu, beberapa pulau memiliki air yang keruh atau payau karena kebanyakan daerah tersubut digunakan untuk pertambangan.

Studi kasus di Kepulauan Riau ini bertujuan untuk membuat alat pengolah dan penjernih air laut menjadi air tawar dengan teknologi desalinasi dan filtrasi. Masyarakat sana juga diberikan edukasi terkait pentingnya menjaga lingkungan laut agar mereka lebih mengerti proses pengolahan dan penjernihan air untuk menyediakan sumber air layak guna yang cukup bagi mereka.

“Untuk pengolahan air, kami memilih metode distilasi karena lebih murah dan mudah untuk disiapkan,” Dr. Susanna menambahkan. Konsep sistem distilasi secara sederhana menggunakan tenaga surya, di mana radiasi matahari menyebabkan air untuk menguap dan mengembun menjadi air tawar yang ditampung dalam upaya desalinasi air laut. Alat yang diperlukan untuk merangkai sistem desalinasi tersebut murah dan mudah ditemukan di toko-toko peralatan, seperti kain flannel, pipa PVC, plastic fiber dan papan kayu.

Tim studi juga membuat alat penjernih air dengan konsep filtrasi yang dapat menghilangkan bakteri, warna, kekeruhan, dan kandungan logam di air. Desain alatnya pun sederhana seperti alat desalinasi sebelumnya. Penyaring yang dipakai terdiri oleh zeolit, pasir silika, arang aktif, pasir pantai, dan spons aquarium ditumpuk secara bertahap dalam pipa PVC.

Sebagai bentuk berbagi ilmu kepada masyarakat, tim studi menyelenggarakan workshop penyediaan air bersih di salah satu desa yaitu Desa Kute. Workshop tersebut mengundang perwakilan desa untuk mendemonstrasikan cara guna alat desalinasi dan filtrasi sekaligus mencoba air tawar yang telah diolah. Selain itu, tim studi mengunjungi sekolah SD dan mengajar di sana.


“Harapan kami ke depannya adalah untuk masyarakat dapat mengembangkan dan memanfaatkan alat-alat pengolahan air sebagai aksi mengatasi permasalahan air bersih,” Dr. Susanna.

Reporter: Ruth Nathania (Teknik Lingkungan, 2019)