Teliti Zat Anti Kanker, Fransiska Kurniawan Resmi Menyandang Gelar Doktor Farmasi ITB

Oleh Ahmad Fadil

Editor Ahmad Fadil

BANDUNG, itb.ac.id - Fransiska Kurniawan merupakan lulusan Doktor berprestasi dari Sekolah Farmasi ITB yang diwisuda bersama-sama dengan 73 orang wisudawan Doktor lainnya, pada hari Jumat, 6/4/2018, di Gedung Sabuga. Tak main-main, penelitiannya untuk menemukan zat anti kanker akhirnya  memberikan titik terang bagi para penderita kanker di Indonesia.

Kanker Penyebab Kematian Terbesar di Dunia
Kanker meskipun merupakan salah satu penyakit yang tidak menular, namun menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Kanker atau tumor ganas itu terjadi, karena pertumbuhan sel atau jaringan yang tidak normal dan berpotensi menyerang atau menyebar ke bagian tubuh lain melalui sistem limfatik dan pembuluh darah yang disebabkan oleh perubahan atau mutasi DNA dalam sel.

Berdasarkan laporan International Agency for Research on Cancer (IARC) di tahun 2012, kematian akibat kanker tercatat mencapai 8,2 juta jiwa. Statistik Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 juga menunjukkan bahwa prevalensi kanker tertinggi di Indonesia, terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta (4,1‰), disusul Jawa Tengah (2,1‰), dan kemudian Bali (2‰).

Porfirin Sebagai Kandidat Zat Antikanker
Penderita kanker tak jarang harus menjalani operasi, mendapatkan paparan radiasi, dan kemoterapi dengan biaya yang tidak murah. Fransiska Kurniawan dari Kelompok Keahlian Farmakokimia, Sekolah Farmasi (SF) Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan studi komputasi sintesis senyawa turunan porfirin sebagai zat antikanker yang dipaparkan dalam sebuah penelitian yang berjudul “Studi in Silico, Sintesis dan Uji Sitoksisitas Senyawa Turunan Porfirin Sebagai Kandidat Antikanker dan Ligan Kit Radiofarmaka”.

Fransiska mengaku bahwa latar belakang topik penelitiannya berhubungan dengan bidang kajian Prof. Dr. Daryono H. Tjahjono selaku dosen promotornya, saat mengikuti pogram Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) di tahun 2013, yaitu tentang spealisasi zat antikanker dari senyawa turunan porfirin.

Porfirin adalah senyawa organik yang mengandung empat cincin segilima yang terdiri dari empat atom karbon dengan atom nitrogen pada satu sudut. Empat atom nitrogen di tengah molekul porfirin dapat mengikat ion logam seperti magnesium, besi, seng, nikel, tembaga, dan perak. Dirinya menuturkan bahwa banyak senyawa porfirin ditemukan, misalnya hemoglobin yang merupakan senyawa porfirin yang berikatan dengan logam besi (Fe) dan senyawa klorofil atau hijau daun yang berikatan dengan logam magnesium (Mg).

Senyawa porfirin memiliki kemampuan berinteraksi dengan DNA dan memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap sel kanker dibandingkan dengan sel normal sehingga dapat mengidentifikasi letak sel kanker berada.  Sementara dalam penelitiannya, digunakan senyawa organiknya saja yang kemudian dilakukan studi in silico (komputasi) untuk memodelkan struktur senyawa porfirin.

Berangkat dari hasil desain senyawa porfirin yang diperoleh, kemudian dihubungkan dengan reseptor sel kanker melalui komputer yang selanjutnya dilakukan proses screening awal untuk mengetahui prediksi toksisitasnya. “Penelitian ini masih dilakukan tahap awal dengan uji coba in-vitro dalam skala laboratorium dimana sel kanker ditumbuhkan dalam media inkubasi selama 24 jam, kemudian dipaparkan senyawa porfirin yang telah disintesis dan dihitung jumlah sel kanker yang mati,” tutur Fransiska.

Terdapat lima sampling sel yang digunakan yaitu kanker serviks, kanker kolon, kanker hati, kanker payudara, dan sel normal. Dari hasil uji sitoksisitas melalui perhitungan IC50 yaitu berapa konsentrasi senyawa porfirin yang harus dipaparkan untuk mematikan 50% sel dari total seluruhnya, didapat bahwa senyawa porfirin efektif untuk membunuh sel kanker karena jumlah senyawa porfirin yang dipaparkan untuk sel kanker jauh lebih sedikit dari sel normal.

Dari hasil kanker serviks (HeLa), kanker kolon (WIDR), kanker hati (HepG2), kanker payudara (T47D dan MCF-7) dan sel normal (Vero), diketahui bahwa senyawa TTP dan TrTMNP merupakan senyawa turunan porfirin yang berpotensi tinggi menjadi kandidat antikanker karena senyawa ini tidak aktif terhadap sel normal, namun bersifat sitotoksik pada sel kanker.

Ligan Kit Radiofarmaka Sebagai Alat Pengobatan Kanker

Pengembangan lebih lanjut, senyawa porfirin yang telah terkompleks dengan renium (Re) dan teknesium (Tc) dapat digunakan dalam ligan radiofarmaka untuk mendeteksi keberadaan sel kanker yang akan dimusnahkan oleh radiasi gelombang radiomagnetik melalui pancaran sinar gamma maupun beta yang memiliki energi tinggi sehingga dapat merusak bahkan membunuh sel kanker.

Adanya senyawa porfirin dalam pengobatan radioterapi ini untuk menentukan secara pasti letak sel kanker sehingga sel normal tidak terpapar radiasi, pasalnya jika terpapar radiasi maka sel normal juga akan rusak dan hal ini tentunya akan merugikan bagi kesehatan manusia.

Dukungan Untuk Peneliti Zat Anti Kanker
Diungkapkan olehnya, bahwa penelitian pada umumnya memerlukan waktu yang panjang, dan di setiap penelitian akan selalu ditemui kesulitan demi kesulitan. Seperti halnya Fransiska yang harus sabar berurusan dengan birokrasi untuk pengadaan bahan-bahan kimia berbahaya.

Kepada reporter ITB, Fransiska mengaku melakukan penelitian di tiga tempat berbeda yaitu Sekolah Farmasi ITB,Universitas Keio di Jepang dan Fakultas Kedokteran UGM (Universitas Gajahmada).

Di Sekolah Farmasi ITB, ia mengatakan sebagai tempat untuk melakukan studi komputasi pemodelan senyawa turunan porfirin. Sedangkan di Universitas Keio Jepang, digunakannya untuk proses sintesis senyawa porfirin dikarenakan beberapa bahan yang digunakan untuk melakukan sintesis mengandung halogen. Bahan ini sempat terkendala oleh Beacukai di Indonesia karena tergolong bahan kimia berbahaya (B3). Kemudian di Fakultas Kedokteran UGM, sebagai  tempat pengujian toksisitas senyawa porfirin hasil sintesis terhadap sel kanker.
 
Penelitiannya ini didukung oleh BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional)  dan Rumah Sakit Kanker Dharmais di Jakarta. Semoga apa yang telah diteliti oleh para pakar dunia Farmasi, seperti Dr. Fransiska Kurniawan, ini dapat berguna bagi kelangsungan hidup manusia di dunia.

Penulis: Wanna Taf'al Husna (Fisika 2016)