Tim Aksantara ITB Raih Juara Pertama di Kontes Robot Terbang Indonesia 2014
Oleh Luh Komang Wijayanti Kusumastuti
Editor Luh Komang Wijayanti Kusumastuti
Kontes ini dibagi menjadi dua kategori yaitu pesawat dengan sayap tetap (fix wings) dan pesawat sayap putar (rotary wings) untuk umum dan perguruan tinggi. ITB mengirim 3 tim yang bersaing dengan berbagai perguruan tinggi seluruh Indonesia seperti ITS, Unila, dan UI. Tim yang mengantongi juara 1 adalah tim yang diketuai oleh Rivaldy Varianto (Teknik Penerbangan 2010) yang juga memenangkan desain terbaik oleh divisi yang diketuai oleh Galan Fazlur Rahman (Teknik Penerbangan 2011) dengan dua anggota tim utama lainnya yaitu Muhammad Rafi Hadytama (Teknik Penerbangan 2011) dan Harish Mahatma Putra (Teknik Elektro 2010). Selain empat orang tersebut, tim ini juga disokong oleh sekitar 20 orang lainnya dari berbagai disiplin ilmu seperti Teknik Mesin dan Teknik Geologi. Sementara, tim kategori perguran tinggi ITB lainnya menduduki peringkat kedua.
Menggunakan Teknologi Pesawat Tanpa Awak Untuk Pencarian dan Penyelamatan
Tim ini memulai persiapan dengan mendesain sesuai DRO (Desain Requirements and Objectives). Galan menceritakan bahwa pesawat yang dipertunjukkan harus melakukan sebuah misi. Misi tersebut dijalankan sesuai dengan tema yang diusung oleh KRTI tahun ini, yaitu Search and Rescue. Dari Profil aerodinamiks, pertama kali yang diperhitungkan adalah daya angkat pesawat. Setelah itu mencari struktur yang ringan dan kuat. Maka dari itu digunakanlah struktur komposit yaitu dengan memadukan keunggulan berbagai struktur. Pesawat dengan berat kosong 4 kg dan panjang 1,5 meter ini menggunakan serat kaca dan likal sebagai struktur utama.
Faktor lainnya adalah performa terbang dan kestabilan. Galan dan timnya mendesain pesawat agar bisa terbang stabil di kecepatan rendah dan secara dinamika terbang, performanya bisa dikatakan bagus. Kemudian dari sisi sistem harus memiliki sistem elektrikal yang baik agar tidak ada intervensi elektromagentik di pesawat sehingga antarkomponen tidak ada yang saling mengganggu. Dalam kontes ini juga pesawat dikembangkan dengan teknologi drone atau pesawat tanpa awak. Pesawat harus dibuat sistemnya sehingga dapat terbang secara mandiri mengikuti titik geografis yang sudah ditentukan. Mulai dari lepas landas, saat terbang, dan pendaratan. Namun untuk keamanan, tim ini mengatur pendaratan secara manual untuk mengurangi kesalahan yang bisa terjadi akibat galat GPS dalam menentukan titik.
"Selanjutnya, pesawat yang dipertunjukkan harus melakukan misi berupa pencarian dan penyelamatan. Survei dilakukan melalui pesawat ke daerah yang perlu diselamatkan atau dievakuasi. Setelah kita mendapatkan titik target, kita harus menjatuhkan payload untuk membantu di daerah tersebut secara autonomus," ungkap Galan menceritakan mengenai pesawat yang orang-orang kenal bernama Aksantara Annisa tersebut.
Belajar dari Kegagalan Tahun Lalu
Pada KRTI 2013 di Jatinangor, Tim Aksantara tidak membawa pulang penghargaan satupun. Belajar dari kegagalannya, Tim Aksantara mempelajari kembali sejak awal. "Kami mengkonsep suatu pesawat yang berbeda, melakukan evaluasi dan perbaikan dari tahun lalu. Intinya kami berbekal semangat dan kerja keras," ungkap Galan. Selama lima bulan persiapan, tim ini menghadapi berbagai kendala. Terutama saat melakukan uji terbang. Analisis hitungan akan berbeda pada saat di uji di kenyataan. Perbedaan itu sering membuat kesalahan teknis pada pesawat sehingga pengujian di awal sering mengalami kegagalan. Kegagalan bisa berupa kesalahan sistem autonomus, hingga sempat mematahkan kedua sayap Aksantara Annisa. Namun dari kegagalan-kegagalan tersebut, tim ini mampu meraih kemenangan di KRTI 2014.
Galan berharap ke depannya pesawat ini bisa digunakan untuk keperluan pemantauan di kehidupan nyata. Selain itu, model ini juga bisa membantu TNI untuk menjaga kedaulatan. "Inginnya bisa berkontribusi untuk menjaga kedaulatan Indonesia seperti di daerah pantai. Selain dengan kapal laut, juga bisa dengan teknologi drone ini," harap Galan.